Buruh Bontang Demo Disnaker
Hari Ini Pembahasan UMK Bontang 2024, Abdu Safa Muha Singgung Hasil 2 Rekomendasi
Hasil pertemuan Dewan Pengupahan Kota (DPKO) Bontang menelurkan dua rekomendasi, terkait penetapan Upah Minimum Kota.
Penulis: Muhammad Ridwan | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Hasil pertemuan Dewan Pengupahan Kota (DPKO) Bontang menelurkan dua rekomendasi, terkait penetapan Upah Minimum Kota (UMK) 2024.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Bontang sekaligus Ketua DPKO, Abdu Safa Muha menjelaskan dalam rapat yang membahas penetapan UMK 2024, yang berlangsung hari ini, Senin (27/11/2023).
Menyimpulkan dua rekomendasi yang menjadi kesepakatan bersama, antara pihak pemerintah, perwakilan pengusaha dan serikat buruh. Dan hasilnya akan serahkan kepada Wali Kota Basri Rase.
Pertama, rekomendasi yang murni mengikuti perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan, dimana di nominal yang disepakati senilai Rp 3.589.414 atau naik 4,89 persen dari UKM tahun lalu Rp 3.419.108,4.
Baca juga: Studi Banding dan Diskusi IKN di Eropa, Pemisahan Kota Bisnis dan Pusat Pemerintahan
Kemudian rekomendasi kedua, mengacu pada formulasi perhitungan tambahan dengan alfa 0,50.
Hal tersebut adalah kepakatan antara perusahaan dan pihak serikat buruh dari perdebatan yang cukup panjang.
Nilainya, Rp 3.632.973,25 atau naik 6,26 persen dari UMK tahun sebelumnya.
Perlu diketahui dalam penentuan UMK mengacu pada PP 51 Tahun 2023 didapat dari perhitungan inflasi + (pertumbuhan ekonomi X indeks tertentu).
Baca juga: BREAKING NEWS: Buruh Bontang Demo Disnaker Tuntut Kenaikan UMK 15 Persen 2024
Indeks tertentu yang disimbolkan alpha ini memiliki rentan antara 0,10 sampai 0,30.
"Ini win win solution, pun demikian yang mana disetujui nanti akan diputuskan oleh pak wali, apa dua rekomendasi itu atau satu di antaranya yang kemudian diserahkan ke provinsi," kata Abdu Safa Muha.
Kesepakatan Krusial UMK Bontang 2024
Menurut Abdu Safa Muha, dua hal tersebut sama-sama memiliki dampak.
Jika rekomendasi pertama yang disetujui tentu akan menjadi bola panas bagi para buruh. Walaupun angka Rp 3,5 juta sudah naik sekitar 4 persen.

Sementara pilihan kedua, ada resiko pelanggaran dalam menjalankan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Maka dari itu, hal ini butuh kajian hukum.
"Yang krusial memang di pembahasan alfa di PP 51 tadi, karena sudah diatur batas minimal dan maksimalnya. Ini lah, yang perlu dikaji secara hukum," beber Abdu Safa Muha.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.