Liputan Khusus
Samarinda Bebas Tambang 2026, Andi Harun Tak Lagi Perpanjang IUP, Fokus Sektor Perdagangan dan Jasa
Samarinda bebas tambang 2026, Andi Harun tak lagi perpanjang IUP, sektor Perdagangan dan Jasa jadi penopang ekonomi
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Doan Pardede
Dari jumlah tersebut, tak semua perusahaan tambang tercatat aktif melakukan kegiatan operasional.
"Kalau di Samarinda kalau tidak salah dulu ada sekitar 63 perusahaan di luar PKP2B. Namun sekitar 47 perusahaan yang aktif di Samarinda pada tahun 2013–2014," pungkasnya.
Baca juga: Video Walikota Samarinda Tegur Pengusaha Viral, Penjelasan Andi Harun soal Narasi Orang Balikpapan
Lokasi yang Rusak Harus Dipulihkan
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) menilai upaya Pemerintah Kota Samarinda yang ingin aktivitas pertambangan hanya omong kosong jika tidak ada upaya reklamasi.
"Kalau kami amati sejak tahun 2020, jumlah tambang terjadi penyusutan drastis dari izin tambang. Karena apa, bukan karena izinnya dicabut atau karena masalah, tetapi karena memang izin sudah berakhir," ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari.
Dari catatan Jatam Kaltim, pada tahun 2020 ada sekitar 63 hingga 73 Izin Usaha Tambang yang tersisa di wilayah Kota Samarinda dan itu semua akan berakhir pada tahun 2026 hingga tahun 2028.
"Sangat mungkin di tahun 2026 yang tinggal beberapa bulan saja, izin tambang memang sudah berakhir dan itu rentetan hingga tahun 2028 izinnya sudah berakhir," ucapnya.
Pegiat lingkungan menyebut saat ini 1.735 lubang tambang dibiarkan menganga oleh perusahaan, meski mereka secara hukum wajib mereklamasi bekas galian setelah eksplorasi.
Jatam Kaltim juga mencatat, sejak 2011 hingga 2025, korban tewas di lubang tambang tersebar di Samarinda (27 orang), Kutai Kartanegara (15), Paser (2), Kutai Barat (1) dan Penajam Paser Utara (1).
"Oke, kita bilang tidak ada lagi tambang, bagaimana dengan banyaknya orang mati di lubang tambang, karena secara data Kota Samarinda sebagai penyumbang terbanyak orang mati di lubang tambang. Lubang-lubang tambang tadi tidak dipulihkan tidak ditutup, otomatis menjadi bahaya dimasa yang akan datang baik dengan pencemaran hingga kematian," kata Mareta.
Dirinya menilai jika ada upaya untuk dilakukan pengalihan lubang tambang dijadikan tempat pariwisata, kolam Ikan dan lain-lain, hal itu sebagai bentuk cara perusahaan untuk menghilang dari rasa tanggung jawab pascatambang.
Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yang termuat dalam Pasal 96 huruf b mengatur tentang pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan/atau pascatambang.
Sementara Pasal 100 ayat (1) mengatur tentang kewajiban pemegang IUP atau IUPK untuk menyediakan dan menempatkan dana jaminan reklamasi dan/atau jaminan pascatambang.
"Jadi harus ada tanggung jawab yang harus dilengkapi yang dikerjakan, masa dibiarkan begitu saja, Pemerintah lepas tangan, perusahaan tidak dikejar, dan lagi-lagi masyarakat yang kena akibatnya," ujarnya.
"Reklamasi pasca tambang harusnya memulihkan. Sayangnya, itu tidak lagi hingga tinggal beberapa bulan saja di tahun 2026," sambungnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.