Pilpres 2024

Respon Mahfud MD Soal 5 Poin Pakta Integritas Pj Bupati Sorong, 'Dukungan untuk Kemenangan Ganjar'

Beredar surat pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong, Yan Piet Moso kepada Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Inilah respon Mahfud MD mengetahui ada pakta integritas yang dilakukan Pj Bupati Sorong untuk memenangkan Ganjar Pranowo sebagai presiden. 

TRIBUNKALTIM.CO - Beredar surat pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong, Yan Piet Moso kepada Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.

Surat pakta integritas itu terungkap pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menangkap Yan Piet Moso.

Baik Ganjar Pranowo dan Mahfud MD telah angkat bicara mengenai kabar tersebut.

Ganjar Pranowo mengaku tidak tahu menahu soal beredarnya pakta integritas terkait dukungan Pj Bupati Sorong Yan Piet Moso kepada dirinya.

Ganjar menyatakan, jika pakta tersebut benar ada, maka hal itu harus ditindak karena merupakan bentuk tidak netralnya aparat negara dalam Pilpres 2024.

"Belum tahu saya, malah enggak tahu itu. Kalau enggak bener, itu bagian tidak netral yang harus ditertibkan," kata Ganjar di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Ganjar pun menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menggunakan aparat negara untuk memenangkan Pilpres 2024 karena tidak mempunyai akses untuk melakukan itu.

"Enggak lah! Mana kekuatan kami?" kata politikus PDIP itu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD angkat bicara soal beredarnya pakta integritas dukungan Pj Bupati Sorong Yan Piet Moso kepada calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.

Baca juga: Link Live Score CPNS KPK 2023 untuk Cek Nilai SKD CPNS 2023 dan Cara Cek Lokasi Ujian

Baca juga: Firli Bahuri Tegaskan Masih Terus Mencari Harun Masiku, Ketua KPK sudah Teken Surat Penangkapan

Baca juga: Profil Biodata Pius Lustrilanang, Anggota BPK yang Ruang Kerjanya Disegel KPK, Cek Rekam Jejaknya

Mahfud MD yang juga calon wakil presiden (cawapres) dari Ganjar ini menyebut, pakta itu terbit pada bulan Agustus, atau saat Ganjar belum resmi menjadi capres yang diputuskan KPU.

"Itu kan bulan Agustus, belum ada calon-calon resmikan bahasanya," kata Mahfud saat ditemui di Inews Tower, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Menurut Mahfud, perihal pakta integritas itu tidak terkait ranah hukum.

Dia juga menyebut hal itu tidak mencoreng netralitas aparatur sipil negara (ASN).

"Enggak juga (mencoreng netralitas ASN)," ucap dia.

Pakta yang dimaksud sempat beredar dalam grup wartawan seusai Yan Piet Moso terciduk dalam operasi tangkap tangan KPK.

Dalam pakta integritas itu dituliskan Yan Piet Moso selaku Pj Bupati Sorong menyatakan sejumlah poin salah satunya siap mencari dukungan di Kabupaten Sorong kepada Ganjar pada Pilpres 2024.

Pakta itu ditandatangni langsung oleh Yan Piet Mosso dan Kepala Badan Intelijen Nasional Daerah (Kabinda) Papua Barat, Brigjen TNI TSP Silaban pada Agustus 2023.

Baca juga: Korupsi Pengadaan APD Covid-19 di Kemenkes, KPK: Nilai Kontrak Rp 3,03 Triliun untuk 5 Juta Set APD

Berikut isi pakta tersebut:

1. Mendukung dan melaksanakan penuh keberhasilan program pemerintah pusat di wilayah Kabupaten Sorong.

2. Tidak melakukan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

3. Menolak sepenuhnya segala kegiatan yang bersifat separatisme serta aktivitas pergerakan Papua Merdeka di wilayah.

4. Siap mencari dukungan dan memberikan kontribusi suara pada Pilpres 2024, minimal 60 persen + 1 untuk kemenangan Ganjar Pranowo sebagai presiden Republik Indonesia di Kabupaten Sorong.

5. Bersedia menjaga kerahasiaan sepenuhnya berkaitan pembuatan pakta integritas ini.

Di sisi lain, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku tidak mengetahui adanya pakta integritas soal dukungan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso untuk kemenangan Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024.

Diketahui, lembaga Antikorupsi itu menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya pada Minggu (12/11/2023) malam.

