Sejarah

Sejarah 23 Maret: Hari Kelahiran Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri Indonesia Pertama

Salah satu sejarah 23 Maret adalah hari kelahiran Achmad Soebardjo, seorang Menteri Luar Negeri Indonesia pertama.

Gramedia.com
SEJARAH - Ilustrasi. Salah satu sejarah 23 Maret adalah hari kelahiran Achmad Soebardjo, seorang Menteri Luar Negeri Indonesia pertama. 

TRIBUNKALTIM.CO - Salah satu sejarah 23 Maret adalah hari kelahiran Achmad Soebardjo, seorang Menteri Luar Negeri Indonesia pertama.

Achmad Soebardjo merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia pertama

Dia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada 1947 oleh Presiden Sukarno. 

Baca juga: Sejarah 22 Maret: Meninggalnya Nanu Mulyono, Mantan Anggota Grup Lawak Indonesia Warkop DKI

Achmad Soebardjo memegang jabatan tersebut dari 1947 hingga 1949, selama periode awal kemerdekaan Indonesia. 

Sebelum menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, Achmad Soebardjo juga memainkan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan merupakan salah satu delegasi Indonesia dalam perundingan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.

Achmad Soebardjo dikenal sebagai salah satu diplomat Indonesia yang paling berpengaruh pada masanya dan merupakan tokoh penting dalam sejarah hubungan luar negeri Indonesia.

Bagaimana kisah lengkap hidup dari Achmad Soebardjo?

Untuk mengetahuinya, simak ulasan berikut ini.

Kisah Hidup Achmad Soebardjo

Dilansir dari laman Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia, Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo lahir di Teluk Jambe, Karawang, pada tanggal 23 Maret 1896. 

Ia merupakan bungsu dari empat bersaudara, anak pasangan Teuku Jusuf dan Wardinah. 

Baca juga: Sejarah 20 Maret: Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia, Cek Juga Tips Memutihkan Gigi Secara Alami

Awalnya, Achmad Soebardjo diberi nama Teuku Abdul Manaf oleh kedua orang tuanya. 

Tetapi, nama yang belakang digunakannya berubah menjadi Soebardjo. 

Kemudian, sang kakek dari pihak ibu menambahkan nama Achmad di depannya, sehingga namanya menjadi Achmad Soebardjo.

Adapun nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah dewasa, saat dia ditahan di penjara Ponorogo karena Peristiwa 3 Juli 1946.

Itu merupakan sebuah percobaan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak oposisi (kelompok Persatuan Perjuangan) terhadap pemerintahan Kabinet Sjahrir II di Indonesia.

Ayah Soebardjo memiliki sifat pendiam, hanya berbicara jika ada suatu hal yang dianggap perlu untuk disampaikan. 

Berbeda dengan sifat ayahnya, ibunya memiliki sifat kebalikan dari ayahnya.

Ibunya termasuk orang yang memiliki sifat cekatan, cepat bertindak, dan penuh dengan pikiran-pikiran yang berguna. 

Baca juga: Sejarah 19 Maret: Hari Kelahiran Wage Rudolf Supratman, Pengarang Lagu Indonesia Raya

Keterampilan yang dimiliki oleh ibunya adalah membatik dan memasak. 

Selain itu, ibunya juga pandai mengaji dan menulis huruf-huruf Jawa.

Achmad Soebardjo mengenyam pendidikan di Batavia.

Bermula dari Europeesche Lagere School-ELS di Kwitang, yang kemudian pindah ke ELSB di Pasar Baru. 

Selesai dari ELS, Soebardjo melanjutkan pendidikannya di Prince Hendrik School (Sekolah Pangeran Hendrik).

 Kemudian pindah lagi ke sekolah Koning William III (KW III) di Salemba. 

Pada akhirnya, Soebardjo menamatkan pendidikan HBS Koning Willem III (KW III) pada tahun 1917. 

Di tahun yang sama, Soebardjo bergabung dengan Tri Koro Darmo organisasi pemuda di bawah naungan Boedi Utomo sebelum melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda.

Menjadi Menteri Luar Negeri Pertama 

Pada tanggal 18 Agustus 1945, para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia berkumpul di Pejambon.

Mereka mewakili rakyat Indonesia mengesahkan Undang-Undang yang telah diselesaikan oleh Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, memilih Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden. 

Pada hari berikutnya PPKI bersidang kembali, Presiden Soekarno menunjuk Soebardjo sebagai Ketua Panitia Kecil yang beranggotakan 2 orang, bersama Alex Andries Maramis. 

Tugas panitia kecil adalah merumuskan organisasi pemerintah pusat. 

Baca juga: Sejarah 17 Maret: Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia Dibubarkan oleh Komite Eksekutif PSSI

Hasil rumusan itu panitia kecil menyampaikan saran agar pemerintah pusat dibagi atas 10 Departemen, yang nantinya dibahas pada sidang pleno lalu diterima oleh Presiden. 

Soebardjo pada sidang itu mengusulkan tambahan enam orang Menteri Negara, berhubung negara dalam situasi revolusioner. 

Tugas Menteri Negara bersifat khusus, dapat bergerak cepat apabila ada situasi darurat, mereka dapat diutus oleh pemerintah pusat ke daerah-daerah.

Usul ini diterima oleh Presiden, namun yang diangkat hanya lima orang.

Setelah sidang, Presiden pun membentuk kabinet. 

Pemerintah RI yang pertama ini terdiri atas 18 Menteri, 13 Menteri pemimpin departemen dan 5 Menteri Negara. 

Soebardjo ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri

Tugas pertama Menteri Luar Negeri adalah membangun kementerian, karena sebelumnya tidak ada orang Indonesia pun pernah bekerja di Kementerian ini. 

Dimana, gedung kementerian masih harus dicari, rumah tempat tinggal pribadi keluarga Soebardjo pun dijadikan Kantor Kementerian. 

Baca juga: Sejarah 16 Maret: Gunung Agung Mengalami Erupsi di Bali, Tepat 61 Tahun yang Lalu

Selanjutnya adalah merumuskan dasar-dasar politik luar negeri suatu negara yang merdeka dan berdaulat. 

Soebardjo mengantisipasi akan hadirnya tentara sekutu di Indonesia. 

Oleh karena itu, baik Presiden dan Wakil Presiden dan juga Menteri Luar Negeri terus menerus berkampanye bahwa Republik Indonesia adalah Negara Demokrasi dan mentaati semua hukum hubungan internasional. 

Atlantic Charter, Piagram PBB diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia disebarkan ke seluruh jajaran pemerintah. 

Tujuan utamanya adalah eksistensi negara Republik Indonesia diakui kedaulatannya oleh dunia internasional. 

Kedaulatan pemerintah Hindia Belanda sudah berakhir sejak bulan Maret 1942 dan pemerintah militer Jepang berakhir pada tanggal 15 Agustus 1945. 

Disamping pengakuan kedaulatan negara Republik Indonesia, Bangsa Indonesia telah bertekad mempertahankan Kemerdekaan dan Kehormatannya dengan cara apapun. 

Tekad bangsa ini berhasil, tatkala tentara sekutu akan masuk ke Indonesia untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan protokol Dotsdam, yang terlebih dahulu mengakui secara de facto Negara Republik Indonesia dan memberitahu Kementerian Luar Negeri rencana kedatangannya. 

Peristiwa ini bisa dianggap sebagai sukses pertama dari kampanye Kementerian Luar Negeri. (*)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaruan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved