Berita Samarinda Terkini
Pemkot Samarinda Telah Rumuskan Terkait Solusi Buku Penunjang Sekolah, Ini 4 Opsinya
Andi Harun juga menegaskan pentingnya adanya bukti yang kuat untuk setiap laporan yang masuk agar tidak terjadi fitnah
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Beberapa waktu lalu, terdapat aksi dari para orang tua siswa yang menggeruduk Kantor Gubernur Kalimantan Timur dan Kantor Walikota Samarinda dengan mengenakan daster.
Diketahui, aksi ini didasari oleh adanya keluhan terkait dugaan pungli oleh sejumlah sekolah dasar (SD) dan SMP berstatus negeri di Samarinda melalui pembebanan pembelian buku penunjang siswa.
Tak tinggal diam, jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda pun langsung menggelar rapat koordinasi membahas perkara ini. Saat ditemui TribunKaltim pada Jumat (2/8) malam di Balai Kota, Walikota Samarinda Andi Harun angkat bicara.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan terkait keluhan orang tua murid mengenai beban biaya buku penunjang yang dinilai memberatkan.
Meskipun demikian, Andi Harun juga menegaskan pentingnya adanya bukti yang kuat untuk setiap laporan yang masuk agar tidak terjadi fitnah.
Baca juga: Draft Perwali Penjualan BBM Eceran Rampung, Pemkot Samarinda Gelar Sosialisasi Pekan Depan
"Kami sedang menunggu bukti-bukti dari mereka. Kita minta bukti dan laporannya agar tidak menjadi fitnah," tegasnya.
Hasil investigasi awal yang juga dilakukan oleh pihaknya menunjukkan bahwa memang ada sejumlah sekolah yang memberlakukan pembelian buku penunjang sebagai syarat bagi siswa.
Namun hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran sekolah untuk menyediakan buku-buku tersebut dalam jumlah yang cukup. Terlebih di sisi lain, hal ini juga memberatkan bagi siswa yang tidak mampu.
"Apalagi jumlah SD ada 163 dengan 62.798 siswa, sementara SMP sebanyak 49 dengan 27.168 siswa. Total keseluruhan ada 212 sekolah dengan 89.966 siswa yang juga membutuhkan buku penunjang," sebutnya.
Dipaparkan Andi Harun, jika angka maksimal buku penunjang berkisar hingga Rp 700 ribu per siswa maka pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 62,9 miliar per tahunnya.
Terkait dengan adanya dana BOSDA, Andi Harun menerangkan bahwa tak dapat digunakan sepenuhnya untuk membeli buku penunjang, sebab berdasarkan peraturan yang berlaku hanya 20 persen yang memang dikhususkan untuk membeli buku wajib.
"Sehingga prakteknya mereka diminta membeli buku penunjang sendiri di tempat yang disarankan oleh gurunya. Tapi tentu yang paling merasakan ini adalah para siswa baru dan orang tuanya," ungkap Andi Harun.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemkot Samarinda telah merumuskan beberapa opsi solusi sebagai berikut.
1. Pembelian Buku Penunjang oleh Pemerintah
Andi Harun menjelaskan bahwa opsi pertama adalah pemerintah membeli buku penunjang, tentunya dengan kebutuhan anggaran sekitar Rp 62,9 miliar pertahunnya.
"Memang semua siswa akan dapat, tapi kami kaji lagi di TAPD tentang kemampuan finansial untuk membeli buku penunjang itu, konsekuensinya harus memiliki dana dengan jumlah segitu," ungkapnya.
2. Pembelian Buku Penunjang Sebagian
Opsi kedua adalah membeli buku penunjang dalam jumlah terbatas, misalnya hanya satu buku untuk dua siswa dalam satu bangku dan ditempatkan di perpustakaan sekolah.
Dengan opsi ini, anggaran yang dibutuhkan dapat ditekan menjadi sekitar Rp 15-20 miliar. Namun, opsi ini memiliki sejumlah kendala, seperti tidak semua sekolah memiliki perpustakaan yang memadai dan buku tidak boleh dibawa pulang.
"Dan opsi ini memang harus diidentifikasi kembali," ujarnya.
3. Pemberian Buku Penunjang Khusus Untuk Siswa Tidak Mampu
Opsi ketiga adalah pemerintah kota membeli buku penunjang hanya untuk siswa yang tergolong tidak mampu, yakni sekitar 30 persen dari total siswa di Samarinda. Opsi ini membutuhkan anggaran sekitar Rp 18 miliar.
"Namun tidak semua siswa akan dapat, hanya siswa yang tidak mampu saja yang akan diberikan," ujarnya.
4. Pencetakan Buku Penunjang Sendiri
Opsi terakhir adalah pemerintah mencetak sendiri buku penunjang berdasarkan modul yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud). Opsi ini, kata Andi Harun, dinilai lebih murah lantaran pemerintah dapat memilih jenis kertas dan hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp 20 miliar.
"Dan soal hak cipta, bahwa kurikulum Merdeka yang disediakan itu bisa dicetak. Dan mungkin judulnya nanti bahan dari kementerian di cetak oleh pemerintah kota. Tetapi seluruh siswa dapat," ungkapnya.
Selain itu, opsi ini juga sesuai dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang memberikan fleksibilitas dalam penyediaan bahan ajar. Saat ini juga pihaknya tengah mengerahkan Diskominfo untuk menyiapkan model buku versi digital.
"Tapi dari sekian opsi itu minggu depan akan kita rapatkan lagi, untuk menentukan opsi mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah ini secara jangka panjang," tutup Andi Harun.(*)
Dari Kota Tepian ke Panggung Dunia, Jejak Walikota Samarinda Hadiri Undangan Kehormatan di Singapura |
![]() |
---|
Andi Harun Jadi Tamu Kehormatan di Perayaan SG60, Singapura Akui Kemajuan Kota Samarinda |
![]() |
---|
Polresta Samarinda Salurkan Beras SPHP 300 Karung ke Warga demi Stabilitas Harga |
![]() |
---|
Mahasiswa Pembangunan Sosial Unmul Deklarasi Bebas Narkoba, Rektor Dukung Penuh |
![]() |
---|
Pawai Pembangunan Samarinda Bawa Berkah, Pedagang Pentol Raup Omzet Tiga Kali Lipat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.