Tribun Kaltim Hari Ini
Panglima Perintahkan Perwira yang Isi Jabatan di Luar 14 Institusi dalam RUU TNI untuk Mundur
Panglima TNI memerintahkan perwira TNI yang menempati jabatan sipil di luar kementerian/lembaga yang diatur dalam RUU TNI untuk mundur.
TRIBUNKALTIM.CO - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memerintahkan perwira TNI yang menempati jabatan sipil di luar kementerian/lembaga yang diatur dalam RUU TNI untuk segera mundur.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Brigjen Kristomei Sianturi, mengungkapkan bahwa Panglima TNI telah menerbitkan surat perintah meminta anggota TNI aktif menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga segera mengundurkan diri atau pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-undang TNI.
"Yang perlu diketahui teman-teman sekalian bahwa memang sudah ada perintah dari Panglima TNI kepada prajurit TNI aktif yang berada di luar dari 14 kementerian atau lembaga yang sudah diamanatkan dalam UU 34/2004 untuk segera mengundurkan diri atau pensiun dini," ujar Kristomei dalam agenda webinar yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic & Defence Studies (ISDS) bertajuk 'Tentang UU TNI: Kita Bertanya, TNI Menjawab', Selasa (25/3).
Baca juga: Respons Demo Penolakan UU TNI, Ketua DPRD Balikpapan Janji Gelar RDP usai Lebaran
Dia menambahkan proses administrasi sedang berjalan. Perintahnya, tegas dia, adalah sesegera mungkin.
"Contoh adalah kasus atau permasalahan Direktur Utama Perum Bulog pak Letjen Novi Helmy. Kemarin hari Kamis sudah tidak menjabat lagi (Komandan Jenderal Akademi TNI). Sudah diberikan jabatan Perwira Staf Khusus. Itu akan terus berproses sampai SKEP (Surat Keputusan) pengunduran dirinya keluar," terang Kristomei.
UU TNI hasil perubahan menambah lima instansi yang bisa diduduki oleh prajurit aktif sehingga jumlahnya menjadi 14.
Yakni Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Kementerian Pertahanan termasuk Dewan Pertahanan Nasional, Kesekretariatan Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan/atau Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional dan Badan SAR Nasional.

Selanjutnya Badan Narkotika Nasional, Mahkamah Agung, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut dan Kejaksaan RI (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).
Terkait hal itu anggota Komisi I DPR RI Nico Siahaan sebelumnya meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk segera mengeluarkan surat penonaktifan bagi anggota TNI yang berada di luar 14 kementerian atau lembaga yang telah diatur UU TNI.
Nico mengatakan perlu adanya status yang jelas mengenai anggota TNI aktif yang menduduki jabatan sipil saat ini.
"Kita minta surat pengunduran diri. Jadi DPR, anggota DPR sudah secara jelas meminta kepada Panglima untuk segera mengeluarkan surat. Baik itu penonaktifkan atau mengeluarkan, mengembalikannya kepada TNI," kata Nico di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Selasa (25/3).
Nico menilai tak ada alasan untuk menunda surat penonaktifan tersebut. Dia meminta agar surat itu dikeluarkan dalam waktu cepat.
"Karena UU TNI kan kita undangkan sama-sama kan. Artinya komitmen bersamalah ya. Jadi harusnya itu dikeluarkan dalam waktu singkat," ujarnya.
Baca juga: Tolak UU TNI, Aliansi Balikpapan Bergerak Bakar Ban di Depan Kantor DPRD
Menurutnya, dalam mengeluarkan surat tersebut, Panglima TNI tak harus menunggu draf UU TNI ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto. Sebab, kata dia, pemerintah telah menyetujui penuh UU TNI.
"Kalau kita mau bicara mengenai komitmen, secepat mungkin jangan nunggu keppresnya. Karena kan itu sudah kita paripurna kan, dan kita sudah berbicara dengan pemerintah," ujarnya. "Pemerintah sudah setuju, artinya on be half of pemerintah, bagian pemerintah, dia sudah setuju ini pasal-pasalnya dan menurut saya komitmen pemerintah, ya mengeluarkan segera, tidak harus nunggu ini diundangkan. Jadi niat baik nih semuanya ya," imbuh dia.
