Pemilu 2024

Di Unmul Samarinda Prof. Aswin Sebut Jokowi Presiden Indonesia, Bukan untuk Anak dan Keluarga

Di Unmul Samarinda Prof. Aswin Sebut Jokowi Presiden Indonesia, Bukan untuk Anak dan Keluarga

|
Penulis: Ias | Editor: Mathias Masan Ola
Tribun Kaltim
Kalangan sivitas akademika dari pelbagai kampus di Indonesia ramai-ramai mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi, termasuk dari Unmul Samarinda. 

Laporan TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Di Unmul Samarinda Prof. Aswin Sebut Jokowi Presiden Indonesia, Bukan untuk Anak dan Keluarga.

Universitas Mulawarman Samarinda di Kalimantan Timur merespons sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai kalangan Civitas Akademika di beberapa kampus Indonesia tidak netral dalam Pemilu 2024.

Prof Aswin, guru besar Fakultas Pertanian Unmul Samarinda yang membacakan pernyataan sikap menyatakan Presiden Jokowi untuk rakyat Indonesia, bukan untuk anak dan keluarga.

Baca juga: Koalisi Dosen Unmul Samarinda Nyatakan Sikap Selamatkan Demokrasi

penyataan sikap
Penyataan sikap Civitas Akademika Unmul Samarinda (Mohammad Fairoussaniy)

"Jokowi adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan Presiden untuk anak dan keluarganya," tegasnya membacakan pernyataan sikap.

Pernyataan Sikap Civitas Akademika Universitas Mulawarman (Unmul) oleh seluruh masyarakat di kampus tersebut digelar di Lapangan Rektorat, Rabu (7/2/2024).

Tampak beberapa dosen dan jajaran Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unmul ikut hadir.

Pernyataan sikap ini disampaikan merespons sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai kalangan civitas akademika di beberapa kampus Indonesia termasuk Unmul tidak netral dalam Pemilu 2024.

Para civitas dan masyarakat kampus Unmul berharap pemilu tetap berjalan jujur dan adil.

Baca juga: Ketika Demokrasi Berantakan, Akademisi Unmul Samarinda Minta Milenial Siapkan Diri

Pembacaan pernyataan sendiri dipimpin oleh Guru Besar Pertanian Unmul Prof. Aswin dan beberapa dosen dari Fakultas Hukum, Fisip, Ekonomi, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.

"Tujuan utamanya kita ingin Pemilu kali ini jujur, adil, dan bersih. Supaya pemilu kita legitimate, jangan sampai membawa masalah di kemudian hari. Hari ini seluruh fakultas ikut menyatakan sikap," tegas Prof. Aswin ditemui.

Para mahasiswa yang hadir akan dilibatkan juga ke depan pada Pemilu 2024 bertujuan untuk mengawasi pesta demokrasi yang akan diselenggarakan 14 Februari mendatang.

Prof. Aswin menegaskan, mahasiswa Unmul menjadi relawan Pemilu dan memastikan agar Pemilu berjalan sesuai mekanisme dan aturan berlaku.

"Fakultas hukum ada 62 mahasiswa, fakultas lain ada yang 100, Insya Allah bisa dijangkau. Mengawasi dari TPS yang ada, lalu mengajak masyarakat agar berani menyuarakan jika terjadi kecurangan," tukasnya.

Baca juga: Jokowi Dikritik Akademisi UGM hingga UI, Ini Sikap Anies, Muhaimin, Ganjar, dan Mahfud MD

Presiden Jokowi Diminta Netral di Pemilu 2024

Dalam pernyataan sikap Civitas Akademika Unmul, Prof. Aswin membacakan beberapa poin dimana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) salah satunya diminta bersikap netral pada Pemilu 2024.

Para pihak meminta demokrasi di Indonesia diselamatkan, dan menghentikan tindakan serta segala keputusan yang mencederai demokrasi.

"Presiden tidak boleh memihak, stop langkah politik yang hanya ditujukan untuk kepentingan dinastinya. Jokowi adalah Presiden seluruh rakyat Indonesia, bukan Presiden untuk anak dan keluarganya," tegasnya membacakan pernyataan sikap.

Kemudian, meminta kepada seluruh aparatur negara agar bersikap netral dan tidak memihak dalam momentum elektoral 2024 ini.

"Mereka dibayar dari pajak-pajak rakyat, oleh karena itu harus mengabdi untuk kepentingan rakyat banyak, bukan kepada elit politik, golongan dan kelompok tertentu," sambung Prof. Aswin.

Baca juga: Susul UGM, Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin Deklarasikan Unhas Bergerak Untuk Demokrasi

Kekuasaan tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kelompok tertentu, termasuk mempolitisasi bantuan sosial atau bantuan pangan untuk memenangkan calon tertentu.

"Menyerukan kepada seluruh akademisi dan kelompok intelektual lainnya untuk terlibat secara luas dan masif dalam menjaga demokrasi kita," tandas Prof. Aswin

Dosen Fakultas Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah juga turut menambahkan terkait kritik kepada Presiden Jokowi dari kalangan kampus yang kini tengah bergulir.

Menurut pria yang akrab disapa Castro ini, bahwa pihak istana yakni Presiden sendiri dibantu oleh staf-nya dan Menteri-nya kembali merespons apa yang kini dilakukan para civitas akademika.

"Apa yang disampaikan istana yang seolah-olah ingin membusukkan gerakan teman-teman di kampus ini, dengan mengatakan bahwa gerakan partisan dan ditunggangi atau sebagainya, bentuk respons ini menggambarkan kekuasaan panik atas aksi teman-teman ini, kita akan terus sampaikan pesan dan kritik ke pemerintah," tegas Castro.

Baca juga: Kritik UGM untuk Jokowi, dari BEM KM UGM sebut Alumni Paling Memalukan, Terkini Petisi Bulaksumur

Istana itu Bebal 'Punya Telinga tetapi Tidak Bisa dengar Keluhan Publik'

Tekanan yang bergulir juga diduga sampai melibatkan aparat penegak hukum (APH) yang mendatangi rektor-rektor untuk meminta membuat testimoni terkait pemerintahan Jokowi yang berjalan baik.

"Sampai sejauh ini belum (ada tekanan) tetapi memang, ada juga yang terpengaruh karena pihak istana yang menegaskan bahwa ini gerakan partisan dan ditunggangi. Misal, ada polisi yang mendatangi rektor-rektor untuk membuat testimoni juga," tukasnya.

Castro menegaskan, pihak istana yang malah menuding balik gerakan kampus ini, tentu dilihatnya bahwa pemerintah sangat anti kritik.

"Presiden atau istana mau mendengar mestinya terbuka dengan kritik. Tetapi selama ini istana seolah-olah bebal, seperti punya telinga tetapi tidak mendengar apa yang jadi keluhan publik.

Kalau istana akomodatif, pasti mendengar seluruh keluhan publik," kritiknya.

 

Potensi Pelanggaran Pemilu Ada tapi Presiden Menabrak Aturan

Begitu pula dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unmul, Saiful dari analisanya mengungkapkan bahwa potensi pelanggaran sangat kuat terjadi.

Mengapa demikian? Menurutnya, potensinya besar melihat posisi incumbent yang tidak terkendali, sudah diluar batasan normal.

Presiden Jokowi, bukan lagi peserta Pemilu, mestinya membuat kebijakan tidak parsial, berdiri di seluruh kelompok golongan.

"Para akademisi melihat dari jauh, mengingatkan. Di ujungnya ternyata kok tidak berpengaruh, kita berkumpul seperti ini, jangan direspons sepele," ujarnya.

Presiden yang jadi pejabat publik, secara substansi bukan milik perorangan atau suatu golongan saja.

 

Melihat perkembangan terbaru, sudah banyak diingatkan bahwa pejabat publik harus netral, meski salah satu pasal menyebutkan bahwa boleh berkampanye, tetapi itu bukan tunggal karena ada di sebuah aturan PP nomor 14 tahun 2009.

Ada persyaratan yang mengatur, dan ketentuan menyebut Presiden bisa berkampanye kalau peserta Pemilu atau incumbent.

Kebijakan dalam masa kampanye dan Pemilu ini, sebetulnya tidak boleh berpihak pada salah satu paslon, ini yang membuat kampus tergerak dan terpanggil untuk menyatakan sikap termasuk di Unmul.

"Kalau dilihat dari sisi norma, ada UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu di dalamnya ada pasal 547 memberikan batasan untuk pejabat negara tidak boleh membuat program, serta berpihak pada salah satu calon," tegasnya.

Sebagai informasi, Pasal 547 (dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang menyatakan bahwa) setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan, dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved