Clash of Champions

Cerita Sandy, Axel dan Xaviera Peserta Clash of Champions soal Kegagalan yang Pernah Dialami

Baru-baru ini dalam channel YouTube terbaru Folkative, kedapatan mengundang tiga bintang besar dari program Clash of Champions yang diadakan Ruangguru

YouTube/@Folkative
Ternyata ini kegagalan terbesar Sandy, Axel dan Xaviera peserta tim luar negeri Clash of Champions. 

TRIBUNKALTIM.CO - Baru-baru ini dalam channel YouTube terbaru Folkative, kedapatan mengundang tiga bintang besar dari program Clash of Champions yang diadakan Ruangguru

Untuk diketahui Folkative merupakan salah satu platform media online yang berfokus pada kaum muda, khususnya kaum millenial.

Dikenal luas dengan akun Instagram, Folkative rupanya juga memiliki siaran YouTube channel dengan nama yang sama.

Dalam program Versus Season 4 Episode 12 atau unggahan terbarunya, Folkative mengundang beberapa peserta dari tim luar negeri Clash of Champions.

Seperti diketahui, dalam program yang diadakan oleh Ruangguru ini diikuti oleh 50 mahasiswa dari dalam dan luar negeri. 

Baca juga: Biodata Nabil Clash of Champions Ruangguru, Mahasiswa Oxford Lengkap Daftar Prestasinya

Pada kesempatan kali ini, Folkative mengundang Sandy dan Axel yang merupakan mahasiswa National University of Singapore (NUS).

Serta, Xaviera Putri dari Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST).

Penampilan terbaru Sandy, Axel dan Xaviera
Tangkapan layar penampilan Sandy, Axel dan Xaviera dalam channel YouTube Folkative.

"Kalian bertiga kan di luar negeri, pernah ada culture shock nggak?" tanya host yang memandu acara.

Tanpa berpikir panjang, Sandy yang pertama memberikan jawaban.

"Kalau aku culture shock cuma di jam nongkrong, sih. Orang Singapore bisa nongkrong sampai jam 4 pagi gitu, kayak masih rame-rame, itu aja sih," kata Sandy.

"Benar. Kita ada yang namanya supper, kan? Supper itu wajar banget, jadi dinner kayak jam 6 terus kayak jam 11 atau jam 12 itu baru supper. Jam segitu bagi mereka masih very early," lanjut Axel.

Axel juga menambahkan jika jam 11 malam itu seperti 'malam baru akan dimulai'. 

Selain itu, Sandy juga menimpali bagi sebagian masyarakat Singapura tidur di jam 11 malam itu terlihat aneh.

Sedangkan menurut Xaviera, di Korea Selatan ada beberapa budaya bagi anak sekolahan yang sempat membuat dia syok. 

"Kalau aku dulu pas SMA ada yang namanya 자율학습시간 (Self-study time) jadi setelah kelas dari jam 7 malam sampai 10 malam itu wajib belajar, dipantau, itu aku shock berat."

"Terus kita juga ada culture namanya 야식(Late night snack) itu kayak makan malam gitu, jadi kita nyemil tapi nyemilnya tuh kayak makanan berat mulainya biasa jam 11/12.

Sama-sama sih biasanya di Korea tuh nongkrongnya biasa baru setelah kelar meeting jam 11 gitu sampai jam 2 pagi," jelas Xaviera.

Selain itu, terkait shock culture mereka juga membagikan cara berdamai dengan diri sendiri ketika menghadapi kegagalan.

"Aku lebih kayak terima aja, karena I've tried my best jadi bodo amat sama yang sudah lewat, yang sudah lewat yauda tinggal lanjutin aja," kata Sandy.

"Kalau aku kasih waktu untuk just take it all in, kalau aku sedih banget misalnya sesuatu yang sangat penting untuk aku, paling aku sedih satu dua hari tapi habis itu aku juga move on aja sih karena kayaknya aku bisa feel better kalau udah ketemu solusinya setelah itu," ucap Xaviera.

"Kalau ada masalah gitu pasti kan kayak kepikiran terus tapi sebenarnya semakin sering gagal itu jadi semakin sering kebiasa gitu loh.

Tapi begitu gagalnya yang gede itu kalau emang sampai stress gitu aku biasa cerita ke teman sih, sharing aja sama cepat-cepat move on sama the next target," kata Axel.

Terakhir Axel juga menambahkan untuk tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.

Xaviera juga menimpali jika sebuah kegagalan bisa saja membuka pintu yang jauh lebih baik di masa depan.

Ketiga peserta Clash of Champions yang sama-sama mengambil double major ini juga menceritakan tentang kegagalan emosional dalam hidup mereka.

"Kalau aku sih OSN 2021, jadi OSN 2020 aku udah dapat medali perak, supposedly harusnya 2021 dapatnya emas. Tapi karna mind itu oriented-nya ke that goal, kayak harus emas harus emas, jadi kayak malah teracuni otaknya malah ngga benar waktu lomba."

"Waktu itu nyesel sih tapi kalau itu nggak terjadi mungkin aku nggak bisa merepresentasikan Indonesia ke IMO, aku jadi lebih termotivasi untuk belajar lagi," jelas Sandy yang lansung mendapat tepukan tangan dari Xaviera dan Axel.

Sedangkan, hal yang membuat Xaviera emosional yakni sewaktu mendaftar beasiswa SMA.

"Kalau aku dulu pas lagi daftar beasiswa SMA, jadi sebenarnya aku nggak cuman daftar ke Korea doang, tapi aku juga daftar ke Singapore sama nyiapin UN untuk masuk SMA di Indonesia."

"Terus kayaknya waktu itu aku overwhelmed banget jadinya nggak kepegang yang Singapore, tapi pas aku liat lagi kayaknya emang rezekiku alhamdulillah yang di Korea," kata Xaviera.

Sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan, Axel sempat bertanya terlebih dahulu apakah ada yang bisa menebak jawab Axel, dan ternyata jawaban yang Sandy lontarkan benar.

"Iya, IMO 2023 di Jepang, itu aku mewakili Indonesia, salah satu dari enam representasi Indonesia gitu. Kan lomba dua hari, hari pertama itu aku kayak ada something yang harusnya aku bisa ternyata aku ngga bisa. Dan di hari kedua itu aku udah stress karena kepikiran yang hari pertama."

"Jadi hasil akhirnya itu aku ngga dapat medali, aku cuman kurang satu poin untuk dapat medali perunggu. Disitu nyesel sampai sekarang meskipun sudah satu tahun yang lalu, tapi masih kepikiran setiap malam," kenang Axel.

Selengkapnya tonton obrolannya di bawah ini.

(tribunkaltim.co/nis)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved