Berita Nasional Terkini

Ramalan Standard and Poors, Defisit Anggaran Dialami Kabinet Prabowo-Gibran Hingga Batas Legal

Kabinet Prabowo-Gibran pada pemerintahan mendatang dibayangi defisit anggaran.

Tangkap Layar YouTube KPU RI
KABINET PRABOWO-GIBRAN - Lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P) Global memperkirakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan melonjak. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kabinet Prabowo-Gibran pada pemerintahan mendatang dibayangi defisit anggaran.

Lembaga pemeringkat Standard and Poors (S&P) Global memperkirakan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan melonjak.

Mengutip hasil penelitian S&P Global Edisi 30 Juli 2024, disebutkan bahwa defisit anggaran dalam tiga tahun ke depan akan lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2022-2024.

“Pemerintahan baru telah mengindikasikan bahwa mereka tidak berniat melakukan perubahan hukum untuk memungkinkan defisit yang lebih tinggi. Namun, mengingat rencana pengeluarannya, kemungkinan besar negara ini akan mengalami kekurangan anggaran yang mendekati batas legal sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB),” mengutip laporan tersebut Rabu (31/7).

Baca juga: Terjawab Pelantikan Presiden 2024 Kapan dan di Mana, Cek Juga Prediksi Isi Kabinet Prabowo Gibran

Baca juga: Sudah Punya Sosok Menteri untuk Kabinet Prabowo-Gibran, Wapres Terpilih: Mengerucut ke Beberapa Nama

S&P menyebut, pemerintahan baru nantinya kemungkinan tidak bisa mengerek defisit menjadi lebih rendah karena pendapatan negara yang akan diperoleh mungkin tidak akan sebesar tahun sebelumnya.

Diperkirakan, rasio pendapatan Indonesia terhadap PDB dalam beberapa tahun ke depan akan stabil di bawah 15 persen PDB, bahkan sedikit turun dari tingkat dua tahun terakhir.

Sebagaimana yang sudah diketahui, sebelumnya terdapat spekulasi bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto akan merevisi batas atas defisit anggaran diatas 3 persen, dan rasio utang memungkinkan meningkat hingga 50 persen, yang saat ini tercatat sebesar 39 persen dari PDB.

Tim Prabowo mengkonfirmasi bahwa akan tetap mematuhi batas atas defisit legal sebesar 3 persen dari PDB, pun mereka membantah akan mengerek rasio utang hingga 50 persen dari PDB.

Baca juga: Komposisi Kabinet Prabowo Mulai Terjawab, Gibran Bocorkan Nama-Nama yang Masuk Mulai Mengerucut

“Meskipun terdapat jaminan-jaminan tersebut, ketidakpastian kebijakan kemungkinan akan tetap ada sampai pemerintah berikutnya mengumumkan rencana tersebut secara rinci,” tulis laporan tersebut.

Puncak Utang

Puncak utang jatuh tempo akan segera menanti presiden terpilih Prabowo Subianto, setidaknya pada tiga tahun pertama pemerintahannya.

Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto mengatakan bahwa kebutuhan dana untuk pendanaan akan semakin ketat.

Baca juga: Punya Posisi Strategis di IKN, Ini Sosok yang Diprediksi Jadi Menteri PUPR di Kabinet Prabowo Gibran

Hal ini mengingat utang jatuh tempo semakin meningkat dan mencapai puncaknya pada tiga tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto, yakni pada tahun 2025, 2026 dan 2027.

Menurutnya, kondisi tersebut perlu menjadi perhatian mengingat pemerintahan baru memiliki berbagai program prioritasnya yang membuat kebutuhan belanja akan meningkat.

"Ini harus hati-hati karena ada pada waktunya yang sama pemerintahan baru kalau dari janji-janjinya itu luar biasa banyak hal yang ingin dilakukan. Tetapi pada waktu yang sama belanja melebar, penerimaan melambat, terjadi defisit yang melebar, utang yang meningkat, uda gitu jatuh tempo lagi," ujar Akbar dalam acara Midyear Review CORE Indonesia 2024, Selasa (23/7).

Akbar menyebut, utang pemerintah per 31 Mei 2025 telah mencapai Rp 8.353 triliun, atau meningkat sebesar 7,3 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2023.

Baca juga: Kriteria Menteri yang Diinginkan Prabowo Isi Kabinet Pemerintahannya: Integritas dan Kompetensi

Adapun utang pemerintah memiliki jangka waktu yang berbeda-beda, yakni ada yang dalam jangka pendek dan juga ada yang dalam jangka panjang.

Namun, hal tersebut tetap harus menjadi perhatian pemerintah baru mengingat puncak utang jatuh tempo akan terjadi pada tiga tahun pertama pemerintahan baru.

"Kombinasi dari itu semua perlu diperhatikan karena akan meningkat cukup besar pada tiga tahun ke depan," katanya.

Asal tahu saja, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang jatuh tempo pemerintah Indonesia pada tahun depan atau 2025 mencapai Rp 800 triliun.

Baca juga: Rawan Jadi Sapi Perah, Pengamat Beber Sisi Negatif Tambah Kementerian di Kabinet Prabowo Gibran

Utang jatuh tempo tersebut menjadi rekor tertinggi yang akan dibebankan di pundak pemerintahan selanjutnya yakni Prabowo Subianto.

Kendati begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa risiko dari profil utang jatuh tempo yang tinggi pada tahun 2025 sangat kecil apabila kondisi perekonomian Indonesia membaik, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kredibel dan kondisi politiknya stabil.

"Sehingga jatuh tempo yang seperti kelihatan tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal ekonomi dan politik tetap sama," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Kamis (6/6). (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved