Berita Samarinda Terkini
Renungan Idul Adha KH Muhammad Rasyid, Makna Haji dan Kurban dalam Membentuk Pribadi Taqwa
KH Muhammad Rasyid menyampaikan pesan mendalam mengenai hakikat ibadah haji dan kurban, serta pentingnya kedua ibadah Idul Adha
Penulis: Nevrianto | Editor: Amelia Mutia Rachmah
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Ribuan umat Islam memadati Masjid Baitul Muttaqien Islamic Center di Jalan Slamet Riyadi, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (6/6/2025), untuk melaksanakan Sholat Idul Adha 1446 H.
Ibadah Sholat Id kali ini dipimpin oleh KH Muhammad Rasyid, Imam Besar Masjid Baitul Muttaqien sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Timur.
Dalam khutbahnya, KH Muhammad Rasyid menyampaikan pesan mendalam mengenai hakikat ibadah haji dan kurban, serta pentingnya kedua ibadah tersebut sebagai wujud pengabdian total umat Islam kepada Allah SWT, sekaligus sebagai fondasi pembentukan karakter pribadi yang bertakwa dan bertanggung jawab sosial.
“Muslimin rahimakumullah, saat kita mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil di tanah air, sekitar empat juta umat Islam dari berbagai penjuru dunia sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Dari jumlah itu, 221.000 jemaah berasal dari Indonesia dan sebanyak 2.586 jemaah berasal dari Kalimantan Timur,” ucap KH Rasyid.
Ia mengajak seluruh jamaah untuk mendoakan para jemaah haji agar senantiasa diberi kesehatan, kesempurnaan dalam manasik, dan memperoleh haji yang mabrur.
Menurutnya, haji mabrur bukan hanya tentang menunaikan ritual secara benar, melainkan tentang perubahan akhlak pasca haji dari yang sebelumnya buruk menjadi baik, dari kikir menjadi dermawan, dari arogan menjadi penyayang, dan dari lalai menjadi amanah.
Baca juga: Momen Idul Adha 2025, PWRI Kutim Bikin Sate dan Makan Coto Bareng Warga Gang Rukun Sangatta
KH Rasyid kemudian mengupas empat dimensi utama dari ibadah haji dan kurban yang dapat membentuk pribadi muslim yang unggul, tangguh, dan bertakwa.
Pertaman adalah dimensi Sejarah, ibadah haji dan kurban adalah warisan nilai dari kisah Nabi Ibrahim AS, istrinya Siti Hajar, dan putranya Ismail AS.
Kisah ini mencerminkan pengorbanan, kepatuhan, dan keikhlasan luar biasa dalam menjalankan perintah Allah, meski berhadapan dengan ujian berat.
“Dari lembah tandus yang dulu tak berpenghuni, kini berdiri kota Mekkah yang menjadi pusat spiritual dunia Islam,” jelasnya.
Kedua, dimensi keimanan dan ketaatan. KH Rasyid menegaskan bahwa keimanan sejati akan melahirkan ketaatan total tanpa syarat.
“Nabi Ibrahim tak mempertanyakan perintah Allah saat harus meninggalkan keluarganya. Hajar tidak mengeluh ketika harus bertahan sendiri bersama bayi di padang tandus. Bahkan Ismail, di usia remaja, tak menolak ketika diperintahkan untuk disembelih,” tuturnya.
Ketiga adalah dimensi Ibadah. Ibadah haji adalah fardhu ‘ain yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Sementara kurban adalah sunnah muakkadah, yang sangat dianjurkan bagi muslim yang memiliki kemampuan.
KH Rasyid mengutip hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa memiliki kemampuan berkurban namun tidak melaksanakannya, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)
Lalu keempat ada dimensi persatuan umat dan tanggung jawab sosial. Ibadah haji menjadi momentum persatuan umat Islam sedunia, yang berkumpul dalam satu waktu dan tempat, mengenakan pakaian ihram yang sama tanpa memandang status sosial.
Baca juga: Makna Kurban Idul Adha Bagi Kapolres Mahakam Ulu AKBP Eko Alamsyah, Wujud Ibadah
Dalam konteks kurban, KH Rasyid menekankan tanggung jawab sosial kepada empat golongan ekonomi lemah yang disebutkan dalam Al-Qur’an:
- Al-Baits: Orang yang sangat miskin hingga terpaksa meminta-minta
- Al-Faqir: Sangat kekurangan namun tetap menjaga harga diri
- Al-Qani’: Miskin tapi merasa cukup
- Al-Mu’tar: Miskin yang sering meminta
Lebih lanjut, KH Rasyid menyampaikan enam simbol utama dalam ibadah haji yang sarat nilai spiritual dan pembentukan karakter:
Ihram yaitu Pakaian putih tak berjahit melambangkan kesucian lahir batin yang harus dipertahankan hingga akhir hayat.
Tawaf, Mengelilingi Ka’bah menggambarkan dinamisme hidup dengan menjadikan Allah sebagai pusat orientasi.
Wukuf di Arafah, Momen introspeksi diri, meninggalkan hiruk pikuk dunia untuk kembali fokus pada pencarian ridha Allah.
Melontar Jumrah, Simbol perjuangan spiritual melawan bisikan setan dan hawa nafsu yang menghalangi ketakwaan.
Sa’i antara Safa dan Marwah, Meneladani perjuangan Hajar dalam mencari air untuk Ismail. Bukit Safa melambangkan niat suci, dan Marwah hasil yang diridhai Allah.
Tahallul, Menggunting rambut sebagai simbol penyucian diri dan awal yang baru dalam perjalanan hidup.
Mengakhiri khutbah, KH Muhammad Rasyid menyerukan kepada seluruh jamaah agar menjadikan momen Idul Adha sebagai refleksi keimanan, peningkatan ketakwaan, serta kepedulian sosial. (*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram.
Stok Beras di Gudang Bulog Samarinda Aman, 6 Kota di Kaltim tak Perlu Khawatir |
![]() |
---|
Revitalisasi Terminal Sungai Kunjang Samarinda Terhambat Akibat Efisiensi Anggaran |
![]() |
---|
Semarak HIMA PGSD Unmul di Samarinda, Ajak Anak-anak Lestarikan Budaya Lewat Seni dan Dongeng |
![]() |
---|
Usai Larangan Berjualan di Trotoar APT Pranoto, Kecamatan Samarinda Seberang Fokus Pembinaan PKL |
![]() |
---|
Komisi IV DPRD Samarinda Minta Pemkot Petakan Ulang Sekolah Prioritas untuk Dibangun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.