Liputan Khusus
Samarinda Bebas Tambang 2026, Andi Harun Tak Lagi Perpanjang IUP, Fokus Sektor Perdagangan dan Jasa
Samarinda bebas tambang 2026, Andi Harun tak lagi perpanjang IUP, sektor Perdagangan dan Jasa jadi penopang ekonomi
Penulis: Tribun Kaltim | Editor: Doan Pardede
Dia menegaskan, Jatam Kaltim memiliki alasan sehingga reklamasi pasca tambang harusnya memulihkan, sayangnya hingga tingal beberapa bulan saja tahun 2025, Jatam tidak melihat perubahan dari lubang tambang di Kota Samarinda.
Dirinya juga mengatakan, setelah dilakukan uji laboratorium terhadap kualitas air tambang di Kota Samarinda, banyak ditemukan kawasan pascatambang beracun.
Baca juga: Wali Kota Andi Harun Peringatkan Potensi Longsor Susulan di Lempake Samarinda Kaltim
"Reklamasi pasca tambang itu penting untuk serius dikerjakan, karena sudah ada korban yang mati, sudah banyak yang tercemar, fasilitas publik seperti jalan, rumah penduduk yang hancur gitu," tuturnya.
Lebih lanjut, Mareta Sari menegaskan bahwa Pemkot Samarinda tidak hanya mengklaim bahwa izin pertambangan akan habis 2026, tetapi bagimana sistem pertanggungjawaban memulihkan kawasan pascatambang di Kota Samarinda dengan terbuka dan transparan dan bukan menjadi proyek baru lagi.
"Percuma bilang berakhir pada tahun 2026, tetapi lubang-lubang tambang ditinggalkan, lokasi yang rusak tidak dipulihkan, Jadi omongan kosong memulihkan kota Samarinda hanya menyelesaikan izin usaha tambang," pungkasnya.
Tak Bisa Kerja Sendiri
Pemerintah Kota Samarinda telah menetapkan Zona Bebas Tambang di Tahun 2026 yang juga mendapat dukungan dari DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis berujar, pemerintah tidak mungkin bisa bekerja sendiri dalam menuntaskan dan menyelesaikan permasalahan tambang di Kota Samarinda.
Karena itu, harus ada masyarakat dan para pemangku kepentingan yang mau dan ikut terlibat dalam prosesnya.
"Tambang merupakan permasalahan yang sangat komplit dan tidak hanya merusak iklim atau lingkungan di Kota Samarinda. Namun, aktivitas tambang juga tidak ada manfaatnya bagi masyarakat, malah menyengsarakan dan menimbulkan bencana," ungkap Ananda Moeis.
Ia mengajak masyarakat agar bisa lebih peka, jika mengetahui adanya aktivitas tambang di daerahnya serta melaporkannya ke pihak berwenang.
Daripada membiarkan aktivitas tersebut yang justru merusak lingkungan, juga merugikan masyarakat.
"Kita harus bersama-sama saling membantu agar Kota Samarinda bisa terbebas dari tambang, untuk itu jika masyarakat mengetahui adanya tambang, maka segera dilaporkan," harap politisi PDI-Perjuangan ini.
Menurut Ananda Moeis, dengan mewujudkan Samarinda bebas dari tambang, maka akan tercipta kota dengan lingkungan yang aman, nyaman, harmoni, dan lestari.
Tentu, persoalan banjir juga akan teratasi beriringan dan krisis iklim akan berkurang, dengan penuntasan aktivitas tambang di Kota Tepian.
"Saya dukung, dan reklamasinya juga harus diperhatikan, hal ini demi generasi masa depan. Program apapun jika itu untuk generasi masa depan, pasti akan kita dukung, dan pada intinya saya setuju," tandas legislator dapil Kota Samarinda Ini.
Tak Punya Kewenangan
Pendapat juga diungkapkan Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Subandi.
Mantan Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda menyorot kebijakan perizinan dan pengawasan pertambangan yang kini di Pemerintah Pusat.
Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 menyatakan hal tersebut.
Dalam peraturan ini, kewenangan pengelolaan pertambangan, termasuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP), secara eksklusif berada di tangan Pemerintah Pusat.
Menurutnya, kebijakan ini membuat sulit pemerintah daerah, baik provinsi hingga kabupaten/kota.
Misal dalam mengawasi dan menindak aktivitas pertambangan di wilayahnya yang melanggar.
"Semenjak kewenangan ini diambil pusat, kita di daerah ini seperti kehilangan daya, tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk bertindak," ucap legislator dapil Kota Samarinda tersebut.
Bahkan, politisi PKS ini menilai perlu adanya revisi UU, agar pemerintah daerah punya wewenang dalam menindak.
Karena pertambangan di beberapa daerah hanya mewariskan dampak buruknya, mulai dari banjir hingga lubang pasca tambang yang dibiarkan.
"Kita yang merasakan di Kaltim, adanya kerugian dari dampak–dampak itu," tegasnya.
