Berita Kaltim Terkini

Tantangan Pangan Kaltim di IKN, Pj Gubernur Akmal Malik: Optimalkan Lahan Percepat Tranformasi

Pemerintah Provinsi Kaltim bersama Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP)

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY
TRANSFORMASI PANGAN - Pj Gubernur Akmal Malik kini terus mengembangkan transformasi pangan, dalam rangka membangun ketahanan pangan di wilayah Kaltim. Selain green house, ada pula optimalisasi lahan eks tambang agar bisa lebih produktif.TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD FAIROUSSANIY 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pemerintah Provinsi Kaltim bersama Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru-baru ini bersepakat mengembangkan sistem pertanian modern.

Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur Akmal Malik juga mengatakan hal ini dalam rangka membangun ketahanan pangan di wilayah Kaltim.

"Kami yakin kontribusi teman-teman swasta, pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, kita akan bisa membangun ketahanan di Kaltim," sebutnya, Jumat (26/1/2024).

Tentu adanya Ibu Kota Negara (IKN) di Bumi Etam menjadi tantangan bagi Kaltim dalam mempersiapkan adanya migrasi penduduk besar-besaran serta dalam pemenuhan pangan.

Transformasi ketahanan pangan menjadi prioritas bagi Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik.

Baca juga: Polda Kaltim Temui Jalan Buntu, Penyelidikan Kasus Dugaan Pemalsuan 22 IUP di Kaltim Dihentikan

Baca juga: Kasus IUP Palsu di Balikpapan Terkesan Mandek, Polisi Tidak Temukan Dokumen Aslinya

Ia mengajak untuk memanfaatkan lahan yang tersedia, guna memastikan ketersediaan bahan pokok di wilayah ini, sehingga tidak perlu mengandalkan pasokan dari luar Kaltim.

Kaltim, memiliki sepuluh kabupaten dan kota yang kaya akan sumber daya lahan pertanian, perikanan, kelautan, kehutanan dan perkebunan.

"Kami harapkan bupati dan walikota bisa memaksimalkan lahan-lahan yang ada, termasuk lahan-lahan bekas tambang," ujar Akmal Malik.

Dengan pengelolaan yang optimal, Akmal yakin Kaltim bisa meningkatkan produksi dan mencapai kemandirian pangan.

"Kami tidak ingin lagi bergantung pada daerah luar Kaltim untuk memenuhi kebutuhan pokok," katanya.

Sekarang ini, Akmal Malik mengakui bahwa Kaltim masih mengimpor kebutuhan pangan seperti sayur-sayuran dari Sulawesi Selatan atau dari Pulau Jawa.

Namun kondisi ini menurutnya, tidak menguntungkan, karena ketika cuaca buruk, maka pasokan (pengiriman) akan terganggu dan menyebabkan inflasi di wilayah ini.

Oleh karena itu, Akmal meminta para kepala daerah dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama perusahaan untuk memaksimalkan lahan-lahan pertanian.

"Termasuk lahan-lahan bekas tambang bisa dibuat green house,” tegasnya.

Akmal Malik menyampaikan bahwa lahan-lahan bekas tambang di Kaltim sangat luas dan berpotensi, sehingga sangat cocok untuk dijadikan kawasan pengembangan pertanian.

Bagi Akmal, isu yang sangat penting di Kaltim adalah transformasi ekonomi sektor ketahanan pangan, khususnya dengan menggunakan teknologi pertanian modern.

Baca juga: Pansus Investigasi Pertambangan Soal 21 IUP Palsu, Ada Indikasi Keterlibatan ASN dan Mantan Pegawai

"Penanaman dan panen bisa direncanakan dengan pengembangan greenhouse, serta tidak dipengaruhi musim seperti pertanian tradisional,” paparnya.

Kebutuhan pangan di Kaltim bakal semakin besar, sejalan dengan rencana pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta ke IKN Nusantara.

Penduduk IKN diperkirakan mencapai 488.049 jiwa pada tahun 2024, dan akan terus bertambah hingga 1.911.988 jiwa pada tahun 2045.

"Dengan mempertimbangkan perpindahan penduduk ke IKN tersebut di atas, penduduk Kalimantan Timur diperkirakan mencapai 4.046 juta pada tahun 2024 dan mencapai 5.128 juta pada tahun 2030," jelas Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim Budi Widihartanto kepada awak media.

Ia menambahkan, hal ini akan mempengaruhi permintaan pangan di Kaltim, yang sebagian besar masih mengandalkan pasokan dari luar daerah atau impor.

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan Bank Indonesia.

10 komoditas pangan strategis, hanya 4 yang dapat diproduksi secara mandiri oleh Kaltim, yakni daging ayam, cabai merah, ikan layang dan daging sapi.

Sisanya, seperti beras, telur ayam, minyak goreng, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih, masih mengandalkan diimpor dari provinsi lain di Pulau Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara.

Bahkan dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.

Budi menjelaskan, kondisi ini menimbulkan risiko ketidakstabilan ekonomi, terutama inflasi, jika terjadi gangguan pada pasokan pangan.

“Data historis menunjukkan bahwa komoditas pangan merupakan penyumbang terbesar dari inflasi di Kalimantan Timur,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kebijakan penyediaan bahan pangan menjadi kunci keberhasilan pengendalian inflasi di daerah ini.

Di sisi lain, pemindahan ibu kota negara juga membuka peluang bagi Kaltim guna mengembangkan sektor pertanian dan perikanan, sebagai salah satu sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya infrastruktur dan fasilitas yang lebih baik, diharapkan para petani dan nelayan dapat meningkatkan kualitas dan nilai tambah produknya.

"Tentunya juga menjangkau pasar yang lebih luas," pungkas Budi. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved