Berita Nasional Terkini
Kenapa Amerika Serikat Persoalkan Sistem QRIS? Minta Diganti Visa dan MasterCard, Respons BI
Layanan keuangan Indonesia yaitu Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) kini tengah jadi sorotan Amerika
TRIBUNKALTIM.CO - Kenapa Amerika Serikat mempersoalkan sistem QRIS? Ini reaksi Bank Indonesia.
Layanan keuangan Indonesia yaitu Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) kini tengah jadi sorotan Amerika Serikat.
Sorotan itu muncul setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal.
Mereka khawatir, dua layanan keuangan Indonesia itu akan menghambat perdagangan luar negeri AS.
Baca juga: 3 Transaksi Favorit Para Pengguna QRIS di Balikpapan, Volume Melonjak Tembus Rp406 Miliar
Hal ini tercantum dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025.
Dalam laporan tersebut, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) merinci hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.
Indonesia disebutkan memiliki kebijakan yang dapat menghambat perdagangan digital dan elektronik, yang berpotensi memengaruhi perusahaan-perusahaan AS.
Salah satunya terkait implementasi QRIS dan GPN yang menimbulkan kekhawatiran perusahaan penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS karena memaksa penggunaan sistem dalam negeri dan mengecualikan opsi lintas batas, sehingga dinilai dapat menciptakan hambatan pasar.
Kekhawatiran ini ditimbulkan karena Bank Indonesia (BI) mewajibkan semua transaksi debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan berlisensi oleh BI.
Aturan soal GPN ini sesuai dengan Peraturan BI Nomor 19/08/2017.
Peraturan tersebut juga memberlakukan pembatasan ekuitas asing sebesar 20 persen pada perusahaan yang ingin memperoleh lisensi switching untuk berpartisipasi dalam GPN serta melarang penyediaan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik.
Kemudian, dalam Peraturan BI Nomor 19/10/PADG/2017, perusahaan asing yang ingin ikut mengelola transaksi pembayaran dalam negeri di Indonesia tidak bisa beroperasi sendiri.
Mereka harus membentuk perjanjian kemitraan dengan perusahaan lokal yang sudah berlisensi dari BI untuk memproses transaksi ritel domestik melalui GPN.
"Pada bulan Mei 2023, BI mengamanatkan agar kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN dan mewajibkan penggunaan serta penerbitan kartu kredit pemerintah daerah."
"Perusahaan pembayaran AS khawatir kebijakan baru tersebut akan membatasi akses penggunaan opsi pembayaran elektronik AS," tulis USTR dalam laporan NTE 2025, dikutip Minggu (20/4/2025).

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.