Berita Nasional Terkini
Dedi Mulyadi Dikritik Mendagri soal APBD Jabar, Tito Karnavian: Ini Patut Jadi Perhatian Serius
Dedi Mulyadi dikritik Mendagri soal APBD Jawa Barat, Tito Karnavian: Ini patut jadi perhatian serius.
“Kita perlu jujur melihat fakta. Ini bukan sekadar urusan anggaran, tapi menyangkut pelayanan publik, pengurangan pengangguran, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat,” sebut Ono.
Menurut Ono, Dedi Mulyadi harus lebih membuka ruang kepemimpinan kolektif dan kolaboratif, alih-alih memusatkan pengambilan keputusan secara individual.
"Era saat ini menuntut kepemimpinan berbasis teamwork, bukan one man show. Kapasitas Gubernur tidak diragukan, tetapi harus dibarengi dengan pelibatan OPD, wakil Gubernur, mitra DPRD, dan stakeholder lainnya secara intensif,” kata Ono.
Selain itu, Dedi Mulyadi dinilai juga perlu membangun sistem perencanaan dan pengawasan yang lebih kuat, membuka ruang masukan dari bawah, dan mengaktifkan peran teknokratik birokrasi daerah, bukan hanya mengandalkan pendekatan populistik semata.
Baca juga: Tak Pakai Helm, Dedi Mulyadi Kena Tilang Rp250.000, Ini Alasannya Langgar Aturan Lalu Lintas
Ono menjelaskan bahwa kritik ini bukan dalam konteks oposisi politik, melainkan guna menjalankan fungsi pengawasan yang bertujuan membangun sinergi antar lembaga dan memastikan pemerintahan berjalan dalam rel konstitusional dan profesional.
“Kami siap mendukung jika ada langkah korektif. DPRD bukan lawan, tapi mitra konstitusional Gubernur. Namun kami juga tidak bisa tinggal diam bila tren ini dibiarkan tanpa koreksi,” terangnya.
Ono pun berharap sang gubernur segera merumuskan langkah strategis dalam Refocusing Anggaran Semester Kedua, meningkatkan kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta memperbaiki hubungan kerja dengan DPRD.
“Rakyat Jawa Barat menaruh harapan besar. Kita semua bertanggung jawab menjawabnya dengan kerja, data, dan kebijakan yang berdampak langsung bagi kesejahteraan,” ujarnya.
Pembelaan Dedi Mulyadi
Di sisi lain, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa APBD 2025 banyak dialokasikan untuk membayar utang dan sejumlah kewajiban.
Adapun APBD 2025 yang ditetapkan mencapai Rp 37 triliun.
Dari jumlah tersebut, diambil anggaran sebesar Rp 6 triliun untuk dibagi ke kabupaten/kota sebagai dana bagi hasil kendaraan bermotor.
Sisanya yang sebesar Rp31 triliun, tidak sepenuhnya bisa digunakan untuk program-program publik.
Pasalnya, pemerintah harus membayar sejumlah utang dan kewajiban seperti utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp600 miliar, Tunggakan BPJS Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati, Rp60 miliar, Operasional Masjid Al-Jabbar, sekitar Rp40 miliar dan tunggakan ijazah siswa Rp1,2 triliun, yang dibayarkan melalui dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).
"Banyak yang tanya, berapa anggaran Jabar tahun ini? Rp31 triliun. Tapi jangan dikira semuanya bisa dipakai. Kami harus bayar dulu utang PEN, BPJS, operasional Kertajati, sampai Masjid Al Jabbar," jelas Dedi Mulyadi, Rabu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.