OPINI

Ajaib, Defisit Anggaran Namun Duit Ratusan Miliar Justru Nganggur

Angka defisit riil sebesar Rp43,69 miliar yang muncul di tengah jalan bukanlah sebuah takdir

TRIBUNKALTIM.CO
Hery Sunaryo, SH.,MH. Pemerhati Kebijakan Publik Kota Balikpapan 

Oleh, Hery Sunaryo, SH.,MH.
Pemerhati Kebijakan Publik Kota Balikpapan

TRIBUNKALTIM.CO - ​Rapat Paripurna APBD Perubahan Balikpapan 2025, yang digelar pada Selasa, 19 Agustus 2025, seharusnya menjadi momen untuk memastikan alokasi anggaran yang optimal bagi pembangunan kota.

Namun, alih-alih menunjukkan perencanaan yang matang, nota penjelasan yang dipaparkan oleh Wakil Wali Kota (Wawali) Bagus Susetyo justru membongkar sebuah kegagalan sistemik. Dokumen resmi ini tidak hanya mencatat angka, tetapi juga menjadi bukti bisu dari carut-marutnya tata kelola anggaran.

​Defisit Rp43,69 Miliar Merupakan Cerminan Kegagalan Perencanaan. Angka defisit riil sebesar Rp43,69 miliar yang muncul di tengah jalan bukanlah sebuah takdir, melainkan konsekuensi langsung dari kesalahan kalkulasi yang fatal.

APBD murni 2025, yang sebelumnya disahkan dengan total Rp4,59 triliun, ternyata disusun di atas asumsi yang rapuh. Pemerintah Kota tidak mampu memprediksi pendapatan dan belanja secara akurat, sehingga terpaksa melakukan revisi mendadak.

Baca juga: DPRD Balikpapan Soroti Banjir hingga Penyelamatan Aset Daerah dalam Pembahasan APBD 2025

Ini bukan "penyesuaian" biasa, melainkan respons panik terhadap lubang anggaran yang menganga akibat kurangnya prinsip kehati-hatian. 

SILPA 2024 Gambaran Kinerja yang Lamban
​Wawali menyebutkan adanya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2024, sebesar Rp614,74 miliar yang dapat digunakan. Namun, perlu dicermati, hanya Rp113,26 miliar yang bisa dipakai untuk perubahan APBD 2025.

Pertanyaan besar muncul ke mana sisanya Rp501,48 miliar? ​SILPA yang besar bukanlah prestasi, melainkan cerminan dari rendahnya serapan anggaran. Dana yang seharusnya menggerakkan pembangunan dan pelayanan publik justru mengendap.

 Ini adalah alarm keras bagi pemerintah Balikpapan dan DPRD tentang kinerja yang tidak efektif. Padahal, ada segudang masalah pembangunan yang membutuhkan perhatian serius dan anggaran, seperti:
- Peningkatan Kualitas SDM dan Lapangan Kerja Keterbatasan akses pelatihan dan lapangan kerja yang memadai.
- Infrastruktur dan Mobilitas Kemacetan lalu lintas dan penataan ruang yang belum tertib.
- ​Pengelolaan Lingkungan dan Bencana Kebutuhan akan terobosan dalam mitigasi banjir dan penanganan sampah.
- ​Pelayanan Publik Keterbatasan layanan kesehatan dan pendidikan yang merata.
- Ketersediaan Air Bersih Krisis pasokan air bersih yang terus menghantui warga.
- Kesiapan Penunjang IKN Infrastruktur dan SDM yang belum sepenuhnya siap menghadapi perpindahan ibu kota.
- ​Ekonomi Digital Rendahnya adopsi teknologi oleh UMKM.
- ​Ketahanan Pangan Ketergantungan pada pasokan dari luar daerah
- ​Ruang Publik Berkurangnya ruang terbuka hijau dan area rekreasi.

Baca juga: Fraksi PKB-Hanura-Demokrat Tekankan APBD 2025 Balikpapan Harus Utamakan Kesejahteraan Rakyat

​Alasan Klise dan Janji Palsu 
​Pengurangan dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp47,59 miliar dijadikan alasan klasik untuk membenarkan perubahan APBD.

 Namun, mengapa pemerintah kota tidak mampu mengantisipasi kebijakan fiskal pusat? Ketergantungan pada dana transfer tanpa strategi cadangan menunjukkan kurangnya kemandirian fiskal daerah.

Untuk menutup defisit, pemerintah menjanjikan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp78,77 miliar. Namun, janji ini patut dipertanyakan.

Data menunjukkan realisasi PAD Balikpapan pada tahun 2024 mencapai Rp1,06 triliun, sedikit di bawah target perubahan yang ditetapkan sebesar Rp1,19 triliun. Target yang gagal dicapai pada tahun sebelumnya kini dinaikkan lagi. Apakah ini realistis, atau hanya janji manis untuk meredam kekhawatiran publik?

Tumpulnya Pengawasan Legislatif
​APBD adalah produk legislatif yang membutuhkan persetujuan DPRD. Jika dokumen yang memuat defisit dan SILPA besar disetujui tanpa pertanyaan mendalam, hal ini mengindikasikan fungsi pengawasan legislatif menjadi tumpul.

 DPRD, sebagai representasi rakyat, seharusnya menggunakan hak budgeting, kontrol, dan legislasi untuk memastikan uang rakyat dikelola secara transparan dan akuntabel. Kelemahan ini mencerminkan dinamika politik anggaran yang cenderung didominasi oleh segelintir elit, di mana kontrol menjadi tidak optimal.

Baca juga: Fraksi PDIP Dorong Perubahan APBD Balikpapan Harus Efisiensi dan Tepat Sasaran

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Maraknya Fenomena Sound Horeg

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved