Berita Nasional Terkini

Berlaku Mulai 2025, Terjawab Sudah PPN 12 Persen Berlaku Kapan dan Dampak untuk Masyarakat

Terjawab sudah ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat, berlaku efektif mulai 2025.

Editor: Doan Pardede
Kompas.com/Dian Erika
PPN 12 PERSEN - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/11/2023). Terjawab sudah ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat, berlaku efektif mulai 2025. 

TRIBUNKALTIM.CO - Terjawab sudah ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat, berlaku efektif mulai 2025.

Ulasan seputar ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat masih terus menjadi sorotan.

Pemerintah memastikan, ketentuan mengenai kenaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025 tetap berlaku.

Kepastian itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Baca juga: Tak Hanya Rumah, Beli Kendaraan Listrik Bernomor Polisi IKN Nusantara Tak Kena PPn

Airlangga mengatakan, berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dan diterbitkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN, bakal dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya.

 Menurut dia, masyarakat telah memilih untuk mendukung keberlanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi, sehingga ketentuan kenaikan PPN tetap dilaksanakan.

"Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan," kata dia, dalam gelaran Media Briefing, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

"Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN," sambung Airlangga.

Lebih lanjut Airlangga bilang, pemerintah saat ini masih menunggu hasil resmi pemilihan umum presiden (pilpres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebelum melanjutkan pembahasan APBN 2025.

Dalam perumusan APBN tersebut baru akan dibahas secara detail mengenai program-program pemerintah yang dijalankan pada tahun depan.

"Program yang perlu masuk ke dalam APBN adalah program yang akan dijalankan oleh pemerintah mendatang," ucapnya seperti dilansir Kompas.com di artikel berjudul "Menko Airlangga Pastikan PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen Tahun Depan".

Sebagai informasi, ketentuan mengenai kenaikan PPN menjadi 12 persen diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Lewat aturan tersebut, pemerintah sebelumnya telah melakukan penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen pada 2022.

Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto.
PPN 12 PERSEN - Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto. Terjawab sudah ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat, berlakuu efektif mulai 2025.(SESNEG)

Dalam UU itu diamanatkan, tarif PPN dinaikan menjadi 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.

Namun, pemerintah masih bisa menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dengan pertimbangan tertentu.

Merujuk pada Pasal 7 ayat (3), tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi sebesar 15 persen.

Dampak Buruk ke Masyarakat

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad pernah mengatakan, bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan berdampak kepada penurunan daya beli masyarakat, terutama masyarakat bawah.

Selain itu, beberapa sektor ritel juga ikut akan terdampak dari kenaikan tarif PPN tersebut.

Berdasarkan studi yang pernah dilakukan Indef saat kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan dan beberapa sektor akan tertahan bahkan menurun.

"Gejalanya akan sama seperti itu. Artinya, oke penerimaan negara bisa naik, tetapi pertumbuhan ekonomi gak akan tinggi. Apalagi 2025 banyak yang melihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5 persen," katanya.

Untuk itu, pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen dan menunggu momentum yang tepat. Menurutnya, pemerintah bisa mengenakan tarif PPN menjadi 12 persen pada saat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5,3 persen.

"Jadi ekonominya tumbuh dulu baru ada kenaikan. Tapi kalau ekonominya belum tumbuh dibandingkan masyarakat ya justru akan menjadi kontra produktif," imbuh Tauhid.

Baca juga: Prediksi Daya Beli Konsumen jadi Rendah karena Pengaruh Kenaikan PPN

Hasto Singgung Soal Pelecehan Demokrasi

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi soal kenaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun 2025.

Menurut Hasto kenaikan pajak tersebut sesuai dengan janji cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka untuk menaikan PPN.

"Kalo kita lihat di dalam pidato Pak Gibran mau naikkan pajak. Dan itu mereka mau lakukan," kata Hasto kepada awak media di Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2024).

Kemudian Hasto menyinggung bahwa pemerintah baru yang belum terbentuk karena proses Pemilu 2024 belum selesai. Tetapi program makan siang gratis sudah dibahas di Kabinet Indonesia bersatu.

"Pemerintahan yang baru belum terbentuk. Tiba-tiba makan siang gratis sudah dibahas di kabinet. Ini sesuatu yang melecehkan demokrasi. Karena perhitungan rekapitulasi masih berjalan," tegasnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memastikan pemerintah mulai menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dan diterbitkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN, bakal dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya.

Menurut dia, masyarakat telah memilih untuk mendukung keberlanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi, sehingga ketentuan kenaikan PPN tetap dilaksanakan.

"Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan," kata dia, dalam gelaran Media Briefing, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/3/2024), dikutip dari Kompas.com.

Pengertian PPN

Dikutip dari Kompas.com, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah salah satu jenis pajak yang paling umum ditemui dalam kegiatan sehari-hari.

Pajak ini merupakan salah satu sumber pemasukan negara atas konsumsi masyarakat. Apa itu PPN?

PPN adalah suatu pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa.

Pungutan PPN adalah terjadi karena adanya pertambahan nilai.

Pungutan tersebut dibebankan pengusaha yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Dikutip dari laman www.kemenkeu.go.id, PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

Dalam bahasa Inggris, PPN adalah dikenal dengan nama Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).

PPN adalah jenis pajak tidak langsung.

Artinya, pungutan PPN adalah disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak (konsumen akhir).

Sederhananya begini, ketika konsumen melakukan transaksi jual beli barang atau jasa, maka akan dipungut beberapa rupiah atas transaksi tersebut.

Karena barang atau jasa yang dibeli dianggap memiliki pertambahan nilai dalam peredarannya dari penjual ke konsumen.

Jadi yang membayar PPN adalah konsumen akhir. Sementara yang memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah penjual atau pedagang.

PPN adalah dipungut oleh penjual bukan masuk ke dalam kantong pribadi, melainkan akan disetorkan kepada negara.

Pengusaha yang menyetorkan PPN adalah pengusaha yang sudah masuk dalam kategori PKP.

Baca juga: DPRD Kecam Pajak Hiburan di Balikpapan 60 Persen, Sabaruddin Panrecalle Sebut tanpa Kajian

Dasar hukum dan tarif PPN di Indonesia

Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009.

Saat ini Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen.

Tarif PPN akan mengalami kenaikan, dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022.

Kenaikan tarif PPN tersebut menyusul disahkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Selanjutnya, tarif PPN sebesar 12 persen rencananya bakal diberlakukan paling lambat mulai 1 Januari 2025.

Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.

Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0 persen.

Cara menghitung PPN

Cara menghitung PPN sendiri cukup mudah. Anda bisa menggunakan rumus berikut ini untuk menghitung berapa PPN yang harus dibayar.

Rumus penghitungan PPN adalah (Tarif PPN = DPP (Dasar Pengenaan Pajak) x Harga Produk/Jasa)

Sebagai contoh, A membeli makan di restoran.

Restoran tersebut memasukan PPN kepada setiap pelanggan yang melakukan transaksi.

Jika harga makanan yang dibeli A adalah Rp 100.000, maka tarif PPN yang ditanggung adalah Rp 10.000.

PPN = 10 persen x Rp 100.000 = Rp 10.000

Biaya tersebut di luar dari harga makanan yang dibeli. Jadi, jangan bingung jika Anda harus membayarkan lebih dari harga barang/jasa, karena bisa saja ada PPN di dalamnya.

Objek PPN

Beberapa ojek PPN adalah sebagai berikut seperti dilansir Tribun-Medan.com di artikel berjudul Tarif PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen, Ini Dampak Buruknya ke Masyarakat:

Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha

Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Ekspor BKP dan/atau JKP

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

Barang Kena Pajak (BKP)

Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN.

Barang yang Tidak Dikenai PPN adalah:

Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya:

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak:

- beras, gabah, jagung, sagu, kedelai

- garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium

- daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus

- telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas

- susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas

- buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan

- sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering

Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)

minyak mentah (crude oil)

- gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat

- panas bumi

- asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan

- bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP)
Jasa pelayanan kesehatan medis
Jasa pelayanan sosial
Jasa pengiriman surat dengan perangko
Jasa keuangan
Jasa asuransi
Jasa keagamaan
Jasa Pendidikan
Jasa kesenian dan hiburan
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
Jasa tenaga kerja
Jasa perhotelan
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
Jasa penyediaan tempat parker
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
Jasa boga atau katering
Subjek PPN
Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.(tribun-medan.com)

Itulah tadi ulasan ppn 12 persen berlaku kapan dan apa saja dampak untuk masyarakat, berlaku efektif mulai 2025.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved