Berita Nasional Terkini

Rupiah Melemah Dekati Level Krisis Moneter 1998, Airlangga Hartarto Sebut hanya Bersifat Sementara

Nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998.

Editor: Heriani AM
canva
RUPIAH MELEMAH - Ilustrasi uang rupiah. Nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998. 

TRIBUNKALTIM.CO - Nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998.

Ya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS  pada pekan ini mengalami tekanan, hingga sempat menyentuh level terendah sejak krisis moneter pada 1998.

Tercatat, nilai tukar rupiah sempat melemah hingga 0,5 persen ke level Rp 16.641 per dolar AS pada Selasa (25/3/2025), level terlemahnya sejak Juni 1998 di posisi Rp16.650.

Baca juga: Rupiah Anjlok, Terendah sejak Krisis 1998, yang Rugi Masyarakat karena Kebutuhan Hidup Makin Mahal

Namun, pelemahan tersebut berangsur mereda karena pada akhir perdagangan hari itu sudah ke level Rp16.590 per dolar AS.

Mengutip Bloomberg, rupiah pada akhir perdagangan Rabu (26/6/2025), berhasil menjauhi level krismon dengan posisi Rp16.587 per dolar AS.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menjabarkan pelemahan rupiah pada saat ini jelas jauh berbeda dengan kondisi krismon 1998.

"Kalau kita simpulkan, apakah kondisi saat ini masih jauh dari 1998? Saya berani afirmasi, ini masih jauh," ujar Solikin di Jakarta, Rabu (26/3/2020>

Adapun perbedaan pelemahan rupiah saat ini dengan 1998 yaitu tidak terjadi penurunan tajam.

Pada 1998, rupiah terjun bebas dari di bawah Rp 10.000 per dolar AS langsung ke level Rp 16.000 per dolar AS dalam waktu singkat.

Saat ini, depresiasi rupiah terjadi secara bertahap sejak berada di level Rp 15.000 per dollar AS. 

Selain itu, krisis 1998 juga disertai dengan kerentanan ekonomi yang tidak dapat dimitigasi oleh pemerintah, menyebabkan resesi. 

Baca juga: Nilai Rupiah Anjlok Mendekati Rekor Terendah Krisis Asia, Apa Penyebabnya?

Saat itu, cadangan devisa Indonesia hanya sekitar 20 miliar dollar AS. Kini, kondisi lebih terkendali dengan cadangan devisa mencapai 154,5 miliar dollar AS per akhir Februari 2025. 

"Dulu, kerentanan di sektor keuangan dan utang tidak teridentifikasi dengan baik. Sekarang BI dan pemerintah sudah memiliki mekanisme lebih kuat untuk mendeteksi potensi pelemahan ekonomi," jelas Solikin. 

Solikin pun menyebut, kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibanding 1998.

Indikator seperti produk domestik bruto (PDB), inflasi, kredit, permodalan, dan transaksi berjalan masih dalam kondisi stabil. 

Namun, BI dan pemerintah tetap mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, termasuk faktor sosial, politik, serta kemajuan teknologi yang dapat memicu ketidakstabilan. 

"Krisis bisa muncul dari faktor di luar ekonomi, seperti operasional atau teknologi digital. Itu sebabnya, penanganan krisis harus dilakukan secara terintegrasi," tuturnya.  

Baca juga: Respons Menko Airlangga Hartanto Soal Nilai Rupiah yang Anjlok: Rupiah Naik Turun, Biasa Saja

Pelemahan Rupiah Hanya Bersifat Sementara

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat sekarang ini. 

Selain itu, kondisi pasar saham sekarang ini sudah mulai menguat atau rebound setelah sempat turun beberapa waktu lalu. 

Hal itu disampaikan Airlangga, merespon nilai tukar rupiah yang  merosot terhadap dolar AS.

"Iya kan ini harian nanti kita lihat. Kan fundamental ekonomi kuat terus pasar juga sudah rebound. Kemarin ekspetasi mengenai RUPS mandiri dan RUPS BRI kan baik outcome-nya," kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (26/3/2025).

Menurut Airlangga, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang fluktuatif merupakan hal biasa. Namun melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sekarang ini salah satunya dipengaruhi faktor eksternal.

"Kita sudah melihat tentu masih ada beberapa faktor sentimental luar," kata Airlangga.

Airlangga yakin bahwa kondisi nilai tukar rupiah akan membaik. 

"Ya nanti rebound lagi," kata Airlangga.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan, mengungkap faktor dari luar dan dalam negeri yang menyebabkan anjloknya nilai tukar.

"Geopolitik masih terus memanas, dimana Amerika sudah mengancam terhadap Iran, sudah memberikan satu ultimatum perang atau menghentikan reaktor nuklirnya. Artinya apa? Ini suatu ancaman untuk negara-negara Timur Tengah bahwa Amerika siap melakukan penyerangan terhadap Iran," ujar Ibrahim.

Selain itu, ketegangan terus terjadi di Jalur Gaza. Serangan Israel di sana menuai kritikan dari masyarakat Israel sendiri yang tengah melakukan demonstrasi. 

Baca juga: Rupiah Berada di Level Terendah Sejak Krisis Moneter 1998, Ada Andil Ekspansi Peran Militer

Lalu, faktor lainnya dimana Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mengumumkan mengenai kebijakan tarif impor besar-besaran yang dijadwalkan diumumkan pada 2 April.

Paket tarif yang akan diumumkan pada 2 April akan berfokus pada tarif resiprokal, yaitu tarif yang ditentukan berdasarkan kebijakan perdagangan negara mitra terhadap produk AS.

"Ini yang memberatkan pasar. Memberatkan pasar sehingga harga-harga akan kembali mengalami kenaikan," kata Ibrahim.

Sedangkan dari dalam negeri, faktor-faktor yang mempengaruhi anjloknya nilai tukar, yakni soal pengumuman Danantara, pernyataan Presiden Prabowo Subainto bahwa saham adalah judi, hingga membuat frustasi para investor.

"Ucapan-ucapan Presiden yang mengatakan bahwa saham adalah judi. Kemudian, efek harga saham jatuh dalam hubungannya dengan masyarakat kelas bawah, dan lain-lain, ini pun juga membuat frustasi bagi para investor sehingga banyak investor asing keluar dari pasar modal Indonesia," tutur Ibrahim.

Kemudian, menurut Ibrahim, pasar modal enggan diintervensi pemerintah. Misalnya, dengan keterlibatan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang ikut memantau pergerakan harga saham di Tanah Air saat ini.

"Adanya intervensi pemerintah terhadap mekanisme pasar, terhadap pasar modal sehingga dianggap bahwa ini tidak aman bagi para investor. Investor menginginkan pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu hanya mengawasi saja," ucap Ibrahim. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Rupiah Sentuh Level Terendah Saat Krismon 1998, BI Ungkap Hal Ini, Pemerintah Yakin Hanya Sementara.

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved