Berita Samarinda Terkini

Bubur Peca Khas Bugis, Hanya Ada di Samarinda Seberang, Legenda Kuliner Pererat Silaturahmi Warga

Sejak tahun 60-70an, tradisi Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqim Samarinda Seberang tak lepas dari Bubur Peca. Hidangan istimewa H. Salehuddin Pemma

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO/SINTYA ALFATIKA SARI
ILUSTRASI - Masjid Shiratal Mustaqiem, salah satu wadah warga untuk menyantap sajian bubur peca, makanan legendaris khas Bugis yang tak diperjualbelikan, dihidangkan gratis untuk warga pada momentum Ramadan. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA -  Sejak tahun 60-70an, tradisi Ramadan di Masjid Shiratal Mustaqim Samarinda Seberang tak lepas dari Bubur Peca. Hidangan istimewa H. Salehuddin Pemma dan Hj. Salma, dibantu warga sekitar masjid.

Awalnya, bubur peca dihindangkan untuk berbuka puasa di bulan Ramadan, dengan maksud untuk mempererat tali silaturahmi antarjemaah atau warga sekitar masjid.

Lebih dari sekadar hidangan berbuka puasa, Bubur Peca menjadi simbol keakraban dan kebersamaan. Tradisi ini pun tak lepas dari peran Masjid Shiratal Mustaqim, masjid bersejarah di Samarinda yang didirikan tahun 1881.

Baca juga: Bubur Peca Khas Samarinda Seberang Siap Dipatenkan Pemkot Samarinda

Bubur Peca tak hanya memanjakan lidah, tetapi juga memiliki makna budaya yang mendalam. Terinspirasi dari bahasa Bugis, "peca" yang berarti lembek, hidangan ini bercita rasa gurih berbahan dasar beras dan santan yang dilengkapi dengan ayam suwir, kayu manis, telur, jahe, penyedap rasa, ikan tongkol dan udang ini tak hanya mengenyangkan, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan kegotongroyongan.

Meski kini dinikmati masyarakat luas terutama pada momentum Ramadan, Bubur Peca tetap dijaga keasliannya.

Resep turun temurun Hj. Salma kini dipegang Mardiana, generasi ketiga, yang menjabat ketua juru masak.

Mardiana, atau yang akrab disapa Tante Alus, adalah sosok di balik kelezatan Bubur Peca di Masjid Shiratal Mustaqiem hingga terjaga.

Sejak usia muda, ia telah dipercaya menjaga tradisi kuliner Ramadan ini, meneruskan warisan dari sang nenek dan ibunya.

 

Tante Alus telah memimpin dapur Bubur Peca selama hampir 20 tahun. Ia hafal betul takaran bumbu, memastikan cita rasa Bubur Peca tetap autentik.

Memasak Bubur Peca bukan perkara mudah. Dibutuhkan 40 kilogram beras dan puluhan kilogram bahan lainnya untuk menghasilkan ratusan porsi setiap hari. Tante Alus tak sendiri. Ia dibantu oleh 42 remaja dari Ikatan Pemuda Remaja Masjid (IPRM) Shiratal Mustaqiem. Semangat gotong royong ini menjadi esensi Ramadan yang sesungguhnya.

Bagi Tante Alus, Bubur Peca bukan sekadar hidangan, melainkan tradisi dan warisan budaya. Lebih dari itu, tradisi memasak bubur peca di masjid ini telah berlangsung selama ratusan tahun, menjadi bukti kekayaan budaya masyarakat Samarinda Seberang.

“Orang-orang bilang bubur peca ini makanan panjang umur. Ada juga yang bilang obat maag dan bawa berkah,” ungkap Tante Alus.

Tak heran, meskipun tinggal di Kecamatan Palaran, ia rela menempuh perjalanan kurang lebih 15 menit setiap Ramadan demi melestarikan tradisi Bubur Peca di Masjid Tua Shiratal Mustaqim di Kecamatan Samarinda Seberang ini.

 

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved