Berita Kaltara Terkini
Kurikulum Fleksibel Bantu Puji Pulihkan Kemampuan Membaca Siswa di Tana Tidung
Studi terbaru Pusat Standar Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikbudristek dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI).
TRIBUNKALTIM.CO, TANA TIDUNG - Studi terbaru Pusat Standar Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikbudristek dan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) menemukan kurikulum yang fleksibel mendorong pemulihan pembelajaran dua kali lebih cepat dibanding kurikulum 2013.
Metode pembelajaran yang menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran berdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum menitikberatkan pada kemampuan dasar esensial seperti literasi dan numerasi berkontribusi kepada pemulihan pembelajaran.
Salah seorang guru yang merasakan manfaat dari kurikulum fleksibel tersebut adalah Puji Lestari. Ia adalah guru kelas 1 di SD Negeri Terpadu Unggulan 2, Tana Tidung, Kalimantan Utara (Kaltara). Ia begitu bersemangat saat diminta bercerita tentang pengalamannya menghadapi pandemi COVID-19. Puji tidak pernah bisa melupakan kendala yang dihadapi dalam pembelajaran selama masa pandemi COVID-19 pada bulan Maret 2020 itu.
Bagaimana tidak, setelah 13 tahun bekerja sebagai guru, baru kali itu Puji harus menjalankan pembelajaran dalam kondisi darurat. Salah satu tantangan paling berat dirasakan di masa pandemi adalah meningkatkan kemampuan membaca siswa. Jauh sebelum pandemi, rendahnya kemampuan membaca siswa SD sudah menjadi tantangan serius di Tana Tidung.
Baca juga: Desa Kujau Tana Tidung Bidik Ekowisata, Perbaiki Fasilitas Kursi Bagi Pelancong
Survei kemampuan membaca yang dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten Tana Tidung bersama Program INOVASI, program kemitraan antara Australia dan Indonesia pada 2020 menunjukkan, hanya 39 persen siswa kelas I SD yang mampu mengenali huruf, suku kata, dan kata. Bahkan banyak siswa baru mengenal “huruf” dan “angka” untuk pertama kali setelah masuk sekolah.
Rendahnya kemampuan membaca diperparah dengan datangnya pandemi yang mengharuskan siswa belajar di rumah. Penutupan sekolah menyulitkan pembelajaran. Sebelumnya, guru masih bisa membantu siswa kelas I yang kesulitan membaca dengan memberikan pelajaran membaca intens setiap hari dan pelajaran tambahan.
Saat pandemi, kegiatan tersebut tidak bisa dilakukan lagi. Kondisi ini menjadi keluhan Puji. Tiga belas tahun mengajar sebagai guru baru kali itu Ia merasa frustrasi. Menerima siswa baru saat situasi sekolah masih ditutup memberi Puji tiga masalah baru.
“Saya tidak mengenal siapa saja siswa baru lantaran belum pernah bertemu muka; saya tidak mengetahui tingkat kemampuan belajar mereka; dan saya tidak tahu harus memberi materi belajar yang tepat,” tuturnya.
Kenal Karakteristik Kurikulum Merdeka
Puji mengenang kembali masa-masa awal pandemi COVID-19. Ia mengingat kembali saat harus berkeliling rumah siswa melakukan asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, mengembangkan budaya baca pada masa darurat dan memfokuskan pembelajaran pada materi esensial.
Puji tidak menyangka bahwa aktivitas yang ia lakukan itu kelak menjadi karakteristik kurikulum baru bernama Kurikulum Merdeka. Puji mengatakan, di tengah situasi pandemi yang serba membingungkan tersebut, pihak sekolah dituntut dapat terus memberikan layanan pendidikan. Pandemi COVID-19 tidak boleh memutus kesempatan siswa untuk bersekolah. Beruntung Disdik Tana Tidung merespons cepat tantangan perubahan ini dengan membuat kebijakan penggunaan asesmen diagnostik.
Disdik membantu guru kelas I melakukan asesmen diagnostik dengan alat tes sederhana. Para guru dilatih mengukur kemampuan membaca dasar siswa baru. Pengukuran ini meliputi pengenalan huruf, suku kata, dan kata. Jika mampu melewati tes membaca dasar, siswa dapat mengikuti tes pemahaman membaca. Alat tes ini dikembangkan Disdik Tana Tidung bersama Inovasi. Seluruh pelatihan dilakukan melalui kelompok kerja guru (KKG). Setelah mampu menggunakan asesmen diagnostik, guru mulai melakukan pengukuran tingkat keterampilan membaca setiap siswa.
Hasil pengukuran tersebut dianalisis kemudian dikelompokkan berdasarkan level kemampuan anak. Dari 21 siswa yang diukur, ternyata hanya 2 orang yang mencapai level pemahaman membaca, 1 orang membaca kata, dan sisanya 18 orang hanya bisa mengenal huruf. Kesimpulannya, 86 persen siswa masih berada di level mampu mengenal huruf.
Baca juga: Alasan Ibrahim Ali Pilih Kualitas Pendidikan Ketimbang Bangun Gedung Sekolah Baru Tana Tidung
Pemulihan Pembelajaran
Pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan tingkat membaca membantu guru menyusun materi belajar yang tepat. Puji mengembangkan materi ajar yang merujuk pada kebijakan Disdik Tana Tidung untuk menggunakan kurikulum yang fleksibel (kurikulum darurat). Kurikulum khusus ini lantas diterjemahkan menjadi lembar aktivitas siswa (LAS).
LAS yang dikembangkan Tana Tidung merupakan modifikasi dari modul belajar membaca yang dikembangkan Kemdikbudristek. Modifikasi ini dilakukan agar modul belajar membaca Kemdikbudristek sesuai dengan konteks Tana Tidung. Puji membuat dua model LAS yakni LAS untuk level kemampuan mengenal huruf dan LAS untuk level kemampuan pemahaman membaca.
3 Kantor di Kaltara Digeledah, Bank Kaltimtara Hormati Proses Hukum, Tetap Jaga Kepercayaan Nasabah |
![]() |
---|
Tak Bisa Berenang, Terungkap Cara Rahmat Agar Tetap Terapung Selama 2 Hari 2 Malam di Tengah Lautan |
![]() |
---|
4 Fakta Kapal Pengangkut Sembako Terbalik di Perairan Sebatik, Nama Korban Selamat dan Masih Dicari |
![]() |
---|
4 Fakta Emas Palsu Rp1,2 Miliar di Pegadaian Nunukan Kaltara, Terungkap Setelah Nasabah Meninggal |
![]() |
---|
Daftar 5 Daerah di Kaltara Diusulkan Jadi DOB, Termasuk Tanjung Selor: Tunggu Syarat Administrasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.