Berita Mahulu Terkini
Tantangan Guru di Pedalaman Mahakam Ulu Kaltim, Harga Beras Setara Emas
Para tenaga pengajar di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur atau dekat perbatasan Indonesia-Malaysia.
Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, UJOH BILANG - Para tenaga pengajar di Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur atau dekat perbatasan Indonesia-Malaysia mengalami tantangan yang tidak pernah dialami guru-guru di perkotaan dekat ibu kota.
Di antaranya, tantangan tersebut adalah menghadapi kebutuhan pokok kerap melambung drastis.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Achmad Marzuqi kepada TribunKaltim.co, Sabtu (9/11/2024).
Dia menjelaskan, suka duka mengajar di wilayah perbatasan di Mahakam Ulu yang seringkali menantang.
Baca juga: Mengenal Tradisi Gelang Dayak di Mahakam Ulu Kaltim, Makna Simbol dan Warisan Leluhur
"Dengan harga-harga di sini kan mahal," kata Achmad Marzuqi.
Dia menggambarkan, realitas ekonomi di Long Apari, sebuah daerah yang bergantung pada pasokan dari wilayah lain, jadi harga-harga melambung tinggi, mahal jika dibandingkan dengan di perkotaan.
"Air mineral ukuran tanggung saja itu bisa sampai Rp10.000 per botol di warung," ungkap Achmad Marzuqi.
Selain itu, untuk gas LPG 12 kilogram saja, harga bisa mencapai Rp350.000, bahkan bisa lebih tinggi saat musim kemarau.
Pasokan bahan bakar yang terbatas turut memicu kenaikan harga lainnya, termasuk gas.
“Kalau kemarau, harga gas LPG 12 kilo di sini naik sampai Rp450.000. Distribusinya jadi susah, BBM juga susah, otomatis langsung naik," tuturnya.
Situasi semakin memprihatinkan ketika harga beras melonjak tinggi di tengah musim kering, mencapai angka fantastis.
“Harga beras bisa sampai Rp700.000 sampai Rp800.000 per karung, setara dengan harga emas," tambahnya.
Baca juga: Pemetaan Kampung di Mahakam Ulu Kaltim yang Belum Ada Jalan Darat
“Ini sudah rahasia umum di sini. Warga sudah tahu dan biasa dengan kenaikan ini di musim kemarau,” jelasnya.
Ia juga menceritakan bahwa warga seringkali dihadapkan pada kondisi unik: uang tersedia, namun barang yang dibutuhkan justru langka.
“Kita mampu beli, tapi barangnya nggak ada, terutama pada saat kemarau," imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.