Pilpres 2024

Kubu Ganjar Menilai Yusril tak Konsisten, Dulu Sebut Putusan MK Tentang Batas Usia Cacat Hukum

Yusril Ihza Mahendra tak menampik keputusan yang diambil MK, membuat gaduh publik, dan memuluskan jalannya Gibran Rakabuming Raka maju di Pilpres

Warta Kota/Henry Lopulalan
Yusril Ihza Mahendra. Di sidang sengketa gugatan Pilpres 2024, Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengakui penetapan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat usia capres-cawapres merupakan keputusan yang problematik. 

Bahkan pernyataan tersebut diucapkan oleh Yusril di berbagai media.

"Dia (Yusril) mengatakan bahwa putusan nomor 90 MK itu cacat hukum secara serius."

"Bahkan mengandung penyelundupan hukum karena itu dia berdampak panjang putusan MK itu," kata Luthfi, dalam persidangan, Selasa.

Pendapat Yusril ini juga dibarengi dengan sikap Yusril yang mengingatkan Gibran Rakabuming Raka untuk tak maju sebegai calon wakil presiden (cawapres).

Menurut Yusril, Gibran sebaiknya tidak mencalonkan diri sebagai cawapres setelah putusan 90 diterbitkan MK.

Baca juga: Dituding Sebagai Aktor Kecurangan Pilpres 2024, Jokowi Diminta Hadir ke Sidang Mahkamah Konstitusi

"Sebab itu, Saudara Yusril mengatakan, andaikan saya Gibran, maka saya akan meminta kepada dia untuk tidak maju terus pen-cawapres-annya. Saya mohon tanggapan dari Saudara (Yusril)," ucap Luthfi.

Terkait hal itu, MK menegaskan, putusan 90 secara hukum telah berlaku sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.

Sehingga seperti putusan MK lainnya, bersifat final dan mengikat.

Hal itu dinyatakan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pembacaan putusan Perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023, di ruang sidang gedung MK RI, pada Rabu (29/11/2023) lalu.

"Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat Putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final," kata Enny Nurbaningsih.

Dengan demikian, MK menolak uji ulang syarat batas minimal usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana.

Dikeyahui Brahma, selaku pemohon, memohonkan uji materil Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berubah oleh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

"Terhadap putusannya tidak dapat dilakukan upaya hukum. Hal tersebut dikarenakan, Mahkamah Konstitusi sebagai badan peradilan konstitusi di Indonesia tidak mengenal adanya sistem stelsel berjenjang yang mengandung esensi adanya peradilan secara bertingkat yang masing-masing mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi oleh badan peradilan di atasnya terhadap putusan badan peradilan pada tingkat yang lebih rendah sebagai bentuk 'upaya hukum'," jelas Enny.

Baca juga: Idul Fitri 2024 Muhammadiyah dan Pemerintah Diprediksi Bakal Sama, Jadwal Sidang Isbat Lebaran

Jokowi Punya Desain Sistematis Pengaruhi Pemilih

Masih terkait sidang gugatan sengketa Pilpres di MK, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Suharko, menilai pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempunyai desain sistematis untuk memengaruhi perilaku pemilih agar memilih pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.

Suharko beranggapan, Jokowi menjadi faktor penting dalam pemenangan Prabowo-Gibran melalui dua variabel.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved