Berita Nasional Terkini
Kejanggalan Demi Kejanggalan Ditemukan MKMK, Dugaan Kebohongan Anwar Usman Jadi Sorotan
Kejanggalan demi kejanggalan ditemukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
TRIBUNKALTIM.CO - Kejanggalan demi kejanggalan ditemukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai batas usia capres dan cawapres.
MKMK masih terus memeriksa dugaan pelanggaran kode etik yang menyeret sembilan hakim konstitusi terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu mengabulkan sebagian uji materi syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Atas putusan tersebut, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres atau cawapres jika punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.
Berkat putusan MK ini, putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai cawapres Pemilu 2024.
Putusan ini pun menuai polemik dan dianggap memuat konflik kepentingan lantaran diketuk oleh Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran.
Sedikitnya, ada 20 aduan yang masuk ke MK buntut putusan tersebut.
Ada yang melaporkan Anwar Usman dan memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan semua hakim konstitusi, ada pula yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sejak Selasa (31/10/2023), MKMK terus melakukan pemeriksaan terhadap aduan ini, baik ke para pelapor maupun hakim konstitusi.
Baca juga: Terjawab Sudah Putusan MKMK Kapan Dibacakan, Putusan MK Soal Usia Capres-Cawapres Bisa Dibatalkan?
Baca juga: Anwar Usman Paling Banyak Dilaporkan, Kini Diperiksa MKMK Lagi, Jimly: Laporannya Ekstrem Semua
Baca juga: Update Sidang MKMK soal Putusan MK Batas Usia Capres Cawapres, Ada Dugaan Kebohongan Anwar Usman
Meski putusan MKMK baru akan dibacakan pada 7 November 2023, telah ditemukan sejumlah hal ganjil dari pemeriksaan tersebut.
Gugatan tak bertanda tangan Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang pada akhirnya dikabulkan oleh MK dimohonkan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
Ternyata, baru-baru ini terungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan tersebut tak ditandatangani kuasa hukum ataupun Almas sendiri.
Temuan ini diungkap oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
PBHI mendapatkan dokumen tersebut langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan dalam persidangan.
"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ungkap Ketua PBHI Julius Ibrani yang terhubung secara daring dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.