Liputan Khusus
Penanganan Banjir di Kaltim, Pengamat: Program Kabupaten-Kota dan Provinsi Harus Sinkron
Penanganan banjir di Kalimantan Timur, Pengamat: Program kabupaten-kota dan provinsi harus sinkron.
Penulis: Gregorius Agung Salmon | Editor: Rita Noor Shobah
TRIBUNKALTIM.CO - Penanganan banjir di Kalimantan Timur, Pengamat: Program kabupaten-kota dan provinsi harus sinkron.
Banjir masih menjadi momok bagi beberapa wilayah di Kaltim.
Masalah ini bukan hal baru, namun hingga kini belum ada penyelesaian yang benar-benar tuntas.
Banjir besar di sejumlah daerah pada akhir Mei 2025 lalu menjadi catatan penting Pemda baik tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji mengatakan hal itu merupakan banjir yang terparah sejak 10 tahun terakhir.
Banjir ini meliputi beberapa Kabupaten mulai dari Mahakam Ulu (Mahulu) sampai ke Ibu Kota Provinsi Kaltim, Samarinda.
Pakar Tata Kota, Warsilan mengatakan Sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat mempengaruhi terhadap potensi banjir besar di setiap Kota/Kabupaten di provinsi Kalimantan Timur jika tidak dikelola dengan baik.
Baca juga: Butuh Rp 100 Miliar per Daerah, Pemprov Susun Rencana Penanganan Banjir di Seluruh Kaltim
Warsilan mengungkapkan bahwa kondisi biofisik seperti iklim, curah hujan, penutupan lahan, hidrologi, dan debit air sangat mempengaruhi potensi banjir di suatu wilayah.
"Ini sangat penting untuk melihat tingkat arus air, semakin tinggi tingkat topografinya, semakin cepat arus air," ujarnya, Rabu, (11/6/2025).
Dirinya juga menekankan pentingnya rehabilitasi lahan kritis dan pengelolaan embung atau folder yang efektif dalam penanganan banjir.
Selain itu, tata guna lahan dan tata ruang wilayah provinsi maupun kota/kabupaten juga sangat berpengaruh, serta perubahan bentuk bangunan dari model panggung ke beton di kawasan DAS dapat berdampak signifikan pada sistem DAS.
"Tata ruang Provinsi dan kabupaten kota itu kan beda, tapi harus ada sinkronisasi, bagaimana daerah DAS itu jangan dijadikan pemanfaatan tambang atau Sawit dan itu harus dikembalikan ke kawasan Hutan lindung," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa pertumbuhan penduduk di sekitar kawasan DAS dan perubahan bentuk bangunan dari rumah panggung ke rumah batu dapat meningkatkan risiko banjir di wilayah seperti Mahakam Ulu, Kubar, Kutai Timur (Kutim), Berau, dan Kutai Kartanegara (Kukar).
Karenanya penanganan di hulu seperti relokasi penduduk ke dataran lebih tinggi dapat menjadi solusi untuk menghindari bencana banjir.
Sementara itu, di wilayah kota, penanganan banjir lebih difokuskan pada perbaikan drainase.
Baca juga: Polemik Banjir di Kaltim, Kukar Bangun Kanal Air ke Mahakam, Samarinda Buat Pintu Air Besar SKM
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.