Samarinda Dikepung Banjir
2 Faktor jadi Pemicu Utama Longsor di Samarinda Kaltim, Ada Belasan Titik Rawan
Ada dua faktor yang menjadi pemicu munculnya tanah longsor di ibukota Kalimantan Timur, Kota Samarinda, Kalimantan Timur
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ada dua faktor yang menjadi pemicu munculnya tanah longsor di ibukota Kalimantan Timur, Kota Samarinda.
Yakni karakteristik tanah yang labil dan curah hujan yang tinggi.
Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, Suwarso kepada TribunKaltim.co pada Selasa (13/5/2025).
Dia singgung, tragedi tanah longsor yang menewaskan satu keluarga di kawasan Gunung Lingai, Kecamatan Sungai Pinang, bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi warga dan Pemerintah Kota Samarinda.
Baca juga: Banjir Kepung Samarinda, Warga Dengar Gemuruh Seperti Petir, Ibu-Anak Tertimbun Longsor di Lempake
Tetapi juga menyingkap realitas geologis yang ada di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Dia mengungkapkan bahwa lokasi longsor di Gunung Lingai hanyalah satu dari sekian banyak titik rawan yang tersebar di wilayah kota.
Karakteristik tanah yang labil, curam, serta miskin vegetasi, memperparah risiko yang setiap saat bisa berubah menjadi bencana.
Potensi longsor besar karena di samping curam, tanahnya juga mudah bergerak dan lapisan bawah sudah banyak air.
"Tadi waktu pencarian korban di hari kedua dilihat dari bawah bahwa tanah mengalir air terus. Kemungkinan risiko longsornya masih tinggi. Apalagi kalau hujan, karena memang tidak ada yang mengikat tanahnya, sama sekali tidak ada pohon besar,” ujar Suwarso.
Data BPBD mencatat setidaknya ada 16 titik longsor yang terjadi saat hujan deras mengguyur Samarinda pada 12 Mei 2025.
Baca juga: Atasi Banjir di Samarinda, Pemkot Kaji Jembatan PM Noor untuk Dibongkar atau Dilebarkan
Sebagian besar wilayah tersebut memiliki komposisi tanah yang serupa, yakni berpasir di lapisan atas, dan lempung di lapisan bawah.
Menurut Suwarso, kombinasi ini berbahaya lantaran lapisan bawah tanah tidak menyerap air, melainkan hanya menahannya.
“Jenis tanah di Kalimantan hampir sama. Berpasir, di bawahnya lempung, dan hanya menahan. Ketika tidak sanggup menahan air, maka tanah yang di atas tergelincir. Itulah risiko di Samarinda dan Kalimantan,” ujar Suwarso.
Peringatan ini sejalan dengan kebijakan tegas Wali Kota Samarinda, Andi Harun, yang langsung meninjau lokasi bencana dan memerintahkan pemasangan plang peringatan serta melarang aktivitas pembangunan di daerah lereng.
Arahan Pak Wali setelah dilakukan penanganan maka segera dipasang plang peringatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.