Berita Regional Terkini
Orangtua Jalan Kaki 10 Km dalam Gelap Antar Anak Berobat, Balita 4,5 Tahun Meninggal dalam Gendongan
Kisah pilu orangtua yang berjalan kaki 10 km dalam gelap antar anak berobat, namun balita 4,5 tahun itu meninggal dalam gendongan ayahnya
Penulis: Aro | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO - Kisah pilu dialami Martadinata, warga Desa Landur, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
Martadinata dan istrinya, Rika menembus gelapnya malam dari kebun kopi (yang biasa disebut talang) untuk membawa balitanya berobat.
Dari kebun kopi ke desa, Martadinata dan istrinya harus berjalan 10 km demi membawa Meilani Tari Algani yang masih berusia 4,5 berobat.
Sayangnya, kondisi Meilani Tari Algani rupanya sudah tak tertolong.
Balita usia 4,5 tahun itu pun meninggal di gendongan ayahnya, Martadinata.
Selasa (4/7/2023), Martadinata dan keluarga menggelar tahlilan hari ketiga meninggal Meilani.
Raut sedih masih terlihat di wajah Martadinata.
Dengan suara terbata ia menceritakan perjuangannya berjalan kaki menembus gelap malam membawa anaknya mencari tempat berobat karena sang anak terkena muntaber.
Diketahui saat itu Martadinata sedang bermalam di talang ataupun kebun kopi yang jaraknya sekitar 10 kilometer dari desa.
Jika berjalan kaki dibutuhkan waktu 1 jam lamanya untuk keluar dari talang itu menuju desa.
Baca juga: 3 Hari Setelah Melahirkan, Anak Gubernur Sumsel Meninggal, Kisah di Balik Kehamilan Percha Leanpuri
"Pada malam itu anak saya sekitar jam 12 malam terbangun tidur awalnya ia minta minum lalu ingin buang air besar, usai buang air dia masih bisa jalan dan sempat tidur lagi kemudian mengeluhkan sakit perut.
Saat itu sempat diberi obat oleh ibunya setelah itu ia langsung muntah awalnya kami tidak panik tapi setelah muntah 2 kali kami panik dan berencana membawanya ke dusun," katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari TribunSumsel.com di artikel berjudul Ayah di Empat Lawang Menembus Gulita Jalan Kaki 10 Km Antar Anak Sakit, Meninggal di Gendongan.
Tanpa berpikir panjang pasangan suami istri itu langsung memutuskan berangkat ke Desa walau saat itu jam menunjukkan pukul 1 malam.
Mereka tetap berangkat dengan menggunakan penerangan seadanya melintasi perkebunan kopi dengan kontur naik turun di tengah malam yang gelap gulita.
Tak ada sedikitpun rasa takut yang mengurungkan niat Martadinata dan istrinya malam itu, walau beresiko bertemu hewan buas mereka menguatkan hati dan pikiran untuk segera membawa anak nomor duanya itu ke desa dan segera menuju rumah sakit terdekat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.