Baca juga: Mahfud MD Komentari Wamenkumham yang jadi Tersangka Kasus Suap dan Gratifikasi, KPK Tak Pandang Bulu

KPK menangkap enam orang termasuk Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Mosso.

"Tadi ada pertanyaan terkait dengan temuan pakta integritas. Saya tidak bisa mengatakan apakah itu disita oleh KPK atau tidak karena saya belum tahu itu. Saya kalau tidak tahu, saya katakan tidak tahu," kata Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/11/2023).

Kendati demikian, Firli menyatakan akan memerintahkan tim Kedeputian bidang Penindakan untuk melakukan pengecekan adanya pakta integritas tersebut apakah turut disita dalam kegiatan tangkap tangan tersebut.

Sebab, lazimnya dokumen yang disita KPK saat OTT selalu terkait dengan perkara yang tengah diusut.

"Tapi nanti akan saya cek dari mana rekan-rekan dapat itu, apakah ada di KPK atau tidak, nanti Pak Deputi (Penindakan) yang bisa melihat dari hasil penggeledahan, penyitaan yang telah dilakukan penyidik KPK atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Penjabat Bupati Sorong," kata Firli.

Konstruksi Perkara Kasus Korupsi Pj Bupati Sorong

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sorong, Papua Barat Daya pada Minggu, 12 November 2023 malam.

Komisi Antirasuah mengamankan 10 orang dalam kegiatan tangkap tangan tim penindakan KPK itu.

Baca juga: Respon Wamenkumham setelah Ditetapkan Tersangka oleh KPK, Eddy Hiariej disebut Dinas ke Balikpapan

Sebanyak enam orang dijadikan tersangka dalam kasus itu.

Empat lainnya dilepas lantaran tidak terdapat bukti yang cukup.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, (14/11/2023).

Enam orang yang jadi tersangka yaitu Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso, Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat, staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle, Kepala Perwakilan BPK Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing, Kasubaud BPK Papua Barat Abu Hanifa, dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung.

Adapun perkara ini bermula ketika adanya pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang dilakukan BPK di wilayah Papua Barat Daya.

Dalam pemeriksaan Kabupaten Sorong, terdapat laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Efer dan Maniel selaku pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong mencoba berkomunikasi membahas masalah itu dengan Abu dan David selaku pihak BPK pada Agustus 2023.

Dua pejabat Pemkab Sorong ini merupakan kepanjangan tangan dari Yan Piet Mosso, sedangkan Abu dan David merupakan represetasi dari Patrice Lumumba Sihombing.

Baca juga: Profil Eddy Hiariej, Wamenkumham yang Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Kasus Suap dan Gratifikasi

"Adapun rangkaian komunikasi tersebut di antaranya pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada," ucap Firli Bahuri.

Kesepakatan awal, uang diberikan secara bertahap di sejumlah tempat dari Efer dan Maniel.

Yan Piet Mosso selalu Pj Bupati selalu mendapatkan laporan penyerahan dana tersebut.

Di sisi lain, Abu, dan David menyerahkannya kepada Patrice Lumumba Sihombing selaku Kepala Perwakilan BPK Papua Barat Daya.

"Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu titipan," ujar Firli.

Atas informasi dari masyarakat, KPK pun bergerak untuk melakukan tangkap tangan di Sorong dan Jakarta.

Setidaknya, Komisi Antirasuah itu menemukan uang Rp 940 juta dan satu jam tangan merek Rolex yang diyakini disiapkan untuk Kepala Perwakilan BPK Perwakilan Papua Barat Daya.

Bukti awal dalam perkara hasil tangkap tangan ini ditaksir mencapai Rp1,8 miliar.

Baca juga: Respon Wamenkumham setelah Ditetapkan Tersangka oleh KPK, Eddy Hiariej disebut Dinas ke Balikpapan

"Terkait besaran uang yang diberikan maupun yang diterima para tersangka, tim penyidik masih terus melakukan penelusuran dan pendalaman lanjutan serta tentunya akan dikembangkan dalam penyidikan," kata Firli Bahuri.

Atas perbuatannya, enam tersangka ditahan selama 20 hari pertama mulai hari ini sampai 3 Desember 2023.

Dalam kasus ini, Yan, Efer, dan Maniel sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Patrice, Abu, dan David sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. (*)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved