IKN Gawat DBD

Demam Berdarah Hantui Pekerja IKN di Kaltim, Puluhan Pekerja Harus Dirawat di RSUD Sepaku

Kasus demam berdarah menghantui pekerja IKN di Kaltim, puluhan pekerja harus dirawat di RSUD Sepaku.

Tribun Kaltim
IKN DI KALTIM - Demam Berdarah hantui pekerja IKN di Kaltim, puluhan pekerja dirawat di RSUD Sepaku. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kasus demam berdarah menghantui pekerja IKN di Kaltim, puluhan pekerja harus dirawat di RSUD Sepaku.

Salah satu pekerja IKN di Kaltim, Muhibah (49) yang merupakan warga Sukabumi Jawa Barat, membagikan ceritanya terkena demam berdarah,

 Muhibah tampak tengah jibaku melawan demam berdarah yang menyerangnya.

"Baru dua hari saya mendapat perawatan di RSUD Sepaku. Sebelumnya, selama lima hari saya mengalami demam tinggi dan lemas, namun mencoba bertahan dan istirahat di mess pekerja. Lantaran tak sanggup lagi, akhirnya dirawat di sini," kata Muhibah kepada TribunKaltim.co.

Baca juga: Curhat Pekerja IKN di Kaltim, Gaji Tidak Sesuai yang Dijanjikan, Kini Terkulai Lemas Akibat DBD

 Muhibah berkisah, ia awalnya merasakan kondisi badannya lemas, mual dan juga pusing.

Selain itu pinggangnya juga terasa sakit dan juga lemas.

Lebih parahnya, perutnya seolah tak mau menerima asupan makanan.

"Saya sudah mencoba untuk memaksa makan agar tetap sehat. Namun ketika masuk sedikit saja langsung muntah. Badan saya terasa benar-benar lemas," kata Muhibah.

Muhibah tidak sendiri.

Puluhan pekerja di IKN terpaksa menyerah dan harus beristirahat lantaran mengidap demam berdarah yang mengalami peningkatan kasus belakangan ini.

Pada Jumat (1/11/2024), data di RSUD Sepaku menyebutkan bahwa ada empat pasien demam berdarah yang keluar dan dinyatakan sembuh.

Namun bersamaan dengan itu, di hari yang sama juga masuk 10 pasien dengan gejala yang sama harus menjalani rawat inap di rumah sakit paling dekat dengan kawawan IKN ini.

Baca juga: Balikpapan Tertinggi ke-2, Inilah Jumlah Kasus DBD di Kaltim Sepanjang 2024 dan Korban Jiwa

Data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan bahwa kasus demam berdarah di Kabupaten Penajam Paser Utara, lokasi pembangunan IKN menempati urutan kedua tertinggi nasional (IR) setelah Kabupaten Gianyar, Bali.

Data Incident Rate atau jumlah kasus dibanding jumlah penduduk (1/100.000) per 18 Oktober 2024 menyebutkan bahwa kabupaten dengan IR tertinggi adalah Gianyar dengan 767,8; disusul PPU 729,4, kemudian Klungkung 577,7; Bangli 477,5 dan kemudian Kota Kendari dengan 439,1.

Sementara untuk kasus DBD di periode yang sama yang dikeluarkan 18 Oktober 2024, kasus tertinggi terjadi di Bandung dengan 6.786 kasus, Tangerang 4.774 kasus, Depok Kota 4.277 kasus, Gianyar 4.122 kasus dan Bekasi dengan 3.861 kasus.

Memilih Pulang

Muhibah menjelaskan, inilah pertama kalinya ia diserang demam berdarah.

Untuk itu saat ini ia dilema apakah ingin melanjutkan kontrak enam bulan dengan perusahaan tempatnya bekerja atau memilih pulang.

Vonis mengidap demam berdarah berikut dengan layanan rumah sakit yang menurutnya merepotkan membuatnya susah.

"Bagaimana tidak, selama dirawat saya harus beli makanan sendiri. Bukan hanya untuk Fajri yang menunggu saya, tetapi makanan untuk saya sebagai paisen juga harus beli sendiri," imbuhnya.

Belum lagi dengan kontrak kerjanya selama enam bulan yang ia rasakan membingungkan.

Ia mengaku awalnya dijanjikan upah Rp 175 ribu per hari.

Namun kenyataannya yang diterima tidak sama dengan perjanjian.

Baca juga: Dinkes Kaltim Catat Ada 3.896 Kasus Positif DBD Sepanjang Tahun 2024 Ini, Terbanyak Berada di Kukar

Belum lagi ia juga tidak tahu bagaimana dengan biaya perawatannya di rumah sakit.

"Untuk makan saja Rumah Sakit tidak menyediakan nasi dan saya harus keluar duit sendiri untuk beli," jelasnya.

"Kalau upah kerja itu Rp 125 ribu per hari, ya itu aja, kalau mau lebih ya lembur, Kalau ndak lembur ya ndak bakalan cukup itu. Awal-awal kita dengar dijanjikan Rp 175 ribu, nyatanya sampai di sini segini, ya sudahlah," jelasnya.

