Berita Kaltim Terkini

Peringatan Hari Anti Tambang, HATAM Bawa Keranda Hitam ke Kantor Gubernur Kaltim

Peringatan Hari Anti Tambang, Koalisi Aktivis Peduli Korban Tambang membawa keranda hitam ke Kantor Gubernur Kaltim untuk mengingatkan 49 korban

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Diah Anggraeni
TribunKaltim.co/Mohammad Fairoussaniy 
Koalisi Aktivis Peduli Korban Tambang yang merayakan Hari Anti Tambang berkumpul di depan gerbang Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024). Mereka membawa keranda berkain hitam, mengingatkan adanya 49 korban lubang tambang yang telah meninggal dunia akibat tidak tertutupnya lubang pasca pertambangan. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Koalisi Aktivis Peduli Korban Tambang merayakan Hari Anti Tambang (HATAM) dengan berkumpul di depan gerbang Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Rabu (29/5/2024).

Kurang lebih 1 jam berorasi secara bergantian, Koalisi Aktivis Peduli Korban Tambang beberapa kali menyuarakan terkait dampak sektor energi yang menutup ruang hidup dan lingkup masyarakat. 

Dengan membawa keranda berkain hitam, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi HATAM, Aziz menegaskan bahwa Hari Anti Tambang diperingati setiap 29 Mei.

29 Mei 2010 ditetapkan menjadi Hari Anti Tambang dalam Pertemuan Nasional Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). 

Tnggal tersebut merupakan hari pertama munculnya semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo pada 2006 lalu akibat dari aktivitas pertambangan migas.

Baca juga: Razia Pajak Kendaraan di Balikpapan Kaltim, Puluhan Kendaraan Terjaring, 12 SIM Disita

Peristiwa Lumpur Lapindo yang terjadi pada 29 Mei 2006 lalu masih lekat dalam ingatan warga korban di Porong, Jawa Timur. 

Semburan lumpur panas hanya berjarak 150 meter dari permukiman warga setempat diketahui bermula dari kegiatan eksplorasi gas Blok Berantas yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas.

Lumpur panas yang meluas tak terpulihkan tersebut terus menyembur hingga lebih dari 100 meter kubik per-harinya pada 2018 lalu.

Selain hilangnya ruang hidup warga Porong akibat lumpur beracun tersebut muncul pula masalah kesehatan hingga pemiskinan yang dihadapi sepanjang 18 tahun terakhir. 

“Kondisi serupa saat ini juga tengah menimpa sekujur tubuh kepulauan Indonesia dengan adanya peralihan kawasan penting diperuntukkan lain seperti menjamurnya izin konsesi yang mengekstraksi tanah dan air. Kehadiran industri seperti ini menyebabkan penyiksaan bagi lingkungan dan masyarakat,” ungkapnya.

Pencemaran, bencana, kemiskinan, konflik, kriminalisasi hingga penghilangan nyawa sudah menjadi hal yang kerap terjadi.

Situasi itu menunjukkan ketidakmampuan negara untuk menjamin keselamatan warga negaranya.

Diperburuk dengan hubungan antara pemilik industri ekstraktif dengan penentu kebijakan di Indonesia saat ini.

Kalimantan Timur menjadi album lengkap dari proyek panjang penyiksaan pada lingkungan dan masyarakat.

Sejak awal 1970-an hingga sudah dikapling untuk izin-izin pengambilan kayu dan pabrik bubur kayu-kertas, lalu tambang emas dan migas, dilanjutkan dengan tambang batu bara, perkebunan kelapa sawit, tambang karst untuk semen hingga proyek hilirisasi seperti smelter nikel dan gasifikasi batu bara.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved