Berita Internasional Terkini

Paus Fransiskus Minta Supaya Aung San Suu Kyi Dibebaskan hingga Tawarkan Tinggal di Vatikan

Paus Fransiskus menyerukan pembebasan mantan pemimpin Myanmar yang ditahan dan peraih Nobel, Aung San Suu Kyi, dalam sebuah perbincangan baru-baru ini

Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Nisa Zakiyah
EIDON/MAXPPP
Paus Fransiskus minta supaya Aung San Suu Kyi dibebaskan hingga tawarkan tinggal di Vatikan. 

TRIBUNKALTIM.CO - Paus Fransiskus menyerukan pembebasan mantan pemimpin Myanmar yang ditahan dan peraih Nobel, Aung San Suu Kyi, dalam sebuah perbincangan baru-baru ini dengan para Yesuit di Asia.

Mengutip dari scmp.com, Paus Fransiskus bahkan menawarkan Vatikan sebagai tempat berlindung yang aman.

“Saya meminta pembebasan Aung San Suu Kyi, dan saya bertemu dengan putranya di Roma.

"Saya telah mengusulkan kepada Vatikan untuk memberinya tempat berlindung di wilayah kami,” kata paus, menurut catatan pertemuan dengan para Yesuit di Asia selama perjalanannya ke sana awal bulan ini.

“Kita tidak bisa tinggal diam dengan situasi di Myanmar saat ini. Kita harus melakukan sesuatu,” kata Paus.

Diketahui, Paus Fransiskus mengunjungi Myanmar pada Desember 2017.

Sebagai informasi, Aung San Suu Kyi telah ditahan oleh militer sejak mereka menggulingkan pemerintahannya dalam kudeta tahun 2021.

20240925_Aung San Suu Kyi
Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi telah ditawari perlindungan oleh Paus Fransiskus.

Belum jelas apakah dia ditahan, atau dia diizinkan untuk dikunjungi.

Harian Italia Corriere della Sera menerbitkan komentar tersebut pada hari Selasa dalam sebuah artikel oleh Pastor Antonio Spadaro, seorang imam Yesuit yang berbasis di Roma yang menghadiri pertemuan tersebut dan menulis tentang pertemuan itu dengan izin paus.

“Masa depan [Myanmar] haruslah perdamaian yang didasarkan pada penghormatan terhadap martabat dan hak-hak semua orang, pada penghormatan terhadap tatanan demokratis yang memungkinkan semua orang untuk berkontribusi bagi kebaikan bersama,” tambah Paus Fransiskus.

Suu Kyi, putri pahlawan kemerdekaan Myanmar Aung San yang dididik di Inggris, telah dipenjara selama 27 tahun atas berbagai kejahatan mulai dari pengkhianatan dan penyuapan hingga pelanggaran undang-undang telekomunikasi dan manajemen bencana, yang ia sangkal.

Para pendukungnya mengatakan bahwa kasus-kasus tersebut bermotif politik untuk menjauhkannya dari sorotan dan melumpuhkan kekuatan pro-demokrasi.

Pihak militer bersikukuh bahwa Suu Kyi telah menjalani proses hukum.

Pada hari Selasa, seorang sumber yang mengetahui kasus-kasus hukum Suu Kyi sebelumnya, yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini, mengatakan bahwa para pengacaranya tidak memiliki akses kepada Suu Kyi untuk menyampaikan pesan-pesannya.

Setelah satu dekade demokrasi dan reformasi ekonomi yang tentatif, Myanmar kini terjebak dalam perang saudara antara gerakan perlawanan bersenjata yang bersekutu secara longgar dengan pemberontak etnis minoritas, dan militer yang telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah negara tersebut.

PBB minggu lalu mengatakan bahwa pemerintah militer telah meningkatkan pembunuhan dan penangkapan dalam upaya nyata untuk membungkam para penentang dan merekrut tentara dalam konflik yang meningkat.

Militer mengatakan bahwa mereka memerangi teroris yang bertekad untuk menghancurkan negara.

Pada tahun 2015, Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi memenangkan pemilihan umum demokratis pertama di Myanmar dalam 25 tahun terakhir.

Dia ditangkap oleh militer ketika mereka melakukan kudeta pada tahun 2021 dan dikatakan oleh media lokal bahwa dia menderita masalah kesehatan dalam tahanan.

Peraih Nobel Perdamaian tahun 1991 ini pernah dipuji sebagai mercusuar bagi hak asasi manusia.

Namun, ia kehilangan dukungan dari para pendukung internasional pada tahun 2017, karena dituduh tidak melakukan apa pun untuk menghentikan penindasan tentara terhadap minoritas Rohingya yang sebagian besar adalah Muslim.

Tindakan keras tersebut merupakan subjek dari penyelidikan genosida yang sedang berlangsung di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan penganiayaan terus berlanjut, menurut para pengungsi Rohingya di negara tetangga, Bangladesh.

Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha telah mengalami kekacauan sejak kudeta tahun 2021, dengan junta militer memerangi kelompok-kelompok pemberontak etnis yang sudah mapan dan kekuatan pro-demokrasi yang lebih baru. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved