Berita Berau Terkini

Mencari Jejak Orangutan di Hutan Mayong Merapun Berau, Hutan Alam di Tengah Kebun Sawit PT TAP

PT Triputra Agro Persada sengaja mengajak Tribunkaltim.co dan sejumlah jurnalis lain menyusuri Hutan Mayung Merapun

Penulis: Ibnu Taufik Jr | Editor: Samir Paturusi
TRIBUNKALTIM.CO/IBNU TAUFIK JUWARIYANTO
KANTONG SEMAR- Sejumlah jurnalis tengah mengamati tumbuhan Kantong Semar yang tumbuh di Hutan Mayong Merapun, Kamis (30/11/2023).TRIBUNKALTIM.CO/IBNU TAUFIK JUWARIYANTO 

TRIBUNKALTIM.CO, BERAU - Berjarak 12 jam dari Samarinda ke arah Berau dan empat jam dari arah Berau ke arah sebaliknya, kita bisa menemukan Hutan Mayong Merapun.

Hutan seluas 600 Ha ini adalah bagian dari Konsesi Kebun kelapa sawit yang dikelola oleh PT Triputra Agro Persada yang sengaja dibiarkan alami tetap menjadi hutan sebagai bagian dari konservasi.

Kamis (30/11/2023) lalu, PT Triputra Agro Persada sengaja mengajak Tribunkaltim.co dan sejumlah jurnalis lain menyusuri Hutan Mayung Merapun.

Butuh setidaknya dua jam untuk menyusuri hutan seluas 600 Ha yang tampak masih alami tersebut.

Berada persis di pintu masuk jalur masuk ke hutan, kita akan disambut oleh keberadaan Anggrek Tebu atau yang juga dikenal sebagai Anggrek Macan Hutan persis di mulut hutan.

Baca juga: Anggrek Jenis Baru Diberi Nama Dendrobium Ganjar Pranowo, Maknanya Indah, Mewah dan Penuh Cinta

Baca juga: BKSDA Kaltim Sarankan Konservasi Ex Situ untuk Buaya Riska

Keberadaan Anggrek Tebu ini menjadi penanda bahwa ekosistem yang ada di sekitarnya masih alami.

Didampingi Ridwansyah, warga asli Kampung Merapun yang akhirnya dipercaya oleh PT Triputra Agro Persada (TAP) untuk merawat dan menjaga Hutan Mayong Merapun, tujuh jurnalis termasuk Tribunkaltim.co menyusuri sebagian kecil Hutan Merapun yang luasnya mencapai 600 Ha ini.

Dengan cakap dan ramah, Ridwansyah menceritakan seluk beluk tentang Hutan Merapun yang kini menjadi tanggungjawabnya. Secara fasih, Ridwansyah bisa bercerita tentang flora-fauna yang ada di Hutan Merapun.

Paling bersemangat adalah ketika Ridwansyah bercerita tentang keberadaan Orangutan di Hutan Mayong.

“Hanya sesekali kita bisa melihatnya, namun jejak-jejaknya bisa kita lihat dan terus kita data sehingga kita punya gambaran tentang areal pergerakan primata dilindungi tersebut. Jejak-jejak itu berupa sarang yang ditinggalkan,” kata Ridwansyah.

ORANGUTAN – Seorang jurnalis didampingi pemandu tengah mengamati keberadaan sarang Orangutan di Hutan Mayong Merapun, Kamis (30/11/2023).TRIBUNKALTIM.CO/IBNU TAUFIK JUWARIYANTO
ORANGUTAN – Seorang jurnalis didampingi pemandu tengah mengamati keberadaan sarang Orangutan di Hutan Mayong Merapun, Kamis (30/11/2023).TRIBUNKALTIM.CO/IBNU TAUFIK JUWARIYANTO (TRIBUNKALTIM.CO/IBNU TAUFIK JUWARIYANTO)

Dijelaskan lagi oleh Ridwansyah bahwa Orangutan adalah ‘makluk kaya’ karena dia bisa bikin sarang setiap hari.

“Kalua kita bikin rumah untuk kita tinggali, tapi Orangutan itu lebih kaya, karena mereka bikin rumah setiap mau tidur,” kelakar Ridwansyah.

Selain orangutan, ratusan fauna dan flora juga terus diidentifikasi dan dicatat oleh pengelola Hutan Mayong Merapun ini.

“Kita terus melakukan pendataan karena PT TAP memang mendedikasikan Hutan Mayong ini selain sebagai bagian dari konservasi juga bagian dari edukasi dan penelitian,” kata Sarmin, Estate Manager I PT TAP yang ikut mendampingi rombongan melakukan susur Hutan Mayong.

Dari Sarmin juga kita mendapat penjelasan bahwa Hutan Mayong merapun sebenarnya menjadi bagian dari 8.000 Ha lahan konsesi kelapa sawit yang dikelola PT TAP.

Membiarkan Hutan Mayong tetap menjadi hutan adalah pilihan PT TAP sebagai bukti peran serta mereka menjaga kelestarian lingkungan.

“Jika ditanya potensi ketika Kawasan ini juga ditanami tentu secara ekonomi menguntungkan. Namun kami merasa memiliki nilai yang bukan angka aqrtinya material yang jauh lebih menguntungkan dengan tetap membiarkan Kawasan Hutan Mayung menjadi hutan,” kata Sarmin.

Secara praktis, Sarmin menjelaskan, dengan tetap membiarkan 600 Ha lahan tersebut menjadi hutan, maka PT TAP menyediakan rumah dan habitat bagi Orangutan dan hewan lain untuk berada di habitat aslinya dan itu tidak mengganggu kebon yang dikelola.

“Itu praktisnya, jadi Orangutan tidak akan masuk ke kebon. Namun di luar itu tentu ada keuntungan lain yang bukan nominal yang kita peroleh dengan memelihara dan membiarkan Hutan Mayong tetap alami. Ini adalah bagian dari investasi kita untuk ikut andil memelihara kelestarian alam,” kata imbuh Sarmin.

Orkestra alam

Pertanyaan kenapa harus mengenakan sepatu akhirnya terjawab ketika kita mulai masuk ke dalam hutan. Sepanjang sekira dua jam perjalanan, kita akan melewati trek yang masih alami, dimana jalur yang kita injak rata-rata adalah tumpukan daun dan ranting setebal sekira 10 sentimeter yang tengah berproses dalam pembusukan secara alamiah.

Sepatu yang dikenakan akan mengurangi efek licin dari proses alami pembentukan vegetasi bawah di Hutan Mayong.
Nyaris tidak ada penunjuk jalan di trek yang dilalui, kecuali penanda nama yang mencatat jenis pepohonan di sepanjang jalur.

“Untuk beberapa titik, sudah disiapkan jalur khusus berupa bantuan untuk memudahkan kita lantaran medannya naik atau menurun. Selebihnya kita biarkan alami kecuali memang pelat penanda akan jenis pepohonan yang sudah kita identifikasi,” kata Ridwansyah.

Masuk lebih dalam ke hutan, kita melihat canopi hutan yang nyaris tertutup sehingga minim cahaya matahari bisa menembus ke vegetasi bawah.

Hutan yang lembab dengan kondisi lapisan bawah yang basah membuat pengunjung bisa membayangkan kondisi asli hutan tropis Kalimantan yang sesungguhnya.

Di dalam Hutan Mayong Merapun yang lokasinya sekira 12 jam perjalanan dari Samarinda dan atau 4 jam dari arah Berau ini kita juga bisa mendengar suara serangga, burung dan hewan berpadu dengan dahan dan ranting yang saling bergesekan sehingga menciptakan orchestra alam.

Di ujung pintu keluar hutan, Ridwansyah menjelaskan kembali tentang fungsi Hutan Mayong yang dipercayakan PT TAP untukia rawat. Menurutnya 600 Ha Hutan Mayong ini tidak berdiri sendiri.

Luasan 600 Ha ini semata-mata hanya luasan yang masuk ke PT TAP. Sementara Hutan Mayong ini juga berbatasan dengan hutan alam dengan luasan yang lebih yang kebetulan masuk ke wilayah konsesi PT General Aura Semari (masih grup PT TAP) yang juga dibiarkan tetap menjadi hutan.

“Sebenarnya secara luasan memang lebih dari 600 Ha, hanya luasan itu yang memang focus untuk kitajaga. Hutan Mayong ini berbatasan dengan kawan konsesi milik perusahaan lain yang kebetulan juga memilih untuk membiarkan Kawasan itu tidak ditanami sawit,” kata Ridwansyah.

Baca juga: Kisah Kesuksesan Konservasi Pesut Mahakam di Kukar Besutan PHM

Sebagai warga Merapun, Ridwansyah mengaku senang dipercaya oleh perusahaan dan memiliki tugas khusus menjaga hutan.

“Saya kira, dengan tugas saya merawat Hutan Mayong, saya adalah bagian tak terpisahkan dari PT TAP. Hanya saja ketugasan saya tidak di kebon sawit, tapi menjaga hutan di sekitarnya, dan saya merasa senang dan menikmati pekerjaan ini,” kata Ridwansyah. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved