Pemilu 2024
Sikap Santai Jokowi Akui Pegang Data Intelijen Parpol Disorot, Peneliti BRIN: Substansinya Berat
Sikap santai Jokowi saat mengatakan memegang data intelijen partai politik (parpol) disorot. Peneliti BRIN menyebut padahal substansinya berat.
TRIBUNKALTIM.CO - Pengakuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan data intelijen partai politik (Parpol) jelang Pemilu 2024 masih jadi sorotan.
Peneliti BRIN menyoroti sikap Presiden Jokowi yang terlihat santai dan bebas saja saat menyebutkan memegang data intelijen parpol.
Menurut peneliti BRIN, sikap Jokowi terlihat santai padahal substansi dari pernyataannya memegang data intelijen parpol hingga mengetahui langkah parpol itu sangat berat.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP BRIN) Firman Noor mengaku heran dengan sikap Jokowi yang memaparkan mempunyai data intelijen terkait kondisi internal dan agenda partai politik (parpol).
Baca juga: Jokowi Bukan Peramal Tapi Klaim Tahu Arah Semua Parpol, Cek Respon PDIP, Nasdem dan Golkar
Baca juga: Respon PDIP, NasDem dan Golkar Soal Jokowi Tahu Arah Seluruh Partai Politik Jelang Pilpres 2024
Baca juga: Jokowi Beri Restu Erick Thohir Jadi Cawapres Prabowo Subianto? Layak Karena Kaya Pengalaman
Peneliti BRIN, Firman Noor kemudian membandingkannya dengan skandal penyadapan dan spionase terhadap Partai Demokrat Amerika Serikat atau Watergate pada 1972 sampai 1974.
Skandal ini kemudian berujung pada pengunduran diri Presiden Richard Nixon yang nyaris dimakzulkan.
"Di Indonesia justru sebaliknya, sangat terlihat bebas saja menyampaikan situasi yang ada dengan satu ekspresi yang santai.
Padahal substansinya ini sangat berat di dalam pengertian tidak sejalan dengan prinsip demokrasi," kata Firman seperti dikutip dari streaming webinar BRIN di YouTube, Minggu (24/9/2023) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Firman mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi bisa ditafsirkan sebagai sebuah peringatan kepada seluruh parpol supaya tidak macam-macam menjelang Pemilu 2024.
Menurut Firman, dampak dari pernyataan Jokowi adalah berpotensi menebar ketakutan secara politik (politic of fear) terhadap pihak-pihak atau kelompok yang tidak sejalan dengan pandangannya.
"Presiden ingin memperlihatkan bahwa dia cukup powerfull, bahwa dia bisa memahami sesuatu yang ada di sekitar Anda tanpa Anda sadari, dan Anda dengan demikian ke depannya harus hati-hati, atau Anda akan mendapati situasi yang mungkin tidak Anda inginkan," ucap Firman.
Firman juga menilai dengan menyampaikan pernyataan itu Jokowi sebenarnya sudah melanggar prinsip demokrasi atau bersikap 'terlalu jauh ke dalam' (in too deep) sampai mengetahui dinamika internal partai politik.
Dari pernyataan itu, kata Firman, memperlihatkan peluang Jokowi buat melakukan intervensi dalam persoalan politik menjelang Pemilu dan Pilpres 2024 sudah sangat terbuka.
"Selangkah lagi, atau bahkan setengah langkah lagi artinya sudah sangat terbuka peluang intervensi secara tidak langsung yang secara nyata dilakukan oleh presiden dalam mengintrusi partai-partai politik," ucap Firman.
Firman mengatakan, pernyataan Jokowi memperlihatkan potensi gangguan terhadap Pemilu dan Pilpres di masa mendatang akan bertambah dengan aksi-aksi intervensi dari lembaga intelijen yang dikerahkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.