DPR resmi mengesahkan Revisi UU TNI menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna Kamis (20/3).
Pengesahan tersebut dilakukan di tengah gelombang penolakan yang disampaikan koalisi masyarakat sipil. Ketentuan mengenai perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif (Pasal 47 ayat 2) dinilai berpotensi mengembalikan dwifungsi yang bertentangan dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dan prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.
Penilaian itu satu di antaranya datang dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Perubahan dalam UU TNI juga mengatur perpanjangan usia pensiun prajurit TNI yang berpotensi mengakibatkan pengelolaan jabatan di lingkungan organisasi TNI menjadi politis dan memperlambat regenerasi di tubuh TNI (Pasal 53 ayat 2 dan 4).
Dalam webinar kemarin, Kristomei mengklaim perluasan jabatan sipil sebagaimana termuat dalam UU TNI baru tidak serta merta disimpulkan dwifungsi kembali.
Ia menegaskan TNI sangat menghormati dan mendukung penuh supremasi sipil serta menghargai demokrasi.
Bagi TNI, kata Kristomei, saran dan masukan kepada TNI dibutuhkan sebagai fungsi kontrol dalam reformasi sektor keamanan.
"Jadi yakin dan percayalah apa yang sedang dirumuskan oleh TNI adalah demi kebaikan bersama dan revisi UU TNI ini dibuat untuk mempertegas apa batasan-batasan yang bisa kami kerjakan. Bukan untuk perluasan wewenang. Sehingga kami tidak salah langkah, tidak salah dalam mengambil keputusan, dalam alam demokrasi dalam rangka supremasi sipil ini," ucap Kristomei.
Baca juga: Aliansi Balikpapan Bergerak Kaltim Serbu Kantor DPRD, Tolak UU TNI yang Baru Disahkan
Ia juga menjelaskan keraguan yang muncul bahwa revisi UU TNI 34 tahun 2004 akan mengembalikan lagi dwifungsi ABRI tidaklah tepat. Kristomei juga menyatakan tidak pernah ada niatan dari TNI untuk kembali ke sana.
"Seperti yang tadi saya sampaikan, misalnya berapa banyak sih generasi muda TNI saat ini yang pernah merasakan nikmatnya Dwifungsi ABRI? Saya saja seorang Kapuspen TNI, saya lulusan Akademi Militer tahun 1997 tidak pernah merasakan nikmatnya apa itu Dwifungsi ABRI," kata Kristomei.
"Dan kami karena tidak pernah merasakan nikmatnya, ngapain kami kembali lagi ke masa lalu. Kami ingin jadi tentara profesional," lanjutnya.
Oleh karena itu, kata dia, agar TNI menjadi tentara profesional sesuai dengan jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara profesional maka TNI perlu dilengkapi dengan persenjataan atau alutsista.
Selain itu, menurut dia, tentara juga perlu dipikirkan kesejahteraannya.
"Anggaran pertahanan harus dipikirkan sehingga bisa mencukupi untuk melatih, melengkapi perlengkapan dalam rangka kita melaksanakan operasi," ujarnya.
"Jadi perubahan-perubahan dalam pasal 7 dalam tugas-tugas TNI, dalam pasal 47, tidak ada bahwa kita ingin untuk kembali mengaktifkan dwifungsi ABRI atau TNI," ujar dia.
14 Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi Militer
1. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
2. Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional (sebelumnya 2 K/L berbeda)
3. Sekretariat presiden dan Sekretariat militer presiden
4. Badan Intelijen Negara
5. Badan Siber dan/atau Sandi Negara
6. Lembaga Ketahanan Nasional
7. Badan Search And Rescue (SAR) Nasional
8. Badan Narkotika Nasional (BNN)
9. Mahkamah Agung
10. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
11. Badan Penanggulangan Bencana
12. Badan Penanggulangan Terorisme
13. Badan Keamanan Laut
14. Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.