Berita Nasional Terkini

Awal Mula Singapura Kuasai Langit Kepri dan Natuna, Setelah 78 Tahun Akhirnya Kembali ke Indonesia

Langit Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna yang puluhan tahun dikuasai Singapura, akhirnya bisa kembali ke Indonesia.

aviatortraining.net
Ilustrasi. Langit Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna yang puluhan tahun dikuasai Singapura, akhirnya bisa kembali ke Indonesia. 

TRIBUNKALTIM.CO - Langit Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna yang puluhan tahun dikuasai Singapura, akhirnya bisa kembali ke Indonesia.

Ya, tidak banyak yang tahu, selama ini Singapura lah yang memiliki kendali penuh atas langit atau ruang udara di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna.

Namun, setelah kurang lebih 78 tahun, Indonesia akhirnya bisa mengembalikan kendali penuh atas langit Kepulauan Riau dan Natuna.

Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca juga: Harta Kekayaan Aden Wong Pengusaha Asal Singapura yang Diduga Selingkuh dengan Pedangdut Tisya Erni

Baca juga: Viral TikTok The Eras Tour Taylor Swift Singapura, Bagaimana Perjalanan Kariernya?

Baca juga: Jokowi Klaim sudah Turun, Ternyata Harga Beras Indonesia Lebih Mahal dari Singapura

Luhut mengatakan, Indonesia dan Singapura telah menyelesaikan tiga perjanjian, salah satunya proposal pengalihan Flight Information Region (FIR) dari Singapura ke Indonesia.

Luhut mengatakan, Singapura sebelumnya memiliki kendali atas ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna pada ketinggian 0 — 37.000 kaki.

"60 hari setelah diterbitkannya informasi terkait perubahan tersebut, wilayah udara Indonesia yang tadinya ditetapkan sebagai FIR Singapura, kembali sepenuhnya menjadi FIR Indonesia," tulis Luhut melalui akun Instagram resminya, Jumat (22/3/2024).

Luhut mengatakan, dengan resmi diberlakukannya pengalihan FIR Singapura menjadi FIR Indonesia, maka kebijakan pemerintah terkait pelayanan jasa penerbangan akan membuat ruang udara Indonesia semakin aman, kompetitif dan atraktif bagi industri penerbangan sipil.

Ilustrasi pesawat maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Ilustrasi pesawat maskapai penerbangan Garuda Indonesia. ((SHUTTERSTOCK/LEONY EKA PRAKASA))

"Sehingga pengelolaan ruang udara Indonesia yang aman, efektif, sesuai kepentingan nasional dan memenuhi standar pelayanan jasa penerbangan sipil internasional dapat tercapai," tulis Luhut.

Luhut juga mengatakan, selain perjanjian FIR, perjanjian kerja sama pertahanan dan ekstradisi buronan antara Indonesia dan Singapura juga diberlakukan.

Ia mengatakan, perjanjian ini paling melegakan mengingat ketiga hal tersebut menjadi isu bilateral yang lama belum dituntaskan antara kedua negara.

"Berkat pendekatan diplomasi yang baik dari Presiden @jokowi bersama PM Lee Hsien Long, ketiga perjanjian tersebut bisa disepakati bersama," tulis Luhut.

Baca juga: PM Thailand Berprasangka Mengenai Penyebab The Eras Tour Taylor Swift Hanya Konser di Singapura

Luhut menceritakan, proses penyelesaian tiga perjanjian tersebut sangata panjang bagi kedua negara.

Ia mengatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, dialog dengan semua pihak dikedepankan terutama menjalin komunikasi dengan Menteri Senior Singapura, Pak Teo Che Hean.

"Dalam perjalanannya, ternyata hal tersebut motor utama dalam mempercepat keseluruhan proses pemberlakuan. Semua langkah diambil dengan tekad mengedepankan memperkuat hubungan bilateral dan menghormati kedaulatan serta integritas wilayah kedua negara," ucap dia.

Untuk diketahui, Menurut Peraturan Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 55 Tahun 2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Internasional, Pelayanan Ruang Udara atau FIR adalah suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) diberikan.

Pengelolaan FIR di wilayah NKRI oleh Singapura berawal pada tahun 1946, ketika International Civil Aviation Organization (ICAO) menyatakan bahwa Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B, dan C.

Saat itu, Indonesia baru saja merdeka dari penjajahan.

ICAO menilai bahwa kala itu Indonesia yang sedang merintis penerbangan belum siap secara infrastruktur.

Di awal masa kemerdekaan, kondisi fasilitas peralatan maupun tenaga lalu lintas udara Indonesia sangat minim sehingga pengelolaan FIR diserahkan kepada Singapura.

Baca juga: OC Kaligis Ungkit KPK Tak Beri Izin Lukas Enembe ke Singapura, Rencana Cangkok Ginjal Pun Batal

Oleh karenanya, sejak tahun 1946, sebagian FIR wilayah barat Indonesia berada di bawah pengelolaan FIR Singapura, yakni meliputi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.

