Berita Nasional Terkini
Kejanggalan Demi Kejanggalan Ditemukan MKMK, Dugaan Kebohongan Anwar Usman Jadi Sorotan
Kejanggalan demi kejanggalan ditemukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemeriksaan panitera itu dijadwalkan digelar pada Jumat (3/11/2023).
Kejanggalan soal penarikan dan pendaftaran ulang berkas perkara dengan pemohon Almas Tsaqibbirru ini sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat saat menyatakan dissenting opinion putusan yang sama.
Dalam dissenting opinion-nya, Arief memaparkan kronologi bahwa kepaniteraan MK menerima surat penarikan gugatan yang dikirim kuasa hukum Almas pada Jumat (29/9/2023).
Surat itu bertanggal 26 September 2023.
Baca juga: Ada 3 Opsi Sanksi, Hakim MK Bisa Diberhentikan Bila Putusan MKMK Nyatakan Terbukti Langgar Kode Etik
Namun, pada Sabtu (30/9/2023), MK menerima surat baru dari kuasa hukum Almas bertanggal 29 September 2023 yang isinya memuat pembatalan surat pencabutan gugatan yang mereka serahkan kepada MK satu hari sebelumnya.
Almas cs meminta MK tetap memeriksa dan memutus perkara itu.
Lalu, pada Selasa (3/10/2023), MK menggelar sidang untuk mengonfirmasi pencabutan dan pembatalan pencabutan gugatan Almas.
Menurut kuasa hukum, surat pembatalan penarikan gugatan itu diterima oleh petugas keamanan MK bernama Dani pada Sabtu (30/9/2023) malam.
Namun, berdasarkan penelusuran Arief, merujuk Tanda Terima Berkas Perkara Sementara yang dicatat oleh MK, surat pembatalan penarikan gugatan itu baru diterima pada Senin (2/10/2023) pada pukul 12.04 WIB.
Menurut Arief, pegawai MK yang menerima surat itu pun bukan Dani, sebagaimana dikatakan tim kuasa hukum.
Pegawai MK yang namanya tercantum dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara adalah Safrizal.
Arief mengaku heran karena kepaniteraan MK meregistrasi surat pembatalan penarikan gugatan itu pada Sabtu (30/9/2023) yang notabene merupakan hari libur, bukan pada Senin (2/10/2023) sebagaimana tercatat dalam Tanda Terima Berkas Perkara Sementara.
Mantan Ketua MK itu menilai, pemohon mempermainkan kehormatan MK sebagai lembaga peradilan dan tidak serius dalam mengajukan permohonan gugatan.
Arief juga menyebutkan, pemohon mestinya tidak dapat mengajukan lagi gugatan yang telah mereka cabut, sebagaimana diatur Pasal 75 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf c pada Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur tata beracara dalam perkara pengujian undang-undang.
Di sisi lain, katanya, MK seharusnya menolak surat pembatalan penarikan perkara dan tak lagi melakukan pemeriksaan, apalagi mengabulkan permohonan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.