Ia juga berharap kebijakan perizinan hingga penutupan dikembalikan ke daerah masing-masing.
Mengingat, pemerintah daerah adalah yang paling mengerti dengan wilayahnya.
"Kalau dulu itukan lebih mudah, misa batasan sekian itu ranah pemerintah kabupaten/kota, kemudian ada juga wewenang pemerintah provinsi," terangnya.
Apalagi, peristiwa terbaru kegiatan pertambangan diduga ilegal di Samarinda menjadi sorotan.
Perusakan Hutan Pendidikan yang dikelola Universitas Mulawarman (Unmul), yakni Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) beberapa waktu lalu juga diduga melibatkan korporasi di dekat kawasan tersebut.
Ia meminta juga meminta pihak kepolisian dan yang berwenang lainnya segera melakukan penyelidikan, pemeriksaan, hingga penetapan tersangka, dan memberikan pelajaran sebagai bentuk penegakan hukum tegas.
"Karena itu hutan pendidikan, bisa dibilang paru-paru Kota Samarinda, ini malah ditambang, tentu sebuah tindakan yang tidak baik, kita mengutuk keras lah. Apalagi kalau ilegal," katanya.
Dilema Pengusaha saat Tambang Dihapuskan, Berharap Ada Jalan Tengah
Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda yang menergetkan Kota Tepian menjadi zona bebas tambang di 2026 menghadirkan dilema bagi pengusaha, tak hanya sisi lingkungan, kebijakan ini juga berpengaruh ke sektor tenaga kerja.
Pengusaha tambang batu bara mengalami dilema dengan adanya kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda terkait Zona Bebas Tambang 2026.
Pihak yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Batubara (APBS) Samarinda mengakui hal tersebut.
Dampaknya tak dipungkiri akan menyasar banyak lapisan, salah satunya tenaga kerja di sektor tambang.
"Multiplier effect-nya banyak, ketika tambang ada, efeknya juga terasa. Ketika tambang berhenti juga ada efeknya, termasuk tenaga kerja," sebut Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Batubara (APBS) Samarinda, Umar Vaturusi.
Para pengusaha ingin meminta agar Pemkot Samarinda bijak dalam memperhatikan aspek dari dampak kebijakan yang akan berlaku.
Di Kota Samarinda sendiri, pengusaha yang memiliki izin resmi beroperasi banyak bekerja di pinggiran, bukan pada wilayah yang memang menjadi daerah vital serta dapat berdampak terhadap lingkungan sekitar.
Misalnya di daerah Palaran, sebagian di Samarinda Utara, yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
"Saya dilema juga mengomentarinya. Disatu sisi kita mendukung dan menghargai kebijakan pemerintah kota, disatu sisi kita juga menghargai teman–teman yang masih bekerja di sektor ini serta masih beroperasi," terangnya.
"Ini kan dilema juga sebenarnya. Di satu sisi kita sebagai pengusaha tambang, artinya itu kewenangannya Pemerintah Kota Samarinda. Kita selaku dari asosiasi penambang menghargai itu, tetapi perlu juga dicermati ada tambang yang masih beroperasi di Samarinda serta punya hak melanjutkan pekerjaannya dijamin dengan Undang–undang," sambung Umar Vaturusi.
Ia juga berharap ada jalan tengah untuk kebijakan yang akan diterapkan.
Misalnya, ada perusahaan tambang yang baru, tentu bisa mendukung kebijakan zona bebas tambang, dan memprioritaskan perusahaan yang masih beroperasi sampai kegiatannya sudah selesai sesuai izin yang berlaku.
"Untuk tambang yang sudah berjalan dan prosesnya berjalan, ya tentu Pemkot Samarinda mesti bijak, karena bagaimanapun juga, kontribusi ke negara tidak kecil, Kaltim dan Samarinda khususnya," tandasnya.
Data Pertambangan di Samarinda Tahun 2022
- Konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP): 63
- Luasan PKP2B: 20.843,10 hektar
- Luasan Kuasa Pertambangan Daerah: 27.556,66 hektar
- Luasan Kuasa Pertambangan Pusat: 2.343,00 hektar
Luas Kota Samarinda: 71.678,36 hektar
- Kawasan Lindung : 8.756 hektar
- Kawasan Budidaya seluas : 62.921 hektare
- Kawasan Hortikultura : 10.088 hektare
- Kawasan Perumahan : 37.071 hektare
- Kawasan Hutan Produksi Tetap : 516 hektare
- Kawasan Perdagangan dan Jasa : 7.484 hektare
- Kawasan Transportasi untuk APT. Pranoto : 1.562 hektare
- Kawasan Tanaman Pangan : 1.012,36 hektare
- Kawasan Peruntukkan Industri 3.768 hektare
*Sumber: Perda RTRW Samarinda Tahun 2022-2042.
(tribunkaltim.co/uws/snw/ave/gre)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.