Pilpres 2024
Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Cacat Hukum atau Tidak? Begini Jawaban Almas Tsaqibbirru
Almas Tsaqibbirru memberikan jawaban terkait gugatannya soal batas usia capres-cawapres yang dikabulkan sebagaian oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
TRIBUNKALTIM.CO - Sosok Almas Tsaqibbirru Re A, mahasiswa Universitas Surakarta (UNSA) disorot memenangkan gugatan mengenai perkara batas usia capres-cawapres, yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023).
Kini, Almas Tsaqibbirru memberikan jawaban terkait gugatannya soal batas usia capres-cawapres yang dikabulkan sebagaian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10/2023) lalu.
Diketahui jika gugatan Almas Tsaqibbirru dikabulkan MK dengan putusan bahwa kepala daerah di bawah 40 tahun dapat menjadi capres atau cawapres.
Namun, menurut beberapa pihak, putusan MK tersebut dinilai cacat secara hukum.
Baca juga: BEM FH Uniba Turut Komentari Hasil Putusan MK Soal Batas Usia Capres dan Cawapres di Pemilu 2024
Baca juga: Alasan MK Tolak Gugatan Usia Capres Cawapres Maksimum 70 Tahun, Prabowo Dipastikan Maju Pilpres 2024
Baca juga: Tok! MK Tolak Gugatan Usia Capres Cawapres Maksimum 70 Tahun
Hanya saja, ketika ditanya oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra terkait hal tersebut, Almas tidak menjawab secara gamblang.
Dia hanya mengatakan cacat atau tidaknya putusan MK soal batas usia capres-cawapres itu dikembalikan ke persepsi masyarakat.
Almas juga mengungkapkan niat dirinya untuk menggugat Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut untuk menguji ilmu yang didapatnya ketika mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Surakarta.
"Sebenarnya itu tergantung masyarakat (menilai putusan MK cacat atau tidak). Kalau saya ini niatnya ingin dikabulkan."
"Otomatis kan saya ini pengujian ilmu saya ini berhasil dong," katanya dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, dikutip pada Minggu (29/10/2023).

Almas juga hanya mengatakan ketika gugatannya soal batas usia capres-cawapres dikabulkan MK, maka memang layak untuk dikabulkan.
Namun, sambungnya, ketika gugatannya ditolak MK, maka gugatan tersebut perlu untuk diperbaiki.
"Jadi gini lho, sifatnya kan di sini saya ingin menguji (ilmu Almas -red). Jadi kan kalau (gugatan) ini diterima (MK) berarti saya bisa."
"Kalau nggak, berarti saya pun harus banyak memperbaiki dalam gugatan tersebut," kata Almas.
Lagi-lagi, Almas tampak tak menjelaskan secara gamblang apakah putusan MK tersebut cacat secara hukum atau tidak.
Dia hanya kembali menegaskan gugatannya itu juga sekadar untuk menguji materil Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.