Peluang untuk mendapatkan upah lebih layak di IKN yang diharapkan Muhibah tak menjadi kenyataan saat ia nekat mencari peruntungan di IKN.

Terlebih saat ia harus menderita demam berdarah membuat apa yang sudah diperoleh yang niatnya ditabung untuk anak istri di rumah harus terpakai untuk biaya perawatannya.

"Kalau bisa pulang nanti usai sembuh, meskipun kontraknya enam bulan kalau boleh pulang, ya saya pulang," ucapnya.

Demam Berdarah

Kepala Bagian Pelayanan Penunjang Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kecamatan Sepaku dan Tour Plan Diskes, Muhamad Rumadi, menjelaskan kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Sepaku IKN lebih banyak menjangkiti para pekerja IKN dan terdampak bagi masyarakat lokal.

"Kalau selama ini kan memang rata-rata banyak pekerja dari IKN, karena sehubungan juga dengan pembangunan yang ada di IKN, otomatis pekerja ini rata-rata banyak dari luar daerah. Jadi di daerah IKN itu memang banyak perusahaan-perusahaan dan proyek mereka berobat ke rumah sakit Sepaku," ujarnya.

Dari presentase pasien DBD yang terawat pada RSUD Sepaku terlihat pekerja IKN lebih banyak jika dibandingkan masyarakat lokal.

"Kalau kita hitung-hitung kemarin perbandingannya itu 76 persen banding 24 persen, yang 24 persen itu masyarakat wilayah setempat, yang 76 persen itu pekerja IKN-nya. Artinya dari perusahaan atau pekerja yang ada di IKN," ucapnya.

Lebih lanjut, Muhammad Rumadi menjelaskan dari data pasien yang ada di RSUD Sepaku pada 2024 mengalami penurunan pada akhir Oktober dan rata-rata yang terkena adalah para pekerja IKN yang dirawat di RSUD Sepaku dan relatif 3-5 hari dibutuhkan perawatan.

"Jadi yang ada di sini 93 orang di bulan Oktober ini mereka yang datang ke rumah sakit untuk memeriksa kesehatan. Nah, kalau dari bulan Januari itu memang ada itu 11 pasien, di Februari ada 5, Maret ada 1, di April itu ada 5 lagi, Mei itu ada 16, terus Juni itu terjadi peningkatan ada 40, di Juli itu ada 111 orang, Agustus ada 170, bulan September 113 dan Oktober ini 93 orang," paparnya.

Dari angka-angka itu, Muhammad Rumadi menilai terjadi peningkatan kasus di Agustus sekitar 170 orang yang terkena DBD.

"Namun di Oktober ini terjadi penurunan dari sebelumnya 170, sekarang 93 kasus DBD, itu memang ada dari masyarakat, juga ada dari pekerja yang ada di IKN," jelasnya.

Pasien DBD yang datang ke RSUD Sepaku tersebut pun melakukan beberapa tahapan, baik itu pengecekan kondisi suhu tubuh hingga pengecekan darah pada laboratorium.

"Kalau kita selama ini kita lihat dulu pasiennya, nanti dilakukan pemeriksaan laboratorium, kalau keadaan positif ya, misalnya dalam keadaan lemah ya kita rawat, kalu memang misalkan ada perlu penambahan darah atau gimana, otomatis
bisanya kita rujuk, tapi selama ini ya kita tangani di sini saja di rumah sakit ini," ujarnya.

Muhammad Rumadi mengatakan, pasien yang positif DBD diperiksa dengan fasilitas laboratorium.

Ada alat pemeriksa juga yang namanya RTD Combo khusus untuk pemeriksaan DBD. 

"Di situ ada ns one dan penunjang IGM dan IGG-nya itu, jadi ada fungsi yang satu itu apabila panas atau demamnya di bawah 4 hari dia akan terbaca di ns one, kalau lebih dari 4 hari yang di IGM atau IGG itu akan terbaca positif, itu ada garis dua, kalau satu berarti negatif," sambungnya.

Ia menambahkan RSUD Sepaku belum memiliki fasilitas yang cukup atau masih banyak kekurangan, namun pihaknya tetap akan memisahkan para pasien yang yang dikategori dapat menular.

Baca juga: Cegah DBD, Dinkes Kutai Barat Luncurkan Inovasi Program Baru Bernama Mende Bendeng Apik

"Ya biasanya kita pisahkan pasiennya, dibedakan, karena ruangan bukan hanya cuma satu, ada lumayan banyak. Nah kalau untuk fasilitas kita belum mempuni juga, namanya rumah sakit kita juga baru berkembang ya, karena rumah sakit kami pratama naik ke tipe D, artinya berproseskan," katanya.

Ia juga mengaku kekurangan dalam hal sumber daya manusia.

"Masih banyak kekurangan tapi kita memaksimalkan yang ada," katanya.

