Berita Nasional Terkini
Hampir Dijemput Paksa, Sosok dan Peran Saeful Bahri yang Diperiksa KPK sebagai Saksi di Kasus Hasto
Inilah sosok dan peran Saeful Bahri, kader PDIP yang diperiksa KPK sebagai saksi di kasus Hasto Kristiyanto.
Ia mengungkap upaya suap terhadap mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan terkait permohonan Pergantian Antar Waktu Anggota DPR RI fraksi PDIP periode 2019-2024 diberikan di bawah tekanan.
Saeful merasa tidak berdaya atas desakan Harun Masiku, anggota PDIP dan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang mempersulit permohonan DPP PDIP untuk melimpahkan perolehan suara dari Nazaruddin Kiemas kepada Harun Masiku.
Saeful Bahri membacakan nota pembelaan berjudul "Demokrasi Versus Politik Hukum KPU."
Baca juga: Terjawab Sudah Kenapa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Tak Ditahan Usai Diperiksa KPK Hari Ini
Ia meminta bantuan Agustiani Tio Fridelina, anggota PDIP, untuk melakukan lobi-lobi dengan Wahyu Setiawan, Komisioner KPU.
Melalui Agustiani Tio, dia memberikan tawaran uang senilai Rp 750 Juta, di mana tujuh anggota termasuk ketua KPU RI masing-masing mendapatkan Rp 100 juta dan sisanya Rp 50 juta untuk Tio.
"Angka yang menurut saya masih berada dalam tingkatan yang wajar sebagai hadiah ucapan terima kasih," kata Saeful Bahri, saat membacakan nota pembelaan, dikutip dari Tribunnews.
Pada saat Saeful Bahri menawarkan Rp750 juta, kata dia, Wahyu Setiawan meminta dana Rp 1 Miliar.
Jika dikaitkan perkara ini berdasarkan bukti, saksi dan fakta-fakta persidangan telah diketahui munculnya dana operasional Rp 1 miliar itu, kata Saeful, atas dasar permintaan Wahyu Setiawan.
Dia mengungkapkan apabila Wahyu Setiawan benar tidak meminta dana operasional, maka tawaran pemberian uang akan langsung ditolak.
"Tapi ini malah langsung dipatok Rp 1 miliar. Patokan harga itulah yang membuktikan KPU memang sudah ada niatan terlebih dahulu, namun tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui bahasa tubuh yang kemudian diterjemahkan secara eksplisit oleh Ibu Tio kepada saya. Jadi pihak KPU-lah yang meminta, bukan kami yang memberi," ujar Saeful.
Saeful menilai, suatu perkara dapat dikatakan suap atau gratifikasi apabila uang itu diberikan karena inisiatif yang berkepentingan itu sendiri dengan tujuan agar kepentingannya bisa dilaksanakan atau dipercepat pejabat yang memiliki kewenangan.
Atas dasar itu, selama persidangan berlangsung, dia menilai, perkara itu ini lebih tepat dinyatakan sebagai delik pemerasan oleh Wahyu Setiawan.
Ia menjelaskan, pemerasan terjadi apabila pejabat yang memiliki kewenangan yang meminta imbalan terlebih dahulu kepada pihak yang berkepentingan, jika ingin kepentingannya dipenuhi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 23e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Sejak awal DPP PDIP konsisten menempuh langkah-langkah hukum dalam rangka memperjuangkan pelaksanaan putusan MA. Jika terjadi penyimpangan yang berujung perkara ini, hal itu dikarenakan ada permintaan uang terlebih dahulu dari pihak KPU kepada saya," tambahnya, seperti dilansir Tribunnews.com di artikel berjudul Profil Saeful Bahri, Kader PDIP Sekaligus Saksi Kasus Hasto Penuhi Panggilan KPK usai 2 Kali Mangkir.
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.