Pilkada Aceh Timur 2024
Sidang Sengketa Pilkada Aceh Timur 2024 di MK, Saksi Ungkap Deklarasi Kepala Desa dan Coblos Ilegal
Sidang sengketa Pilkada Aceh Timur 2024 di Mahkamah Konstitusi, saksi ungkap deklarasi kepala desa dan coblos ilegal.
TRIBUNKALTIM.CO - Sidang sengketa Pilkada Aceh Timur 2024 di Mahkamah Konstitusi, saksi ungkap deklarasi kepala desa dan coblos ilegal.
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur Tahun 2024 (PHPU Bupati Aceh Timur) digelar Senin (10/2/2025) pagi di Ruang Sidang Panel 3.
Persidangan Pemeriksaan Lanjutan ini digelar untuk Perkara Nomor 44/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur Nomor Urut 1 Sulaiman dan Abdul Hamid.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat ini menghadirkan sejumlah Ahli dan Saksi para pihak yang beperkara.
Baca juga: 3 Wali Kota Pemenang Pilkada 2024 yang Batal Dilantik Prabowo 20 Februari, Masih Bersengketa di MK
Pemohon memanfaatkan kesempatan ini dengan menghadirkan Saksi untuk memperkuat argumentasi mengenai keterlibatan aparatur desa dalam pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur Tahun 2024 (Pilbup Aceh Timur).
Dilansir dari laman mkri.id, salah satunya adalah Agus Dian Purnama yang merupakan koordinator saksi Pemohon. Ia mengungkap adanya deklarasi dukungan dari kepala desa dan ASN di Kecamatan Birem Bayeun yang dilakukan di sebuah bengkel kopi.

Deklarasi tersebut dihadiri langsung oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 3 Iskandar Usman Al Farlaky dan Zainal Abidin.
“Kepala Desa Keude Birem, Nikmat, yang juga ASN aktif di Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Timur, hadir dalam acara tersebut bersama Kepala Desa Birem Bayeun, Ismail,” ujar Agus.
Menurut Agus, setelah deklarasi di bengkel kopi, kegiatan serupa berlanjut di rumah Kepala Desa Keude Birem. Agus mengklaim memiliki bukti berupa video yang menunjukkan deklarasi tersebut.
Saksi lainnya, Madli Zaini, mengungkapkan adanya insiden pencoblosan ilegal di TPS 02. Madli menyatakan bahwa lima orang—termasuk Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS), mengambil surat suara yang belum terpakai dan mencoblosnya untuk Paslon Nomor Urut 03.
“Waktu itu saya lihat ada lima orang, salah satunya Ketua PPS. Panwas tidak ada di tempat, saya juga nggak sempat lapor,” ungkap Madli di hadapan majelis hakim.
Madli menambahkan bahwa ia tidak menandatangani C Hasil karena tidak menerimanya. “Sudah minta surat keberatan tapi tidak dikasih.
Tanda tangan saya dipalsukan, bahkan di daftar hadir TPS 02 pun dipalsukan dan disaksikan langsung ditandatangani semua oleh Ketua KPPS,” tegasnya.
Sementara itu, KIP Kabupaten Aceh Timur sebagai Termohon menghadirkan Titi Anggraini yang merupakan praktisi kepemiluan sebagai ahli.
Dalam keterangannya, ia menyampaikan terdapat pelanggaran prosedural oleh penyelenggara pemilu, meskipun tidak memengaruhi hasil, tetap harus ditindak tegas oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) atau Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta Bawaslu.
“Tindakan tegas ini bertujuan memberikan efek jera agar pelanggaran serupa tidak terulang di masa mendatang, termasuk dengan tidak merekrut kembali petugas pemilu yang bermasalah,” tegas Titi.
Titi juga menyoroti pentingnya pengelolaan daftar hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebagai instrumen untuk menjaga kemurnian suara pemilih. Ia mengungkapkan bahwa meskipun teknologi informasi seperti SIPOL, Sidalih, Silon, Sidakam, dan Sirekap telah digunakan, belum ada sistem yang secara efektif memvalidasi penggunaan hak pilih oleh pemilih di TPS.
“Daftar hadir diharapkan dapat membantu petugas KPPS memastikan bahwa tidak ada pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali dan bahwa semua pemilih yang memberikan suara adalah mereka yang berhak,” tambahnya.
