Berita Nasional Terkini

Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Imbas Putusan MK, Pimpinan Baleg DPR: Idealnya Seperti 2004

Pemilu nasional dan daerah dipisah sesuai putusan MK, pimpinan Baleg DPR ingin Pilpres dan Pileg juga dipisah seperti 2004.

Tribunnews.com/Danang Triatmojo
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI - Foto ilustrasi, suasana persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025). Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemilu nasional dan daerah dipisah. (Tribunnews.com/Danang Triatmojo) 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemilu nasional dan daerah dipisah sesuai putusan MK, pimpinan Baleg DPR ingin Pilpres dan Pileg juga dipisah seperti 2004.

MK memutuskan memisah antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden-wakil presiden.

Sedangkan pemilihan legislatif (Pileg) anggota DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada). 

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) agar pemilu nasional dan daerah dipisah. 

Baca juga: Masa Jabatan DPRD Disebut Harus Diperpanjang Imbas Putusan MK, Rizqinizamy: Itu Satu-satunya Cara

"Saya dalam posisi secara pribadi mendukung putusan MK itu, bahkan sebenarnya, kalau bicara tentang keserentakan, lebih ideal lagi juga kalau pilpres dan pilegnya dipisah. Kalau saya, seperti 2004," kata Doli dalam acara diskusi Politics & Colleagues Breakfast di Sekretariat PCB, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).

Menurutnya, pemilu serentak dapat memperkuat praktik pragmatisme. Selain itu, dia menilai skema pemilu serentak dapat membuat isu-isu daerah menjadi tenggelam.

"Jadi kampanye yang dilakukan kepala daerah ya berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan, menjadi tidak ditanggapi serius oleh masyarakat. Bahayanya, dampaknya adalah itu adalah bagian yang memperkuat praktik pragmatisme pemilu," kata Doli.

"Jadi, secara tidak langsung, model keserentakan yang seperti ini, kalau ditelusuri, itu bisa memperdalam praktik pragmatisme di tengah masyarakat dalam secara politik," imbuhnya.

Legislator Golkar itu berpandangan, dengan putusan MK tersebut, pembentuk UU harus segera melakukan revisi UU Pemilu, Pilkada, bahkan Partai Politik. Dia pun mendorong revisi tersebut dilakukan dengan metode omnibus law.

"Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk mengubah, merevisi UU ini secara omnibus law. Semuanya. Jadi pelan-pelan putusan MK yang dicicil-cicil ini, ya kan. Ini mendorong pada akhirnya berkonsekuensi dengan pembahasan UU yang bermetodologi omnibus law. Makanya, menurut saya, ini harus menjadi perhatian kita semua dan harus memang diubah," tuturnya.

Doli khawatir MK seolah akan menjadi pembentuk UU ketiga dengan menjatuhkan putusan yang semakin progresif. 

Dia menilai hal itu dapat terjadi jika pembentuk UU tak kunjung merespons putusan MK terkait sistem pemilu.

Baca juga: Masa Jabatan DPRD Disebut Harus Diperpanjang Imbas Putusan MK, Rizqinizamy: Itu Satu-satunya Cara

"Jadi kenapa putusannya bertambah progresif oleh Mahkamah Konstitusi? Karena pembentuk UU tidak merespons putusan mereka," kata Doli.

"Jadi kekhawatiran saya selama ini saya mengatakan bahwa MK seakan sebagai pembentuk UU ketiga, ya semakin kuat. Padahal UUD 1945 kita mengatakan pembentuk UU cuma dua, pemerintah dan DPR. Nah, jadi ini yang saya kira menjadi catatan," imbuhnya.

Lebih lanjut, Doli mengatakan pemilu serentak memiliki konsekuensi kerumitan dalam penyelenggaraan dan kejenuhan masyarakat. Dia mendukung pemilu nasional dan daerah digelar terpisah.

"Saya termasuk orang yang setuju karena saya dari awal ya meminta kepada kita semua untuk mengkaji ulang soal keserentakan, jadi yang saya setujui itu judul besarnya adalah pengaturan keserentakan pemilu. Karena apa? Karena Pemilu 2024 kemarin yang baru pertama kali kita lakukan, itu dilaksanakan secara bersamaan dan berdekatan antara tiga jenis pemilu," ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah tidak lagi digelar secara serentak dalam waktu yang bersamaan. 

Ke depan, pemilu akan dibagi menjadi dua tahap: pemilu nasional dan pemilu lokal (daerah) dengan jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.

Putusan itu dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Secara teknis, pemilu nasional akan mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI. 

Sementara itu, pemilu lokal akan mencakup pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Baca juga: MK Putuskan Pilkada 2029 tak Lagi Serentak, Mahkamah Konstitusi Beber Masalah dan Kualitas Pemilu

MK menyatakan bahwa pelaksanaan serentak dalam satu waktu untuk seluruh jenis pemilu menimbulkan banyak persoalan, seperti beban berat penyelenggara pemilu, penurunan kualitas tahapan, serta kerumitan logistik dan teknis.

“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada, bertentangan dengan UUD 1945 jika dimaknai sebagai kewajiban melaksanakan seluruh pemilu pada waktu yang sama.

Karena itu, MK memberi penafsiran baru bahwa pemungutan suara dilakukan dalam dua tahap: pertama untuk pemilu nasional, lalu beberapa waktu setelahnya untuk pemilu lokal.

Norma-norma lain terkait teknis pelaksanaan pemilu juga wajib disesuaikan dengan penafsiran baru MK tersebut. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setuju Pemisahan Pemilu, Pimpinan Baleg DPR: Lebih Ideal Lagi Jika Pilpres-Pileg Dipisah

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved