Pilkada Kaltim 2024

Pilkada Kaltim mesti Berkaca pada Tingginya Indeks Kerawanan Pemilu 2024 dari Bawaslu RI

Pengamat Politik dan Kebijakan Publik UGM, Muh. Alfian, MPA memberikan pandangannya terkait Pilkada Kaltim terkait tingginya angka Indeks Kerawanan.

Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO
PILKADA KALTIM 2024 - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik UGM, Muh. Alfian, MPA memberikan pandangannya terkait Pilkada Kaltim terkait tingginya angka Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024. Menurutnya Pilkada 2024 di Kaltim sebaiknya menjadi perhatian khusus mengingat tingginya IKP yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia. 

Beberapa di antaranya adalah kurangnya respons dari pihak yang terlibat. 

“Kemudian partisipasi masyarakat dalam melaporkan pelanggaran masih rendah, banyak masyarakat yang enggan melaporkan kecurangan karena takut akan dampak negatif atau karena tidak mengetahui prosedur pelaporan yang benar. Sikap pasif dari aparat pemerintah setempat juga cenderung menghambat proses penegakan hukum dan keadilan,” pungkas Alfian.

Bawaslu Soal Politik Uang Sulit Dibuktikan

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Timur mengakui sulit membuktikan terkait money politik atau politik uang.

Politik Uang atau dikenal Money Politic dalam istilahnya, masih kerap didapati pada perhelatan Pemilu baik Pilkada maupun Pilpres dan Pileg di semua wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Benua Etam. 

Kendala pembuktian menjadi penyebabnya, yakni minimnya pelapor pelanggaran Pemilu yang bersedia menjadi saksi.

Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Dermanto menegaskan, dugaan pelanggaran pemilu tentu sulit dibuktikan, kalau pelapor tidak ingin dijadikan sebagai saksi. 

Menurutnya, informasi yang diberikan oleh pelapor mengenai dugaan pelanggaran, hanya menjadi omon–omon atau gosip saja.

"Banyak pelapor takut dijadikan saksi, artinya, kami tidak bisa mengatakan informasi dugaan pelanggaran tersebut sebagai fakta, karena harus ada proses pembuktian yang mendalam," kata Hari saat diwawancarai awak media, Minggu (9/6/2024) lalu.

Praktik politik uang harus juga diperlukan pembuktian, namun kian rumit jika pelapor tidak bersedia menjadi saksi.  

"Di banyak kasus, para pelapor hanya mendapat informasi dari orang lain, bukan menjadi orang pertama yang menemukan praktik pelanggarannya," ujarnya. 

"Proses pembuktiannya cukup panjang, prinsipnya ketika alat bukti cukup, kami pasti akan melakukan upaya untuk itu," imbuh Hari. 

Pada Pemilu 2024 sendiri misalnya, Bawaslu mendapati ratusan laporan dan temuan terkait money politik.

Dari jumlah tersebut, 10 kasus dikategorikan sebagai pelanggaran pidana, 205 kasus pelanggaran kode etik, 50 kasus pelanggaran administrasi, dan 57 kasus pelanggaran hukum lainnya. 

Pelanggaran-pelanggaran ini tersebar di 10 kabupaten/kota se-Kaltim. Bawaslu berwenang menggali informasi dari keterangan saksi terkait dugaan pelanggaran. 

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved