Berita Balikpapan Terkini
PLTU Teluk Balikpapan Incar Cangkang Biji Kelapa Sawit demi Tekan Emisi Karbon
Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur berupaya menekan emisi karbon
Penulis: Mohammad Zein Rahmatullah | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - PLTU Teluk Balikpapan di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, mengincar cangkang biji kelapa sawit.
Itu digunakan sebagai biomassa yang bisa menekan emisi karbon akan tetapi ketersediaan cangkang biji kelapa sawit dianggap harganya masih tinggi.
Pasaran yang beredar, harga cangkang biji kelapa sawit lebih mahal dari sumber energi batu bara.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur berupaya memanfaatkan penggunaan co-firing biomassa untuk menekan emisi karbon.
Baca juga: Warga Desa Manamang Kanan Kukar untuk Nikmati Listrik Konsumsi 100 Liter BBM per Hari
Namun, upaya tersebut menghadapi tantangan utama, yakni ketersediaan bahan baku dan juga harga alternatif.
Asisten Manajer Operasi PLTU Teluk Balikpapan, Dhidhik Laksono, mengatakan, PLTU yang memiliki kapasitas 2×110 Mega Watt (MW) ini saat ini baru bisa menggunakan biomassa sebesar 3 persen.
Hal itu dikarenakan ketersediaan bahan baku biomassa yang masih terbatas.
Pihaknya masih menggantungkan sumber biomassa dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Manggar dan pasokan cacahan kayu limbah dari seantero Balikpapan.
"Namun, kedua sumber itu dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan," jelas Dhidhik.
Baca juga: Lewat _Co-Firing_, 40 PLTU PLN Grup Mampu Turunkan Emisi Hingga 429 Ribu Ton CO2
Hingga Agustus 2023, PLTU Teluk Balikpapan baru menerima 23,06 ton biomassa dari dua sumber tersebut.
Jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan tahunan PLTU Teluk Balikpapan yang mencapai 7.078,55 ton.
Selain ketersediaan bahan baku, tingginya harga biomassa juga menjadi tantangan lain.
Tidak Melebihi Harga Batu Bara
PLTU Teluk Balikpapan hanya bisa menggunakan biomassa yang harganya tidak melebihi harga batu bara.
"Sebenarnya ada biomassa lain yang bisa digunakan untuk co-firing, yaitu cangkang biji kelapa sawit. Namun, harga jualnya terlalu tinggi sampai melewati harga jual batu bara," kata Didik.
Sebab itu, cangkang sawit yang memiliki kalori lebih tinggi dari batu bara, tidak dipilih karena harganya terlalu tinggi.
“Cangkang sawit kalorinya bagus, jauh di atas batu bara, tapi tidak feasible,” sebut Team Leader Bahan Bakar PLTU Teluk Balikpapan, Septian Suryapradana.
Baca juga: Tiga Ribu UMKM Manfaatkan Limbah FABA PLTU, Biaya Produksi Hemat Separuh
Menurutnya, aturan yang dikeluarkan Direksi PLN melarang pemanfaatan biomassa dengan harga melampaui batu bara.
Untuk mengatasi kendala tersebut, PLTU Teluk Balikpapan akan menggandeng pihak ketiga untuk mencari sumber biomassa baru.
Selain itu, PLTU tersebut juga akan melakukan kajian untuk menentukan biomassa yang paling cocok dengan kondisi setempat.
"Dengan teknologi Circulating Fluidised Bed (CFB) di PLTU ini, sebetulnya masih memungkinkan untuk ditingkatkan rasionya, paling tidak hingga 20 persen," ulas Analis Senior Institute for Essential Service Reform, Raditya Wiranegara.
Baca juga: PLTU Co-firing Enceng Gondok Raih Penghargaan Internasional, PLN Komitmen pada Isu Lingkungan
Demikian menurutnya berdasarkan pengalaman dari penggunaan tungku bakar yang sama di pembangkit listrik milik Cikarang Listrindo.
Namun, keberlanjutan suplai merupakan tantangan utama dari operasi ini. Belum lagi, TPAS Manggar dijadwalkan berakhir masa beroperasinya pada tahun 2026.
Oleh karena itu, PLN perlu merencanakan bagaimana akan memastikan keberlanjutan dari suplai bahan bakar ke depannya setelah TPAS Manggar ditutup.

"Baik itu dengan mengambangkan hutan tanaman energi maupun dengan pemanfaatan limbah lainnya, seperti limbah dari perkebunan sawit," ucapnya.
Selain itu, rencana ini juga mesti menargetkan peningkatkan rasio co-firing.
Baca juga: Pakai Teknologi Ramah Lingkungan, 3 PLTU PLN Grup Raih Penghargaan ASEAN Coal Awards 2021
Sehingga emisi yang dihasilkan dapat berkurang lebih banyak lagi.
"Tentunya dalam rangka transisi menuju pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT)," tukas Radit.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.