Pengamat Penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (JAPRI) Gerry Soejatman mengatakan, kesepakatan Indonesia-Singapura tersebut tidak akan membawa perubahan langsung terhadap pelayanan lalu lintas udara.

Gerry mengatakan bahwa kesepakatan itu merupakan langkah awal dari banyak langkah-langkah yang harus dilakukan bersama oleh Indonesia dan Singapura.

"Masing-masing negara perlu mempersiapkan semuanya dan setelah dua-duanya siap, sepakat untuk bersama-sama ke ICAO untuk melakukan FIR realignment (penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan) tersebut," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (26/1/2022).

Ia menjelaskan, meski ada kesepatan, Indonesia masih mendelegasikan sebagian wilayah udaranya ke Singapura untuk kebutuhan kelancaran pelayanan lalu lintas udara keluar-masuk Singapura.

Sektor A dan B yakni kira-kira Batam dan Bintan yang sekarang berada dalam FIR Singapura, didelegasikan ke Singapura untuk pelayanannya.

Meski pengendalian lalu lintas sektor A dan sektor B dilakukan oleh Singapura kata Gerry, namun hal itu dilakukan dengan pengamatan atau observasi langsung oleh pihak Indonesia di meja pengendali.

Kemudian, biaya navigasi yang tadinya hanya dibebankan di sektor A, sekarang akan meliputi sektor B, di mana pendapatannya dipungut oleh Singapura dan 100 persen diberikan kepada Indonesia.

Baca juga: 10 Pilihan Tempat Terbaik Nonton Kembang Api saat Pergantian Tahun Baru 2024 di Singapura

Gerry bilang, perubahan terbesar adalah pengendalian ruang udara di atas Natuna yang kini diserahkan ke Indonesia.

Sebelumnya wilayah ini dikendalikan oleh Singapura dan sebagian di delegasikan ke Malaysia.

Sebelumnya, wilayah udara Natuna atau sektor C, pengelolaannya dibagi menjadi dua yakni Singapura mengendalikan di atas 24.500 kaki, sedangkan Malaysia di bawah 24.500 kaki.

"Sektor ini nantinya sepakat akan dikendalikan Indonesia," kata dia.

Gerry merinci, tak akan ada dampak bagi maskapai penerbangan Indonesia dari kesepakatan FIR realignment tersebut.

Hanya ada perbedaan pengendalian di sektor Natuna, serta akan dimulainya pungutan biaya navigasi atau pelayanan lalu lintas udara di sektor tersebut.

"Dampak bagi maskapai asing juga tidak ada. Hanya ada perbedaan pengendalian di sektor Natuna," ucapnya.

Sementara dampak bagi ekonomi Indonesia yaitu ada penambahan penghasilan dari pungutan biaya pelayanan navigasi atau lalu-lintas udara.

Baca juga: PM Thailand Berprasangka Mengenai Penyebab The Eras Tour Taylor Swift Hanya Konser di Singapura

Lalu dampak bagi pertahanan Indonesia setelah FIR realignment disetujui ICAO yaitu bisa mengendalikan langsung ruang udara di atas Natuna, sehingga mempermudah pelaksanaan penyergapan penerbangan yang melintas wilayah tersebut tanpa izin yang cukup.

"Pihak AirNav Indonesia pun sudah menyiapkan fasilitas dan pelatihan untuk siap melakukan pengendalian ruang udara di sektor yang akan dioper ke Indonesia, jadi tinggal menunggu pengajuan FIR realignment ke ICAO oleh Indonesia dan Singapura, dan persetujuan oleh ICAO," pungkas Gerry.

Sebelumnya, pengelolaan sebagian FIR wilayah Indonesia memang berada di bawah pengelolaan FIR Singapura sejak tahun 1946, yang sebagian di delegasikan pula ke Malaysia.

Saat itu keduanya masih menjadi bagian dari kekuasaan Inggris. Hal tersebut karena International Civil Aviation Organization (ICAO) menyatakan Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B, dan C.

Kala itu Indonesia yang sedang merintis penerbangan karena baru merdeka dari penjajahan, dinilai belum siap secara infrastruktur.

Sebagian FIR wilayah Barat Indonesia yang dikelola oleh Singapura sekitar 100 nautical miles (1.825 kilometer) wilayah udara RI yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.

Kondisi itu membuat pesawat Indonesia harus melapor ke otoritas Singapura jika ingin melewati wilayah tersebut.

Kini melalui perjanjian yang diteken antara Indonesia dan Singapura terdapat 5 poin penting yang disepakati mengenai pengelolaan FIR.

Baca juga: Kata Richard Lee Soal Wajah dan Mulut Kartika Putri Melepuh, Heran Pilih ke Singapura untuk Berobat

Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.

Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas Penyediaan Jasa Penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial.

Ketiga, selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama Sipil dan Militer guna Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC-CMAC).

Keempat, Singapura berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.

Pendelegasian PJP ini akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan.

Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan oleh Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "78 Tahun Dikendalikan Singapura, Ruang Udara Natuna Akhirnya Kembali ke Indonesia"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved