Sejarah 25 Januari: Jatuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah dalam Pertempuran Zab

TRIBUNKALTIM.CO - Sejarah 25 Januari mengingatkan kita pada momen 1.274 tahun lalu, tepatnya tahun 750 Masehi, kala kekhalifahan Bani Umayyah dijatuhkan oleh pemberontak Abbasiyah dalam pertempuran dasyat bernama Pertempuran Zab.

Pertempuran ini terjadi di wilayah Zab di Irak pada abad ke-8.

Pertempuran Zab pertama dan kedua melibatkan pasukan Abbasiyah dan Umayyah dalam perjuangan untuk mendapatkan kawalan politik dan pemerintahan di dunia Islam.

Pertempuran Zab yang pertama terjadi pada tahun 750 M merupakan pertempuran penting yang mengakhiri pemerintahan Umayyah dan membawa Abbasiyah ke tampuk pemerintahan di dunia Islam.

Pasukan Abbasiyah yang dipimpin oleh Abu al-'Abbas al-Saffah berhadapan dengan pasukan Umayyah yang dipimpin oleh Khalid ibn al-Walid, yang merupakan seorang cucu dari Khalifah Umayyah terakhir, Marwan II.

Baca juga: Sejarah 23 Januari: Meninggalnya King Abdulllah Raja Arab Saudi, Tepat 9 Tahun yang Lalu

Pertempuran ini menyaksikan kemenangan telak bagi pasukan Abbasiyah, dan ini membuka jalan untuk pendirian Khalifah Abbasiyah yang baru.

Pertempuran Zab yang kedua terjadi pada tahun 770 M, beberapa waktu setelah pasukan Abbasiyah menghadapi pemberontakan di wilayah tersebut.

Khalifah Al-Mansur, penguasa Abbasiyah ketika itu, menghancurkan pemberontakan tersebut dan menstabilkan kawasan.

Pertempuran ini bukanlah peristiwa sejarah yang sebesar pertempuran pertama, tetapi tetap memainkan peranan dalam sejarah awal dinasti Abbasiyah.

Mengapa Pertempuran Zab Bisa Terjadi?

Pertempuran Zab pertama terjadi karena faktor-faktor politik dan sosial yang mempengaruhi dunia Islam pada masa itu.

Beberapa faktor kunci yang menyebabkan pertempuran ini antara pasukan Abbasiyah dan Umayyah melibatkan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Umayyah dan dukungan yang meningkat bagi kelompok-kelompok yang ingin melihat perubahan politik.

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan Pertempuran Zab pertama:

1. Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Umayyah: Pemerintahan Umayyah dianggap otoriter dan tidak adil oleh sebagian besar masyarakat. Beberapa kelompok di masyarakat mengalami ketidakpuasan terhadap sistem politik dan sosial yang diterapkan oleh Umayyah.
2. Perlawanan terhadap kekuasaan sentral: Adanya perlawanan terhadap otoritas pusat yang dipegang oleh kelompok elit di Kekhalifahan Umayyah. Beberapa fraksi dan kelompok lokal menginginkan lebih banyak otonomi dan hak untuk mengelola wilayah mereka sendiri.
3. Dukungan untuk keluarga Al-Abbas: Ada dukungan yang signifikan untuk keluarga Al-Abbas, terutama Abu al-'Abbas al-Saffah, yang merupakan pemimpin kelompok Abbasiyah. Keluarga ini mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok, termasuk kelompok yang kecewa terhadap pemerintahan Umayyah.
4. Ketidakstabilan internal Umayyah: Pada saat itu, Kekhalifahan Umayyah menghadapi masalah internal, termasuk pemberontakan dan konflik di antara kelompok elitnya sendiri. Ketidakstabilan ini memudahkan pergerakan kelompok-kelompok oposisi.

Baca juga: Sejarah 24 Januari: Pembunuh Berantai Ted Bundy Dieksekusi Mati di Kursi Listrik, Otaknya Diteliti

Pertempuran Zab kedua pada tahun 770 M terjadi sebagai hasil dari pemberontakan dan ketidakpuasan internal di wilayah Abbasiyah, yang kemudian berhasil ditumpas oleh Khalifah Al-Mansur.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun Abbasiyah telah mengambil alih kekuasaan, tetap ada tantangan internal yang perlu diatasi untuk menjaga stabilitas dan kendali politik.