Pilpres 2024
Masinton Usulkan Hak Angket soal Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres, bisa Terlaksana? Respon MKMK
Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton usulkan hak angket soal putusan MK batas usia capres cawapres. Apakah bisa terlaksana? Respon Gerindra dan MKMK
TRIBUNKALTIM.CO - Wacana hak angket terkait putusan MK mengenai batas usia capres cawapres bergulir di Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Selasa (31/10/2023).
Wacana hak angket terkait putusan MK batas usia capres cawapres ini disampaikan politikus PDIP, Masinton Pasaribu dalam interupsi di Rapat Paripurna DPR RI.
Usuan Masinton soal hak angket terkait putusan MK batas usia capres cawapres sempat diwarnai drama karena mic politisi PDIP, lalu bisakah terlaksana usulan ini?
Saat interupsi soal hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres, mic Masinton dimatikan oleh pihak tertentu.
Baca juga: Buka-Bukaan, Jimly Bongkar 9 Dugaan Pelanggaran Etik Sekaligus di Putusan MK, Nasib Anwar Usman?
Baca juga: Tuduhan Denny Indrayana Dibalik Putusan MK yang Loloskan Gibran, Sebut Megaskandal Mahkamah Keluarga
Baca juga: Putusan MK Disebut sebagai Upaya Langgengkan Kekuasaan, Politikus PDIP: Bagian Desain Besar Politik
Karenanya, anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP itu harus berteriak dengan suara kencang, agar suaranya bisa didengarkan.
Mulanya, Masinton menyampaikan salam solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina dan solidaritas kemanusiaan terhadap masyarakat di Rempang, Kepulauan Riau yang sedang berjuang memperjuangkan hak mereka.
Lalu, Masinton mengungkit konstitusi yang bukan sekadar hukum dasar saja, tetapi menjadi roh dan semangat bangsa.
"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu."
"Ya, itu adalah tirani konstitusi," ujar Masinton di ruang Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta seperti dikutip TribunKaltim.co dari TribunMuria.com di artikel berjudul Masinton Interupsi Rapat dan Gulirkan Wacana Hak Angket Terhadap MK, Mic-nya Auto Dimatikan.
Masinton menjelaskan, konstitusi harus tegak dan tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.
Dia mengklaim dirinya menyuarakan hal tersebut bukan demi kepentingan PDIP ataupun capres manapun.
"Saya berdiri di sini bukan atas kepentingan partai politik, juga tidak bicara tentang kepentingan calon presiden maupun calon wakil presiden."
"Saya tidak bicara tentang calon presiden Saudara Anies dan Saudara Muhaimin Iskandar, saya tidak bicara tentang Pak Ganjar dan Prof Mahfud, saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya," tuturnya.
"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," sambung Masinton.
Masinton mengatakan putusan MK itu merupakan ancaman terhadap konstitusi.
Apalagi, kata dia, Reformasi 1998 jelas memandatkan Indonesia harus bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Akan tetapi, Masinton menilai, putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, namun lebih kepada putusan kaum tirani.
"Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak."
"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR."
"Saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket," imbuhnya sembari berteriak karena mic-nya dimatikan.
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.tv, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai putusan MK tidak bisa dijadikan objek hak angket DPR.
Baca juga: Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Cacat Hukum atau Tidak? Begini Jawaban Almas Tsaqibbirru
Sebab, MK itu merupakan lembaga yudikatif sehingga bukan kewenangan parlemen untuk mengawasinya.
Ketua Majelis Kehormatan MK, Jimly Asshiddiqie menyebut pada dasarnya parlemen mempunyai fungsi pengawasan terhadap lembaga negara lainnya.
Usulan hak angket ini muncul setelah MK mengeluarkan putusan terkait kepala daerah belum berusia 40 tahun bisa menjadi bacapres dan bacawapres, yang memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka jadi Bacawapres Prabowo.
Putusan MK Masuk Akal Dibatalkan
Pernyataan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie yang menyinggung putusan MK masuk akal dibatalkan disampaikannya dalam sidang pemeriksaan etik hakim MK yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Pernyataan Jimly Asshiddiqie ini disampaikan ketika ada pertanyaan dari Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus salah satu pelapor, Petrus Selestinus terkait alasan putusan MKMK terkait kode etik hakim MK yang harus diumumkan, Selasa (7/11/2023).
Kemudian, Jimly pun menjawab jadwal pengumuman itu merupakan usul dari pelapor lain yaitu mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.
Lantas, kata Jimly, dirinya dan hakim lain yaitu Wahiduddin Adams dan Bintan Saragih menyetujui usulan Denny tersebut.
"Jadi soal jadwal (putusan sidang etik) itu terkait permintaan pelapor yang pertama.
Jadi setelah kami diskusikan, wah itu masuk akal, ada gunanya," kata Jimly dilansir dari YouTube Kompas TV seperti dikutp TribunKaltim.co dari Tribunnews.com di artikel berjudul Jimly Sebut Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Masuk Akal Dibatalkan, Gibran Terancam?
Jimly menjelaskan bahwa inti laporan dari beberapa elemen masyarakat termasuk Denny Indrayana terhadap hakim MK ini tidak semata-mata hanya untuk menjatuhi sanksi etik kepada mereka.
Pada momen inilah, Jimly mengatakan sidang etik ini turut dimungkinkan adanya keputusan pembatalan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.
Baca juga: Apakah Putusan MK yang Loloskan Gibran Jadi Cawapres Bisa Dibatalkan? Begini Kata Ketua MKMK
Argumen Jimly ini merujuk pada UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang UU Kehakiman.
"Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya.
Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman (pasal) 17 yang ayat 7-nya," jelasnya.
Sebagai informasi, Pasal 17 ayat 3 dan 4 UU Nomor 48 Tahun 2009 dijelaskan bahwa ketua majelis hingga panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan jika memiliki hubungan keluarga atau hubungan suami istri meski sudah bercerai.
Kemudian berlanjut di ayat 5 di UU yang sama, dijelaskan pula terkait hakim atau panitera yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung wajib mengundurkan diri.
Lalu, tertuang pula di ayat 6 yang menjelaskan jika ketentuan di ayat 5 tidak terpenuhi, maka putusan yang dikeluarkan pun dinyatakan tidak sah.
"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenkan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi ayat 6.
Sedangkan, pasal 17 ayat 7, yang disebutkan Jimly, menjelaskan bahwa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan 6 diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim berbeda.
Dengan landasan ini pula, Jimly dan hakim MKMK lainnya menyetujui untuk mengumumkan putusan sidang ini sebelum tanggal 8 November yang menjadi batas akhir penyerahan capres cawapres pengganti ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) digelar pada 26 Oktober-8 November 2023.
"Kami runding, masuk akal itu. Oke, untuk, kalau misalnya kita tolak itu timbul kecurigaan juga 'waduh ini sengaja berlindung di balik prosedur jadwal'," kata Jimly.
Baca juga: Apakah Putusan MK yang Loloskan Gibran Jadi Cawapres Bisa Dibatalkan? Begini Kata Ketua MKMK
(*)
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Putusan MK Buka Jalan Gibran Maju Pilres 2024, Anwar Usman Tegaskan Tak Ada Konflik Kepentingan |
![]() |
---|
Hasil Survei Capres Cawapres Elektabilitas Anies-Cak Imin Naik Usai Putusan MK, Prabowo dan Ganjar? |
![]() |
---|
Hasil Survei Capres Cawapres Usai Putusan MK: Elektabilitas Anies-Cak Imin Naik, Prabowo-Gibran? |
![]() |
---|
Saldi Isra Sampaikan Dissenting Opinion, Sebut Putusan MK Berubah Usai Anwar Usman Gabung Rapat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.