Breaking News

Berita Nasional Terkini

Dampak Buruk jika Tapera Tetap Dilanjutkan: Pengurangan Tenaga Kerja hingga Daya Beli Menurun

Potensi dampak buruk jika Tapera tetap dilanjutkan: Pengurangan tenaga kerja hingga daya beli menurun.

Kolase Pos Kupang/tapera.go.id
Ilustrasi. Potensi dampak buruk jika Tapera tetap dilanjutkan: Pengurangan tenaga kerja hingga daya beli menurun. 

TRIBUNKALTIM.CO - Potensi dampak buruk jika Tapera tetap dilanjutkan: Pengurangan tenaga kerja hingga daya beli menurun.

Program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo terus mendapat penolakan dari pekerja.

Tak hanya di media sosial, penolakan itu dilakukan.

Buruh yang menolak program Tapera itu juga mengagendakan aksi di depan istana negara pada Kamis 6 Juni 2024, lusa.

Lantas bagaimana jika pemerintah bersikeras tetap memberlakukan peraturan tersebut dan memotong uang pekerja untuk Tapera setiap bulan? 

Baca juga: Tolak Tapera, Ribuan Buruh Bakal Demo Jokowi di Istana Negara pada Kamis 6 Juni 2024

Pemerintah akan menarik iuran wajib bagi pekerja sebesar 3 persen untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Peraturan itu merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016.

Dalam aturan itu, disebutkan 3 persen iuran tersebut terdiri dari 2,5 persen dibayarkan pekerja dan 0,5 persen dibayar pemberi kerja.

Pemerintah berencana memulai program Tapera paling lambat pada 2027, setelah adanya peraturan teknis oleh Menteri Keuangan dan Menteri Ketenagakerjaan.

Namun, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menemukan beberapa potensi dampak buruk yang akan terjadi jika Tapera tetap diberlakukan.

lihat fotoPerumahan Subsidi (Rumah Tapera) KPR FLPP, Perumahan Gemstone, NTT
Perumahan Subsidi (Rumah Tapera) KPR FLPP, Perumahan Gemstone, NTT

Pengurangan tenaga kerja

Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengungkapkan, efek penerapan Tapera yang paling signifikan dapat terlihat pada pengurangan tenaga kerja.

Jika Tapera diterapkan, sebanyak 466,83 ribu pekerjaan diperkirakan akan hilang.

Kondisi ini disebabkan terjadi pengurangan konsumsi dan investasi dari perusahaan yang perlu membayarkan iuran Tapera untuk pekerjanya.

Baca juga: Terjawab Tapera Usulan Siapa, Cek Sejarah Terbentuknya Tabungan Perumahan Rakyat di Tahun 2016

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja," kata Bhima dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Senin (3/6/2024).

Bhima tak memungkiri bahwa Tapera akan meningkatkan penerimaan bersih negara mencapai Rp 20 miliar dari iuran yang diterima dari pekerja dan perusahaan.

Namun, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain.

Pendapatan nasional turun

Sementara itu, Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda mengungkapkan, penerapan kebijakan Tapera dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan nasional mencapai Rp 1,21 triliun.

"Menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional," ujarnya.

Baca juga: Mahfud MD Kritik Tapera, tak Ada Jaminan dapat Rumah, Hitungan Matematisnya Tidak Masuk Akal

Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran iuran Tapera yang berpotensi mengurangi jumlah pendapatannya.

Jika pendapatan berkurang, tingkat konsumsi rumah tangga ikut menurun.

Penurunan konsumsi rumah tangga otomatis akan berdampak pada turunnya PDB.

Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai atas barang dan jasa yang diproduksi suatu negara pada periode tertentu.

Tak hanya itu, kebijakan Tapera juga menurunkan surplus atau keuntungan bisnis sebesar Rp 1,03 triliun.

"Mengindikasikan bahwa profitabilitas dunia usaha secara agregat di berbagai sektor menurun akibat kebijakan ini," jelas dia.

Daya beli masyarakat berkurang

Nailul menilai, Tapera juga membuat daya beli masyarakat berkurang.

Pasalnya, mereka harus membayar iuran dari pendapatan setiap bulan.

"Adanya kenaikan iuran akan mengurangi pendapatan. Ketika pendapatan berkurang, maka konsumsi akan berkurang," terang dia.

Padahal, lanjutnya, tingkat konsumsi masyarakat merupakan salah satu pembentuk Produk Domestik Bruto. Pengurangan konsumsi makan mengurangi PDB yang berkaitan dengan pendapatan negara.

"Pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi (penurunan aktivitas ekonomi) sebesar Rp 200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang," lanjutnya.

Penurunan daya beli masyarakat juga akan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.

Baca juga: Tolak Tapera, Serikat Buruh Siap Gelar Aksi Besar, Said Iqbal: Bikin Berat Kondisi Ekonomi Pekerja

Jumlah rumah belum memenuhi

Dia melanjutkan, Indonesia masih memiliki masalah backlog perumahan atau kondisi belum terpenuhinya jumlah unit perumahan yang dibutuhkan pada suatu wilayah tertentu.

Masalah jumlah perumahan yang tersedia bagi masyarakat ini akan terus ada, meskipun kebijakan Tapera berjalan.

"Adapun alasan backlog sempat mengalami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," jelas dia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved