Tribun Kaltim Hari Ini
Jokowi Disiapkan Karpet Merah, Sinyal jadi Ketua Umum PSI Makin Menguat
PSI menyatakan kesiapan menyambut Presiden ke-7 RI Joko Widodo jika memutuskan bergabung ke partai tersebut.
TRIBUNKALTIM.CO - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan kesiapan menyambut Presiden ke-7 RI Joko Widodo jika memutuskan bergabung ke partai tersebut.
Wakil Ketua Umum PSI Andy Budiman menegaskan bahwa seluruh pengurus dan kader terbuka menerima Jokowi sebagai bagian dari keluarga besar PSI.
“Seluruh kader, pengurus PSI siap menyambut Pak Jokowi jika bergabung ke PSI,” kata Andy kepada wartawan, Minggu (8/6).
Pernyataan Andy merespons pernyataan Jokowi yang mengisyaratkan lebih tertarik masuk ke PSI daripada Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca juga: PPP Legawa Jokowi Pilih PSI, Partai Kabah Akui Masih Punya Banyak Stok Calon Ketum
Andy menyebut PSI sejak awal didirikan memang telah menjadikan Jokowi sebagai sosok sentral dalam perjuangan politik mereka.
“PSI bagaimanapun sejak awal adalah rumah Pak Jokowi. Sejak awal, partai ini didirikan untuk mendukung Pak Jokowi dan akan terus memperjuangkan apa yang menjadi visi Pak Jokowi tentang kemajuan Indonesia,” ujar Andy.
Meski belum ada informasi resmi apakah Jokowi telah mendaftar sebagai calon ketua umum PSI dalam Pemilu Raya 2025, sinyal dukungan dari internal partai sudah terlihat kuat.
Andy menutup pernyataannya dengan kembali menyampaikan kesiapan partainya menerima kehadiran Jokowi secara formal.
“Jadi, sekali lagi kami siap menyambut kedatangan Pak Jokowi,” tegasnya.
Jadi Ketua Umum
Ketua DPW PSI Jateng Antonius Yogo Prabowo mengungkap nama Jokowi kini terus disebut-sebut menjadi calon Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Terlebih dalam sebulan ke depan PSI akan menggelar Kongres Nasional pertamanya di Kota Solo, Jawa Tengah, yakni pada Juli 2025.
Yogo juga menilai Jokowi tak keberatan jika namanya masuk dalam bursa caketum PSI.

"Nama Pak Jokowi mulai disebut-sebut jelang kongres. Kemarin di rumah beliau, yang saya tangkap beliau tidak keberatan," ujar Yogo, Senin (2/6), dilansir Tribun Solo.
Namun, menurut Yogo, hingga kini Jokowi masih melakukan pertimbangan matang soal maju tidaknya ia menjadi caketum PSI.
Itu karena memang Jokowi selama ini dikenal tidak pernah buru-buru dalam memutuskan sesuatu.
"Kami menghormati juga keputusan beliau, beliau semua coba dipertimbangkan dan dihitung, tidak buru- buru memutuskan 'oke saya masuk.'"
"Kami paham tipikal beliau yang segala sesuatunya dipertimbangkan dengan matang," terang Yogo.
Tolak PPP
Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menolak dicalonkan menjadi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Menurut Jokowi, banyak tokoh-tokoh hebat di PPP.
"Yang di PPP saya kira banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi. Banyak calon yang dipilih, banyak sekali,” ujar Jokowi kepada awak media, Jumat (6/6).
Jokowi pun menegaskan dirinya masih memilih tetap berada di Partai Solidaritas Indonesia (PSI), meski belum ada pencalonan resmi terhadap dirinya sebagai ketua umum di partai tersebut.
“Saya di PSI saja lah,” ujarnya.
Ketika ditanya soal kemungkinan dilirik partai lain, Jokowi menjawab singkat.
“Ya nggak tahu, di PSI saja, dicalonkan juga belum," singkatnya.
Pernyataan Jokowi ini menegaskan sikapnya yang hingga kini belum mempertimbangkan pindah ke partai lain, meskipun wacana pencalonannya sebagai ketua umum terus bergulir di sejumlah partai.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum PSI, Andy Budiman, mendorong agar Jokowi mencalonkan diri menjadi caketum.
Dia mengatakan Jokowi bisa mencalonkan jika memang memenuhi syarat.
"Apakah Pak Jokowi akan menjadi calon? Kita doakan, Mas," ujar Andy dalam konferensi pers di Kantor DPP PSI, Jakarta, pada 13 Mei 2025 lalu.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Steering Committee (SC) Pemilu Raya PSI Beni Papa turut menjelaskan sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk bisa mendaftar menjadi bakal calon ketua umum PSI.
Adapun syarat khusus yakni terdaftar sebagai anggota PSI dengan ditunjukkan Kartu Tanda Anggota (KTA), serta mendapatkan dukungan minimal dari 5 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan 20 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI.
Baca juga: Jokowi Dinilai Lebih Cocok jadi Ketua Umum PSI daripada PPP, Pengamat: Pemilik Mahzab Jokoisme
"Bakal calon ketua umum yang akan mendaftar sebagai ketua umum partai PSI wajib membawa surat dukungan resmi dari 5 DPW dan 20 DPD dari seluruh Indonesia," kata Beni dalam konferensi pers pada Selasa kemarin.
Untuk syarat umumnya yakni sehat jasmani dan rohani; tidak pernah atau sedang melakukan praktik diskriminasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan tindakan lain yang merendahkan martabat kemanusiaan lain; dan setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, proses pendafraran bakal calon ketua umum akan berlangsung dari 13 Mei 2025 hingga pengumuman calon ketua umum pada 18 Juni 2025.
"Per tanggal 13 Mei hari ini akan berproses sampai tanggal 18 Juni itu akan dilakukan pengumuman calon ketua umum," ujar Beni.
Selanjutnya, 19 Juni 2025 sampai 11 Juli 2025, para calon ketua umum PSI akan memasuki periode kampanye.
"Pada tanggal 10 Juli 2025 kami juga akan menetapkan Daftar Pemilih Tetap, jadi 10 Juli 2025 kami akan mengumumkan Daftar Pemilih Tetap, Pemilu Raya Partai PSI," ucapnya.
Kemudian pada 12 Juli hingga 19 Juli 2025, dimulai masa pencoblosan oleh kader PSI secara daring atau e-voting.
"Dan terakhir pengumuman hasil Pemilu Raya Partai PSI akan diumumkan pada tanggal 19 Juli 2025 bertepatan dengan Kongres Partai PSI yang akan dilaksanakan di Solo Jawa Tengah," pungkasnya.
Kesamaan Ideologi
Jokowi dinilai lebih cocok bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibanding Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Penilaian ini disampaikan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, yang menilai kesamaan ideologi menjadi faktor utama kecocokan Jokowi dengan partai yang kini dipimpin putranya, Kaesang Pangarep.
"Potensi lebih besar Jokowi bergabung ke PSI karena soal kesamaan ideologi," kata Agung kepada Tribunnews.com, Jumat (30/5).
Menurut Agung, Jokowi berasal dari partai nasionalis PDI Perjuangan yang secara ideologis lebih dekat dengan PSI dibandingkan dengan PPP yang bercorak religius.
Bergabungnya Jokowi dengan partai politik pasca-lengser dari kursi presiden adalah langkah strategis untuk menjaga pengaruh politik dan warisan pemerintahannya, seperti halnya yang dilakukan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Idealnya Jokowi berpartai sebagaimana SBY dan Mega demi merawat pengaruh dan legacy pemerintahannya," ungkapnya.
Kehilangan Daya Tarik
Pengamat psikologi politik dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Moh Abdul Hakim menilai Jokowi bisa kehilangan daya tarik bila memimpin sebuah parpol.
Menurut Hakim, secara objektif dapat dikatakan mayoritas mantan Presiden RI menjadi ketua umum partai politik bukanlah hal baru.
Baca juga: Ray Rangkuti Sebut Jokowi Lebih Untung Pilih PPP Ketimbang PSI, Bukan tanpa Alasan
Tetapi, ada perbedaan dari sosok Jokowi dibanding mantan presiden lain.
"Bedanya adalah Pak Jokowi itu lahir dari rahim politik yang berbeda. Dia berangkat dari dirinya sendiri, bukan partai politik."
"Dan kedekatan dia dengan para pemilih itu tidak pernah dimediasi oleh satu lembaga formal yang namanya partai politik. Dan beliau pertahankan sampai akhir periode kedua ke presidennya," ungkap Hakim dalam talkshow Overview Tribunnews, Rabu (4/6/2025).
Kalau sampai Jokowi memutuskan menjadi ketua partai, Hakim menilai hal itu akan mengubah peta politik Indonesia secara fundamental.
"Partai-partai koalisi yang selama ini mendekat dengan Pak Jokowi itu kan dalam konteks mencari berkah, berkah politik. Mengapa berkah politik? Ini Pak Jokowi populer tapi enggak punya partai sehingga sedikit sedikit mungkin bisa spill over ke tempat saya."
"Beliau akan kehilangan daya tarik bagi partai-partai yang sudah ada selama ini," ungkap Hakim.
Lebih lanjut, Hakim menilai apabila Jokowi menjadi ketua umum partai, maka akan menjadi sejarah baru di Indonesia.
"Sejarah menunjukkan bahwa ketika mantan presiden memimpin partai, sementara beliau sendiri itu sudah tidak bisa menjadi calon presiden," ungkapnya.
Menurut Hakim, langkah Jokowi menjadi ketua umum dinilai tidak cukup mendongkrak partai yang relatif masih kecil ke level partai besar.
"Mengapa? Karena begini, untuk menjadi partai besar, partai itu harus ideologis, punya akar sejarah yang kuat. Sebagai contoh, PKB."
"PKB pernah terpuruk, tetapi akar ideologis dia sangat kuat sehingga tetap bisa jalan. Tetapi kalau sebuah partai dari DNA-nya mengandalkan figur, itu cenderung tidak bisa bertahan kuat di Indonesia," ungkapnya.
Hakim menilai, efek Jokowi menjadi ketua partai hanya akan bagus untuk jangka pendek parpol.
"Kalaupun Pak Jokowi menjadi ketua partai politik, mungkin akan ada efek syok yang positif buat partai ini dalam jangka pendek. Tetapi dalam 5 tahun ke depan banyak hal menurut saya kurang menguntungkan," pungkasnya.
Belakangan, nama Jokowi memang santer dikaitkan dengan beberapa partai politik, tak hanya PSI namun juga PPP. Nama Jokowi bahkan sempat masuk bursa calon Ketua Umum PPP.
Usulan agar Jokowi memimpin PPP disampaikan oleh Ketua Mahkamah PPP, Ade Irfan Pulungan.
Menurutnya, wacana ini muncul secara alami dari internal partai karena kedekatan yang telah terjalin selama dua periode kepemimpinan Jokowi.
"Muncul beberapa nama yang sudah beredar, dan juga muncul karena teman-teman PPP itu 10 tahun Pemerintahan Pak Jokowi, banyak melakukan komunikasi, berdialog, diskusi, muncul lah nama beliau," kata Irfan kepada wartawan, Rabu, 28 Mei 2025.
Ia menambahkan, meski PPP tidak mendukung Jokowi dalam Pilpres 2014, Jokowi tetap memberi ruang bagi partai berlambang Ka'bah itu untuk masuk ke dalam kabinet.
"Walaupun pada periode 2014, PPP dalam Pilpres tidak mendukung beliau. Tetapi tetap PPP dihargai, dihormati, masuk dalam kabinetnya, 2019 mendukung," jelas Irfan.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.