Sejarah
Sejarah 7 Maret: Kecelakaan Pesawat Garuda Indonesia di Bandara Adisutjipto, 21 Orang Tewas
Sejarah 7 Maret mengingatkan kita pada tragedi nahas pesawat Garuda Indonesia yang menewaskan 21 orang.
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
TRIBUNKALTIM.CO - Sejarah 7 Maret mengingatkan kita pada tragedi nahas pesawat Garuda Indonesia yang menewaskan 21 orang.
Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-200 terbakar di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta.
Saat itu, pesawat Garuda Indonesia GA-200 ini mengalami guncangan hebat sebanyak dua kali saat mendarat.
Baca juga: Sejarah 6 Maret: Klub Real Madrid Asal Spanyol Didirikan Para Mahasiswa, Tepat 122 Tahun yang Lalu
Baca juga: Sejarah 5 Maret: Meninggalnya Hugo Chavez, Pemimpin Kudeta yang Menumbangkan Presiden Venezuela
Baca juga: Sejarah 3 Maret: Peristiwa Tiga Maret Berlangsung di Sumatera Barat Tepat 77 Tahun yang Lalu
Guncangan ini disusul dengan percikan api dari roda depan.
Pesawat pun turun dan naik tanggul sedalam 3 meter.

Kondisi ini membuat pesawat Garuda, Boeing 737/400 dengan nomor penerbangan GA-200 ini hancur setelah terbakar dan meledak.
Baca juga: Sejarah 26 Februari: Timnas Indonesia Menjadi Juara Piala AFF U-22 untuk Pertama Kalinya
Kronologi Kejadian
Tanggal 7 Maret 2007, pesawat Garuda Indonesia GA-200 dengan rute Jakarta-Yogyakarta lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta pukul 06:00 WIB.
Kemudian, Pesawat mengalami kecelakaan sekitar pukul 07:05 WIB di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta.
Saat sedang melakukan pendaratan, roda depan pesawat menyentuh landasan pacu, tiba-tiba muncul percikan api dan asap.
Saat itu, percikan api masih kecil.
Namun, percikan api dari roda depan pesawat dengan pilot M Marwoto dan kopilot Budiman ini semakin membesar dan disertai kepulan asap.
Setelah keluar dari landas pacu, pesawat melewati lapangan rumput, menuruni tanggul sedalam tiga meter dimana di bawah tanggul dipasang pagar besi setinggi satu setengah meteran.
Pesawat lalu melewati got selebar 50 sentimeter, pemisah jalan (divider) setinggi 30 sentimeter selebar satu meter, turun ke jalan raya dua arah masing-masing selebar enam meter dengan divider selebar 1,5 meter.
Pesawat kemudian melanggar got kecil, menabrak pagar berduri dan menanjak lagi ke tanggul luar setinggi 3 meter sebelum kedua mesin di kiri-kanan sayap pesawat terlepas.
Di lahan kebun kacang itu, pesawat pun berhenti dalam kondisi terbakar dan sesaat kemudian terjadi ledakan besar.
Puluhan awak berhamburan ke arah ujung landasan, termasuk sejumlah mobil pemadam kebakaran dan ambulans.
Sekitar dua atau tiga menit dari saat mendarat, terdengar letusan keras dan pesawat pun diselimuti api.
Baca juga: Sejarah 27 Februari: Badan Penyehatan Perbankan Nasional Dibubarkan Megawati Soekarnoputri
Penyebab Kecelakaan
Dari hasil pembacaan rekaman data penerbangan, kecepatan pesawat berada di atas 130 knot dengan posisi flap hanya 5 derajat.
Keterangan tersebut merupakan salah satu fakta yang diungkapkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam laporan hasil investigasi awal kasus kecelakaan ini.
Menurut KNKT, kemiringan pesawat saat mendarat juga terlalu curam.
Akibatnya, pesawat gagal berhenti pada landasan pacu 09, meluncur melewati batas ujung landasan sehingga pesawat menabrak pagar besi bandara.
Dua mesin dan dua roda pendarat utama terlepas dari pesawat dan pesawat tetap dalam keadaan meluncur dengan kecepatan cukup tinggi.
Pesawat berhenti di persawahan dan timbul api yang cepat dengan besar.
Fakta lainnya, FDR yang ada dalam GA-200 diperuntukkan bagi pesawat non-EFIS (Electronic Flight Information System).
Sementara pesawat itu menggunakan FDR EFIS.
Namun, saat itu, investigasi mendalam disebut perlu dilakukan lagi.
Dari hasil investigasi ini, KNKT menyampaikan rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.
Baca juga: Sejarah 23 Februari: Hari Internasional Memerangi Bullying, Berikut Cara Mencegahnya di Sekolah
Jumlah Korban yang Tewas
Kejadian ini menewaskan setidaknya 21 orang penumpang di dalamnya, termasuk seorang tokoh, mantan rektor Universitas Gadjah Mada, Koesnadi Hardjasoemantri.
Jenazah para korban ditemukan hangus di bangkai pesawat dan dievakuasi untuk diperiksa oleh Tim Laboratorium Forensik Rumah Sakit Umum Dr Sardjito, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sementara, pasien yang selamat adalah termasuk Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu, H Din Syamsuddin yang berada satu deret dengan Koesnadi.
Pilot Divonis 2 Tahun
Majelis hakim yang dipimpin Sri Andini menilai, Marwoto bersalah melakukan tindak pidana karena kelalaiannya menyebabkan pesawat tidak dapat dipakai, atau rusak, yang mengakibatkan matinya orang dan menimbulkan bahaya bagi orang lain sesuai dengan Pasal 479 G (b) dan 479 G (a) KUHP.
Marwoto alpa karena tidak mengkomunikasikan permasalahan yang dihadapinya saat persiapan mendaratkan pesawat Boeing 737-400 itu kepada kopilot Gagam Saman Rochmana.
Dalam persidangan sebelumnya, Marwoto mengatakan ada masalah di ketinggian sekitar 4.000 kaki (1.220 meter) saat akan mendarat.
Kemudi pesawat tidak bisa dikendalikan akibat ada peralatan yang macet dan membuat pesawat turun dengan cepat.
Namun, Marwoto tidak memberitahukan adanya gangguan itu kepada kopilot Gagam.
Kegagalan koordinasi itulah yang dinilai hakim membuat dampak kecelakaan pesawat tidak bisa diminimalkan.
Setelah menjalani rangkaian sidang selama hampir 8 bulan, pilot pesawat Garuda Indonesia, M Marwoto Komar akhirnya divonis dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman.
Captain Marwoto Komar sendiri merupakan lulusan PLP Curug 1985 yang langsung direkrut oleh Garuda.
Ia sudah mengantongi jam terbang sekitar 12.000 jam sebelum mengalami nasib naas di Bandara Adisucipto bersama dengan pesawat yang diterbangkannya. (*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.