Tahun Baru Islam
Filosofi Bubur Suro yang Identik dengan Perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram, Cek Cara Penyajiannya
Inilah filosofi bubur suro yang identik dengan perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram, begini cara penyajiannya.
Sajian ini memiliki makna filosofis yang dipercaya oleh masyarakat di masing-masing daerahnya.
Masih dalam buku yang sama, Julie Indah Rini menyebutkan bahwa tradisi makan bubur bersama-sama merupakan wujud dari kerukunan berkeluarga.
Saat menyantapnya, semua orang akan diliputi rasa syukur dan bahagia karena dapat berkumpul walau hanya menikmati sajian sederhana.
Baca juga: Asal-Usul Bubur Suro untuk Perayaan Tahun Baru Islam, Begini Cara Mudah Membuatnya, Cukup 2 Langkah
Filosofi Bubur Suro

Menu pelengkap dalam bubur suro masing-masing memiliki makna yang berbeda.
Mengutip buku "Perayaan 1 Suro Pulau Jawa" (2010) oleh Julie Indah Rini, bubur putih sendiri merupakan lambang kesucian jalan hidup.
Sementara kedelai hitam yang digoreng menunjukkan watak yang mituhu atau senantiasa setia dan berbuat baik dengan menaati anjuran sesepuh.
Telur ayam kampung yang diiris pun melambangkan suatu hal yang berbeda.
Lauk pelengkap ini merupakan simbol dari hidup yang kesinambungan dan bermasyarakat.
Serundeng kelapa sendiri merupakan petunjuk jelas agar kita semua mengikuti filosofi pohon kelapa.
Maksudnya adalah pandai beradaptasi dan berguna untuk masyarakat.
Tak lupa ada pula rujak degan yang merupaka simbol bahwa manusia wajib menjalani hidup dengan antusias dan sungguh-sungguh.
Sementara itu, tujuh macam kacang melambangkan jumlah hari dalam seminggu.
Sebagai tambahan, bubur suro ini juga dihidangkan dengan uba rampe atau pelengkap sesaji.
Beberapa bahan yang digunakan yakni daun sirih, bunga, janur kuning, dan sekerajang buah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.