Berita Nasional Terkini

Tagar SaveRajaAmpat Trending, Hilirisasi Nikel Menuai Kritik, Abaikan Lingkungan dan Masyarakat

Tagar #SaveRajaAmpat trending Twitter hari, Rabu (4/6/2025). Hilirisasi nikel menuai kritik, abaikan lingkungan dan masyarakat.

Editor: Amalia Husnul A
Kontan/Titis Nurdiana
SAVE RAJA AMPAT - Ilustrasi tempat wisata Raja Ampat menyimpan hampir 75 persen jenis karang di dunia serta menjadi hunian 1.000 lebih jenis ikan. Tagar #SaveRajaAmpat trending Twitter hari, Rabu (4/6/2025). Hilirisasi nikel menuai kritik, abaikan lingkungan dan masyarakat. (Kontan/Titis Nurdiana) 

TRIBUNKALTIM.CO - Tagar #SaveRajaAmpat jadi trending topic Twitter hari ini, Rabu (4/6/2025). 

Tagar #SaveRajaAmpat ini menjadi trending menyusul kritik terhadap hilirisasi nikel yang dinilai mengabaikan lingkungan dan masyarakat terpinggirkan.

Kritik terkait hilirisasi nikel yang membuat tagar #SaveRajaAmpat ini menjadi trending ini disampaikan Greenpeace Indonesia.

Greenpeace Indonesia mengkritik tajam terhadap proyek industrialisasi nikel yang dinilai mengancam kelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat lokal, khususnya di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Baca juga: Irfan Meninggal Dunia, Videonya Viral saat Ledakan Smelter Nikel Morowali, Sempat Tolong Korban Lain

Kritik tersebut disuarakan dalam bentuk aksi damai yang digelar bertepatan dengan pelaksanaan Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno menyampaikan pidato pembukaan konferensi, sejumlah aktivis Greenpeace bersama empat pemuda Papua membentangkan spanduk bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?”, “Nickel Mines Destroy Lives”, dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”.

Aksi Greenpeace yang serupa dilakukan di area pameran, menyita perhatian peserta dan pengunjung.

Greenpeace menilai, industri nikel yang selama ini digadang-gadang sebagai tulang punggung hilirisasi sektor mineral dan transisi menuju kendaraan listrik justru memicu kerusakan lingkungan di berbagai wilayah, dari Morowali hingga Halmahera.

Kini, ancaman serupa dinilai mulai membayangi Raja Ampat—kawasan yang dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia.

“Ketika pemerintah dan pelaku industri sibuk membicarakan masa depan nikel, masyarakat di akar rumput justru menanggung beban kerusakannya.

Hutan ditebang, tanah dikeruk, laut tercemar, dan masyarakat lokal terpinggirkan,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, dalam pernyataan resminya.

Menurut pemantauan Greenpeace pada 2024, aktivitas tambang telah terjadi di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pulau-pulau tersebut seharusnya masuk dalam kategori kawasan konservasi yang tidak boleh dijadikan lokasi tambang.

Analisis Greenpeace menemukan bahwa lebih dari 500 hektare hutan alami telah hilang akibat ekspansi tambang nikel di kawasan tersebut.

Pembukaan lahan dan pengerukan tanah turut menyebabkan limpasan sedimen ke perairan pesisir, berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem laut Raja Ampat.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved