Tribun Kaltim Hari Ini
Semakin Glow Up, Tugu Putri Lemlai Suri Dicat Pemkab Bulungan
Tidak lagi berwarna cokelat tembaga, kini patung Putri Lemlai Suri telah dilakukan pengecatan sehingga bak putri asli dengan kulit putih bersih.
Penulis: Jino Prayudi Kartono | Editor: Diah Anggraeni
Menetas dari Dalam Telur
Perlu diketahui, tugu yang berbentuk seorang putri menetas dari dalam telur yang dibangun oleh Pemkab Bulungan (Bupati Bulungan, Kol Inf Purn. H. Yusuf Dali) yang saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 1994 ini memiliki sejarah melekat.
Budayawan Bulungan, Joko Supriyadi menjelaskan, bahwa banyak versi yang berkaitan dengan kisah dari putri yang saat ini menjadi salah satu ikon Tanjung Selor ini. Kisah tersebut juga sempat ditulis dalam dokumen Belanda pada tahun 1855.
“Ini Dokumen tertua sepertinya yang menceritakan tentang legenda dari Lemlai Suri, pada abad 16 jauh sebelum Kerajaan Kesultanan Bulungan Berdiri. Dari kesultanan Bulungan sekitar masih 10 generasi atau kurang lebih 300 tahunan lah,” jelasnya.
Dalam dokumen tersebut menjelaskan bahwasanya Lemlai Suri ini terlahir dari sebuah telur yang diciptakan oleh dewa guntur bernama Belalinajeb (Dewa Guntur Suku Dayak Kayan).
Selain Lemlai Suri, Dewa Belalinajeb juga menciptakan seorang pria yang berasal dari kayu (bambu) yang kemudian dikenal sebagai Ilang Bilung (menurut dokumen belanda).
“Kalau di Dokumen nama yang laki-laki Ilang Bilung, tapi menurut legenda yang berkembang dan populer di masyarakat yakni Jau Iru. Tapi untuk yang perempuan sepakat atas nama Lemlai Suri,” paparnya.
Sejarah Lemlai Suri ini berasal dari suku Dayak Kayan. Selain dokumen Belanda, legenda Lemlai Suri ini juga sudah berkembang di masyarakat Bulungan terkait kebenaran kisah tersebut.
Salah satunya dibenarkan oleh Budayawan Bulungan, Qomariyah.
Baca juga: Suplai Buku Anak Jadi Program Prioritas Pemkab Bulungan sejak 2018, 27.200 Siswa Terima Manfaat
Wanita yang juga berprofesi sebagai seorang guru sekaligus pelatih tarian tradisional ini menceritakan, bahwa kisah Lemlai Suri ini berasal dari Desa Long pelban, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan.
Yang mana pada saat itu, seorang kepala suku Dayak Kayan bernama Kuanyi yang memimpin sekitar 80 kepala keluarga di ‘Apok Kayan’ (yang saat ini menjadi Desa Long Pelban) hingga hari tua tidak diberi keturunan.
Untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya, Kuanyi dan sang istri ‘Inai’ memilih berburu dan bercocok tanam sebagai mata pencaharian.
“Kuanyi ini pada masa itu sebagai kepala suku termasuk orang berada, karena mereka tinggal di rumah yang besar,” terang Qomariyah kepada awak Tribun Kaltara saat ditemui di kantor tempatnya mengajar.
Pada saat itu, sang istri mengatakan jika persediaan makanan di rumah sudah hampir habis. Oleh karena nya, Inai meminta Kuanyi untuk berburu ke hutan mencari hewan buruan.
Kuanyi pergi menuju hujan di kala keadaan masih pagi petang dengan ditemani oleh beberapa anjing peliharaannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.