Tribun Kaltim Hari Ini
Setyo Budiyanto Terpilih Jadi Ketua KPK, Puluhan Anggota DPR Tepuk Tangan
Puluhan anggota DPR tepuk tangan saat Setyo Budiyanto terpilih jadi Ketua KPK, tidak punya rekam jejak buruk
Dedikasinya selama bertugas di KPK menjadi bekal penting untuk menjalankan amanat sebagai Ketua KPK, melanjutkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca juga: Nasib Pekerja Teras Samarinda Masih Menggantung, Kuasa Hukum akan Bawa ke KPK
Tanak Raih Dukungan Terbanyak
KomisiI III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menetapkan 5 pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029, Kamis (21/11).
Berdasarkan hasil pemungutan suara di antara anggota Komisi III DPR RI, Johanis Tanak menduduki posisi teratas, yakni 48 suara.
Dengan demikian, Tanak mendapatkan dukungan dari seluruh anggota dewan yang hadir, yakni 48 orang.
Tanak pun terpilih menjadi salah satu dari 4 pimpinan KPK periode 2024-2029, yakni Setyo Budiyanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo dan Agus Joko Widodo.
Adapun Tanak sedang menjadi perbincangan hangat beberapa hari terakhir, karena ingin meniadakan operasi tangkap tangan (OTT) di KPK.
Sosok Wakil Ketua KPK 2019-2024 itu bahkan mengusulkan agar tidak ada lagi jabatan Ketua KPK, tetapi semua adalah pimpinan.
Keinginan itu dia sampaikan saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR RI pada Selasa (19/11) lalu.
“Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu (OTT) tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata dia di hadapan anggota Dewan.
Pernyataan itu langsung disambut dengan riuh tepuk tangan para anggota Komisi III seisi ruangan.
Tanak mengaku bahwa sejak awal menganggap OTT merupakan tindakan yang tidak tepat.
Namun, ia kalah suara dengan mayoritas pimpinan KPK lain yang setuju OTT sebagai langkah pemberantasan korupsi yang perlu dilakukan.
“Mayoritas mengatakan itu menjadi tradisi, apakah tradisi itu bisa diterapkan, tidak bisa juga saya menantang," ujar dia.
Memicu beragam reaksi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwara menegaskan bahwa meskipun istilah "operasi tangkap tangan" tidak secara eksplisit tercantum dalam KUHAP, praktik "tertangkap tangan" tetap sah dan tidak bisa dihapuskan.
"Tertangkap tangan itu kan enggak mungkin dihapuskan karena itu diatur dalam undang-undang," kata Alex di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta, Rabu (20/11).
Menurut Alex, meskipun istilah "OTT" tidak ada dalam KUHAP, praktik tangkap tangan merupakan bagian dari penindakan yang diatur dalam UU KPK.
Dia juga menjelaskan bahwa kegiatan tangkap tangan tetap dapat dilakukan oleh KPK, asalkan ada bukti yang cukup dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Saya kira enggak akan hilang juga sih. Apalagi kan perangkatnya kan juga ada,” ujar Alex.
Sementara Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menganggap pandangan Johanis tentang OTT sebagai langkah yang tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan publik.
Diky menjelaskan bahwa operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK selalu didahului dengan proses perencanaan yang matang, termasuk penyadapan dan pengintaian terhadap terduga pelaku.
Sedangkan Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo menegaskan OTT tidak mungkin dihapus.
Sebab, itu merupakan instrumen penting dan efektif dalam upaya menangkap basah para koruptor.
Yudi menilai bahwa janji Johanis Tanak saat fit and proper test calon pimpinan KPK di Komisi III DPR adalah upaya mengambil hati anggota dewan.
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20241122_HL-Tribun-Kaltim.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.