Namun, Titi mengakui bahwa implementasi di lapangan sering kali terhambat oleh penerbitan regulasi yang mendekati hari pelaksanaan, kurangnya sosialisasi, serta pelatihan yang tidak memadai.
“Kendala sarana dan prasarana, metode yang tidak tepat, serta keterbatasan anggaran juga menjadi hambatan,” ujarnya.
Sementara saksi Termohon, Nuryadi yang merupakan anggota KPPS menerangkan tentang proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS 1 Ujong Tunong, Kec. Julok. “Disaat pembukaan kotak semua tanda tangan dan tidak ada keberatan,”terangnya.
Tidak Memenuhi Unsur TSM
Panel Hakim juga mendengarkan keterangan dari Zainal Abidin, Ahli yang dihadirkan oleh Pihak Terkait.
Zainal menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun Aceh memberikan ruang untuk menjaga kemurnian suara rakyat.
“Koreksi dapat dilakukan berkali-kali untuk memastikan hasil yang benar, meskipun dalam perkara ini ruang tersebut tidak digunakan,” jelasnya.
Menanggapi dalil pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang diajukan Pemohon, Zainal berpendapat bahwa dalil tersebut tidak memenuhi unsur TSM.
“Pelanggaran terstruktur dan sistematis hanya terjadi jika ada perencanaan matang dan pelaksanaan terorganisir. Pelanggaran masif harus terbukti dilakukan secara luas dan berdampak signifikan,” paparnya.
Ia juga menekankan bahwa narasi yang dibangun Pemohon seolah-olah menunjukkan pelanggaran besar, padahal setiap tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara memberikan ruang untuk koreksi.
“TPS yang disebutkan Pemohon tidak relevan untuk dikategorikan sebagai pelanggaran TSM karena tidak menggunakan instrumen hukum yang tepat,” tambahnya.
Sedangkan Saksi Pihak Terkait, yakni Annas menjelaskan setiap saksi dari masing-masing Pasion Bupati/Wakil Bupati Aceh Timur baik Pasion 01, Pasion 02, Pasion 03 juga Pasion 04 menandatangani hasil perhitungan Suara pada masing-masing TPS yang berjumlah 766 yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Timur, tanpa keberatan apalagi keributan dari masing-masing dari Pasion.
Menurut Annas, ia tidak pernah mendapatkan laporan dari dari Saksi-saksi Paslon Nomor urut 02 di lapangan, baik saksi tingkat TPS, saksi kecamatan, juga saksi Kabupaten Aceh Timur yang melaporkan bahwa Pasion Nomor urut 03 melakukan pelanggaran dan kecurangan.
Ini dikarenakan Saksi selalu berkoordinasi dengan saksi-saksi paslon lainnya baik di tingkat TPS, saksi Kecamatan, juga saksi Kabupaten Aceh Timur.
Dalam sidang pendahuluan sebelumnya, Pemohon menegaskan bahwa mereka merasa dirugikan akibat dugaan pelanggaran TSM yang melibatkan pejabat daerah, khususnya kepala desa dan aparatur desa.
Pemohon menuduh para pejabat tersebut secara aktif mengarahkan warga untuk memilih Paslon Bupati dan Wakil Bupati Iskandar Usman Al Farlaky-Zainal Abidin, yang akhirnya memperoleh suara signifikan di berbagai TPS.
Pemohon menyatakan bahwa pihaknya telah melampirkan sejumlah bukti dan dalil terkait berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan.
Salah satu sorotan utama adalah dugaan keterlibatan kepala desa dan aparatur desa di Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur, dalam memenangkan Pihak Terkait.
Dikutip dari laman mkri.id, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah rampung menyelesaikan sidang Pengucapan Putusan dan Ketetapan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Tahun 2024 sebanyak 270 perkara yang terdiri dari 227 Putusan dan 43 Ketetapan.
Sidang Putusan ini digelar pada Selasa hingga Rabu (4 – 5/2/2025) di Ruang Sidang Pleno MK, yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Pada Selasa (4/2), sembilan Hakim Konstitusi memutus sebanyak 138 perkara, sedangkan pada Rabu (5/2), Majelis Hakim Konstitusi memutus sebanyak 132 perkara.
Terdapat sebanyak 227 perkara yang tidak dapat diterima yang terdiri dari 31 perkara melewati tenggang waktu pengajuan permohonan, 119 perkara dinyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), dan 76 perkara permohonan pemohon dinilai tidak jelas (obscuur).
Selain itu, terdapat 1 (satu) perkara dinyatakan tidak dapat diterima karena pengajuan permohonan Pemohon tanpa menyerahkan alat bukti yang sah maupun daftar alat bukti yang mendukung permohonan.
Dalam sidang tersebut, Mahkamah juga menjatuhkan sebanyak 43 Ketetapan yang terdiri dari 6 (enam) Ketetapan dari perkara yang diajukan bukan merupakan kewenangan Mahkamah.
Kemudian, sebanyak 29 perkara dijatuhkan Ketetapan dengan alasan permohonan ditarik kembali atau dicabut.
Sedangkan, terdapat 8 perkara yang gugur karena Pemohon dan/atau kuasa hukumnya tidak hadir dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan tanpa alasan yang sah.
Baca juga: Rekap Putusan MK Terkait Gugatan Pilkada 2024 di Sulawesi Tengah, Hanya 2 yang Lanjut ke Pembuktian
Pemeriksaan Persidangan Lanjutan
Melalui Sidang Pengucapan Keputusan dan Ketetapan ini telah diumumkan 40 perkara yang akan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Persidangan Lanjutan (Pembuktian) yang akan digelar pada 7-17 Februari 2025 mendatang.
Dalam tahap persidangan tersebut, masing-masing pihak akan diberikan kesempatan untuk mengajukan saksi ataupun ahli untuk mendukung argumentasi dan dalil-dalil permohonan Pemohon ataupun jawaban serta keterangan yang diberikan oleh Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu.
“Hingga hari ini ada 40 perkara yang lanjut pada sidang pembuktian. Saya kira tidak berbeda dengan daerahnya. Jadi kalau 40 (perkara), kira-kira 40 daerah yang lanjut.
Bisa jadi kurang satu atau dua, karena bisa jadi ada yang double. Tetapi mungkin tidak ada, karena kalau KPU dan Bawaslu hitungannya kan daerah bukan perkara. Kalau perkara di MK ini 310, tetapi hanya 249 daerah karena ada satu daerah (terdiri dari) 2 perkara,” ujar Suhartoyo sesaat sebelum menutup persidangan.
Perkara PHPU Kepala Daerah 2024 yang akan dilanjutkan dalam Pemeriksaan Persidangan Lanjutan (Pembuktian) berasal dari 40 daerah tersebut, yaitu Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kota Sabang, Kota Palopo, Kota Banjarbaru, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Siak, Kabupaten Serang, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Magetan, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kepulauan Talaud, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buru, Kabupaten Bungo, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Berau, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Belu, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Banggai, Kabupaten Aceh Timur.
Sesuai dengan Pasal 48 Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024, para pihak (Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu Kabupaten/Kota) dapat menghadirkan Saksi/Ahli dalam Pemeriksaan Persidangan Lanjutan yang jumlahnya ditentukan oleh Mahkamah.
Mahkamah memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menghadirkan Saksi/Ahli maksimal sebanyak 4 (empat) untuk Kabupaten/Kota dan 6 (enam) orang untuk Provinsi dengan komposisi diserahkan pada masing-masing pihak.
Kemudian, Suhartoyo menyampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mempersiapkan sidang selanjutnya. Sedangkan terhadap perkara yang telah selesai, dapat menjadi bahan koordinasi dengan instansi terkait.
“Pihak KPU dan Bawaslu supaya nanti selalu dikoordinasikan dengan jajarannya untuk sidang kelancaran sidang-sidang selanjutnya di tahap pembuktian karena tahap pembuktian mungkin lebih pendalaman, lebih detail, dan lebih komprehensif. Termasuk mungkin bisa juga data-data ini bisa dijadikan bahan koordinasi dengan instansi-instansi lain berkaitan dengan proses-proses lebih lanjut terhadap perkara-perkara yang sudah selesai,” urai Suhartoyo.
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, MK diberikan waktu untuk menyelesaikan seluruh perkara PHPU Kepala Daerah paling lama 45 hari kerja sejak perkara dicatat dalam e-BRPK. Lebih lanjut, berdasarkan PMK Nomor 1 Tahun 2025, MK akan memutus sisa perkara yang masuk tahap Pemeriksaan Persidangan Lanjutan pada 24 Februari 2025 mendatang.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.