Terkait banyaknya pasien pekerja IKN terkena DBD, Muhamad Rumadi menilai ada berbagai faktor, di antaranya kebersihan di lingkungan hingga over kapasitas di tempat tinggal, sehingga mudah terserang DBD.

"Mereka sedikit lengah, kurangnya PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) di tempat mereka," pungkasnya.

Jumlah Pasien DBD di RSUD Sepaku

Januari: 11 pasien

Februari: 5 pasien

Maret: 1 pasien

April: 5 pasien

Mei: 16 pasien

Juni: 40 pasien

Juli: 111 pasien

Agustus: 170 pasien

September: 113 pasien

Oktober: 93 pasien.

Kaltim Tembus 8.000 Kasus DBD per November 2024, Soroti PPU yang Sumbang Kasus Terbanyak

Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) merilis, sejak Januari sampai Oktober 2024 terjadi 11.184 kasus demam berdarah Dengue (DBD).

Dari laporan itu juga terungkap bahwa 50 persen menimpa pekerja konstruksi di Ibu Kota Nusantara (IKN) dengan rata-rata 50 pasien per bulannya.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kalimantan Timur, dr. Jaya Mualimin juga membenarkan adanya tren peningkatan DBD di Kecamatan Sepaku, PPU.

Kendati demikian pihaknya mengapresiasi sebab Dinkes PPU telah melakukan penanganan dengan baik sehingga Case Fatality Rate (CFR) atau tingkat kematian karena DBD lebih rendah.

"Memang kasus terjangkit DBD meningkat. Tapi CFR-nya hanya 0,18 persen, di bawah 0,5 persen. Artinya penanganannya baik," kata dr. Jaya saat dikonfirmasi Tribunkaltim.co, Jumat (1/11).

Baca juga: Puluhan Pekerja IKN di Kaltim Jibaku Lawan DBD, Angka Demam Berdarah di PPU Tertinggi Kedua Nasional

Namun ungkapnya, sebenarnya peningkatan DBD karena gigitan nyamuk aedes aegypti di sepanjang 2024 ini tidak hanya terjadi di PPU, melainkan se-Kalimantan Timur.

Dinkes Kaltim mencatat, sepanjang 2023 lalu terjadi 6.000 kasus DBD.  

Namun tahun ini, baru memasuki November kasus DBD di 2024 sudah hampir menyentuh angka 8.000.

"Tapi kita berhasil menurunkan CFR-nya (tingkat kematian karena DBD). Tahun lalu (2023) 0,38 persen. Tahun ini kita bisa tekan sampai 0,23 persen. Semoga tidak meningkat lagi," ungkapnya.

Lalu apa penyebabnya?

Dokter Jaya Mualimin mengungkap bahwa sepanjang 2024 ini Kaltim sedang dilanda curah hujan yang cukup tinggi.

Hal itu memberi ruang bagi nyamuk dengan ciri khas corak hitam putih itu leluasa berkembang biak.

Terlebih terkhusus daerah PPU kini menjadi area pembangunan IKN yang memungkinkan cukup meningkatnya tempat bertelur nyamuk aedes aegypti.

"Nyamuk pembawa virus dengue ini hanya membutuhkan 10-14 hari dari bertelur sampai menjadi dewasa. Dengan musim penghujan yang belum berhenti dan pembangunan di IKN maka ruang berkembang biak mereka semakin terbuka," bebernya.

Dokter Jaya juga menegaskan seluruh wilayah di Indonesia, termasuk Provinsi Kalimantan Timur merupakan tempat endemic bagi nyamuk aides aegypti.

"Yang perlu dicegah, walaupun endemic, jangan sampai terjadi KLB (kejadian luar biasa) atau wabah," ungkapnya.

Guna mencegah itu Dinkes Kaltim tengah mengelola manajemen pengobatan agar setiap warga sedari demam dan punya gejala mendapat penanganan dan pemeriksaan yang akurat. 

Setiap virus tinggi akan dilakukan pemeriksaan laboratorium secara serial agar anak-anak ataupun penderita DBD tidak kekurangan cairan plasma darah.

"Kita antisipasi jangan sampai penderita kekurangan plasma. Karena bisa menyebabkan komplikasi pada jantung hingga menyebabkan kematian," jelasnya. 

Selain itu, Pemprov Kaltim melalui Dinkes juga tengah memesan vaksin DBD untuk segera dikirim ke Kabupaten PPU.

"Karena anggaran terbatas saat ini kita akan dropping 3.000 vaksin dulu. Bertahap agar semua bisa dapat," imbuhnya.

Segala upaya telah dilakukan Pemprov Kaltim guna menekan penyebaran DBD. Namun dr. Jaya menegaskan sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk memutus rantai penyebaran yang dimulai dari menghambat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti dengan metode menguras, menutup dan mengubur (3M). 

"Rajin menguras bak atau tempat penampungan air, tutup semua tempat penampungan air dan kubur barang-barang yang bisa menjadi wadah air namun tidak terpakai agar tidak menjadi sarang nyamuk bertelur," sarannya. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved