Pilpres 2024
Dirty Vote Trending, 3 Pakar Hukum Ungkap Dugaan Kecurangan Pemilu 2024, Respons TKN Prabowo-Gibran
Film Dirty Vote trending X. 3 pakar hukum ungkap dugaan kecurangan Pemilu 2024 di era Pemerintahan Jokowi. Respons TKN Prabowo-Gibran
Penulis: Aro | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
Politikus Partai Gerindra itu mengkritik keterangan Feri Amsari tentang penunjukkan 20 pj. kepala daerah terkait pemenangan paslon tertentu.
Habiburokhman mempertanyakan bagaimana kepala daerah bisa memastikan pilihan politik warganya.
"Itu kan narasi yang sangat spekulatif yang lemah secara argumen, makanya jauh dari ilmiah. Saya ragukan dia (Feri Amsari) ini doktor apa bukan?
Emang bukan doktor? Oh, belum. Pantas juga, jadi ilmunya belum sampai di tingkatan yang filosofis,” katanya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu pun mempertanyakan keterangan Bivitri Susanti tentang kecurangan pemilu yang disebutnya tidak melampirkan bukti dan status pelaporan.
Habiburokhman juga mempertanyakan keterangan Zainal Arifin Mochtar tentang keterlibatan kepala desa.
"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat.
Namun, kalau kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” katanya.
Link Nonton Dirty Vote
Film Dirty Vote persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tersebut yang membintangi film ini.
Di Dirty Vote, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.
Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data.
Baca juga: PDIP Sudah Tak Malu-malu Serang Kebijakan Jokowi hingga Pilpres 2024 yang Berpotensi Curang
Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.
Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.