Berita Kaltim Terkini

Tak Jalankan Reklamasi, JATAM Laporkan Perusahaan Tambang di Kubar ke Kejati Kaltim

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim bersama warga Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat laporkan perusahaan tambang

TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON
LAPORKAN -  Saat JATAM Kaltim dan warga Galeo Asa,Kamis, (19/6). Mereka melaporkan perusahaan yang beroperasi di Desa Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat ke  Kejaksaan Tinggi Kaltim. (TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Diduga tak jalankan kewajiban untuk reklamasi dan pasca tambang setelah berakhirnya izin usaha pertambangan (IUP) pada 21 Desember 2023, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur (Kaltim) bersama warga Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat laporkan perusahaan di Kejaksaan Tinggi Kaltim, Kamis, (19/6).

Diketahui perusahaan tambang batu bara tersebut beroperasi di Desa Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, dilaporkan aparat penegak hukum oleh para aktivis karena melanggar aturan.

Dalam konferensi pers JATAM Kaltim bersama warga Geleo Asa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Kamis (19/6) menjelaskan perusahaan tersebut mengantongi konsesi seluas 5.010 hektare.

Namun, sejak 2018, warga setempat telah menyuarakan penolakan keras atas kehadiran aktivitas tambang tersebut. 

Akibatnya, tidak seluruh wilayah konsesi bisa digarap. Berdasarkan temuan Jatam Kaltim, perusahaan sempat membuka lahan seluas 37,5 hektare dan meninggalkan tiga lubang bekas tambang dengan total luas mencapai 6,4 hektare.

Baca juga: Wapres Gibran Diam-Diam Kunjungi Muara Kate, JATAM Kaltim: Mesti Bisa Jawab Persoalan Warga!

"Alasan penolakan keras yang dilakukan oleh masyarakat di Geleo Asa dan sekitarnya dengan adanya kehadiran pertambangan batu bara tersebut karena kekhawatiran pada rusaknya bentang sosial dan ekologis yang sudah terjaga sejak lama," jelas Mareta Sari. 

Eta, sapaan aktivis tambang itu menyampaikan warga menggantungkan hidup dari hutan dan sungai untuk kebutuhan sehari-hari hingga penghasilan ekonomi.

Salah satu titik kritis yang terdampak adalah Gunung Layung, sumber air utama bagi empat kampung di sekitar Geleo Asa, yang ironisnya masuk dalam wilayah konsesi perusahaan tersebut.

Ia sampaikan lubang tambang yang ditinggalkan belum direklamasi. Padahal, menurut Pasal 96 Undang-Undang Minerba, setiap pemegang IUP wajib melakukan reklamasi dan/atau pascatambang. 

"Perusahaan Telah terbukti melanggar UU Minerba pasal 96 yang mewajibkan pemegang IUP untuk melakukan reklamasi dan/atau pasca tambang,"

Kewajiban reklamasi tersebut, kata dia dikuatkan dalam Pasal 161B dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100 juta bagi pemegang IUP yang tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang.

"Dengan demikian sudah jelas bahwa Perusahaan telah melakukan tindak pidana dengan tidak melakukan reklamasi dan pascatambang setelah IUP-nya berakhir," ujarnya. 

Lanjutnya, dalam aturan turunan, tepatnya Pasal 21 PP No 78/2010, pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan maksimal 30 hari kalender setelah tidak ada lagi kegiatan tambang di lahan yang telah terganggu. 

"Itu berarti, sejak 24 Januari 2024, perusahaan seharusnya sudah menyelesaikan kewajiban reklamasi," ujarnya. 

Eta menyinggung soal kewajiban reklamasi yang juga ditegaskan dalam Permen ESDM No 26/2018 Pasal 22 Ayat (2), yang menyebutkan bahwa perusahaan wajib menempatkan dana jaminan reklamasi, menyusun rencana berkala, melaksanakan, serta melaporkan kegiatan reklamasi kepada pihak berwenang.

Baca juga: Samarinda Bebas Tambang 2026, Jatam Kaltim: Omong Kosong jika Lokasi yang Rusak Tidak Dipulihkan

Namun, berdasarkan temuan JATAM Kaltim dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Kaltim tahun 2021, dana jaminan reklamasi atas nama perusahaan tersebut hanya sebesar Rp20.585.392,01. 

"Jumlah tersebut, JATAM Kaltim menduga tidak akan cukup untuk mereklamasi lahan yang dirusak serta lobang tambang yang ditinggalkan," ujarnya. 

Atas dasar tersebut, JATAM Kaltim dan warga Galeo Asa melaporkan tindakan yang tidak melaksanakan kewajiban reklamasi dan pascatambang kepada Kejati Kaltim.

Mereka menuntut agar Kejati segera menyelidiki dugaan tindak pidana lingkungan oleh perusahaan yang dimaksud serta menghitung kerugian ekologis yang ditanggung masyarakat.

Tak hanya itu, mereka juga mendesak pemulihan lingkungan dan ruang hidup warga seperti sedia kala sebelum tambang beroperasi.

"Kami dan warga mendesak untuk dipulihkannya kembali ruang hidup warga Galeo Asa sebagaimana sebelum ada aktivitas pertambangan," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved