Berita Kaltim Terkini
Akademisi Nilai Sikap Kritis Anggota DPRD Kaltim Perjuangkan Aspirasi Konstituen Wajar dan Berdasar
Akademisi Unmul, Saipul Bahtiar menilai sikap kritis anggota DPRD Kaltim yang memperjuangkan aspirasi konstituen hal wajar dan berdasar.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA– Pengamat Politik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Saipul Bahtiar mencermati sikap anggota dewan yang kritis terkait aspirasi masyarakat wajar dan berdasar dilakukan.
Baru–baru ini, anggota dewan Kaltim dari Fraksi Golkar, Abdulloh mengkritik keras sikap Bappeda Kaltim yang berbelit terkait aspirasi masyarakat yang belum bisa terakomodir di APBD-Perubahan.
Menurut Saipul, suara Bappeda Kaltim sebagai OPD pembantu kerja–kerja kepala daerah, bukan berarti representasi dari Gubernur dan Wakil Gubernur.
Gambarannya, kata Saipul, Bappeda merupakan OPD teknis yang mengelola hasil dari musrenbang yang berjenjang, atau aspirasi melalui di DPRD.
Baca juga: Walk Out dari Rapat Kamus Pokir RKPD Kaltim 2025, Abdulloh Soroti Minimnya Ruang Aspirasi Rakyat
Dalam perjalanannya di konstituen baik legislatif dan eksekutif, pasti berjanji program kerja, visi–misi yang tentu bisa menjadi dasar memilih anggota DPRD atau Kepala Daerah, sehingga masyarakat bisa menyampaikan melalui dua pintu ini.
“Bappeda sebagai dapur yang masuk melalui dua pintu, eksekutif dan legislatif. Keduanya ini kan terpilih melalui mekanisme Pemilu, dua–duanya punya konstituen, saat proses pemilihan tentu menjanjikan sesuatu hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan pribadi. Dan ini tidak bertentangan dengan undang–undang (UU),” terangnya, Rabu (16/7/2025) malam.

Legislatif dan eksekutif yang bersentuhan langsung dengan konstituennya tentu mesti memenuhi janjinya karena hal tersebut merupakan konsekuensi ketika terpilih.
Dalam persoalan aspirasi masyarakat yang tak terakomodir di APBD-P 2025 dan sempat diprotes oleh anggota DPRD Kaltim, dinilainya wajar saja.
Pemerintah melalui Bappeda mesti menjelaskan ada kepentingan apa ketika tidak terakomodirnya aspirasi masyarakat yang sudah disampaikan ke para anggota dewan.
Dalam penetapan APBD, bukan hanya satu pihak saja yang menentukan yakni eksekutif.
Tetapi, ada legislatif sebagai fungsi budgeting, walaupun di UU MD3 mengurangi kewenangan kontrol keuangan, meski substansinya mengawasi ke program dan anggarannya.
“Ada tanggung jawab moral sebetulnya untuk pemenuhan janji, mesti ada kebersamaan yang saling menghormati, pemerintah daerah juga mesti memahami, si A dan B anggota dewan ini bukan bicara pribadi tetapi konstituen yang diwakili. Kalau di stop di DPRD saja, maka tentu konstituen menganggap ingkar, apalagi diklaim satu pihak saja, padahal sumbernya sama dari APBD, sementara DPRD tidak diberi ruang, padahal punya hak sama,” ujar Saipul.
Baca juga: Abdulloh Bersyukur Ada Titik Terang Terkait Polemik di Muara Kate Usai Wapres Gibran Turun Tangan
Saipul pun menilai, Bappeda tak semestinya mematikan aspirasi masyarakat melalui DPRD.
Bappeda mesti cari jalan tengah, agar permasalahan tidak muncul di kemudian hari, pemerintah mesti menjelaskan kepada para anggota dewan, dasar tidak terakomodirnya aspirasi masyarakat di APBD–P 2025.
“Prinsipnya jangan dimatikan aspirasinya DPRD. Karena sama–sama punya konstituen dan tanggung jawab moral. Pemerintah bisa menunjuk tim agar melihat permasalahan yang muncul. Kekhawatiran mesti dijelaskan dan terarah tujuan belanja daerah di APBD,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Anggota dewan dari Fraksi Golkar DPRD Kaltim, Abdulloh disorot setelah walk out saat rapat kamus Usulan Aspirasi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2025, Senin (14/7/2025) lalu.
Abdulloh memilih walk out atau meninggalkan ruangan karena menilai rapat tidak efektif.
Ia memilih pergi sebelum pertemuan bersama perwakilan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dari Bappeda, Inspektorat, hingga BPKAD itu selesai.
“Rapat mestinya berguna dan menghasilkan keputusan. Tapi rapat kemarin ini bertele-tele dan tidak ada hasil,” tegasnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dinamika pembahasan yang terselenggara bersama para pihak terkait tidak lagi menjunjung semangat keberpihakan pada aspirasi masyarakat.
Abdulloh juga mengkritik terbatasnya ruang bagi aspirasi masyarakat.
Terutama berkaitan dengan usulan hibah tempat ibadah, misalnya dan beberapa usulan lainnya.
Pokir seharusnya bisa mengakomodir seluruh aspirasi rakyat, terlebih DPRD saat reses juga sudah menyerap semua yang ada di masyarakat.
Aspirasi warga, menurutnya tak semestinya dibatasi secara teknis atau administratif.
“Tapi kalau seperti sekarang, masyarakat juga sulit menyampaikan. Ada pembatasan-pembatasan. Lebih baik saya keluar (walk out), dan sekaligus keluar dari keanggotaan pansus,” ujarnya.
Program prioritas Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud menurutnya selaras dengan apa yang diperjuangkannya.
Baca juga: DPRD Kaltim Peringatkan BPJN dan KSOP Soal Jembatan Mahakam, Abdulloh Wanti-wanti Penabrak Kabur
Sementara pihak Bappeda Kaltim tetap kekeh terkait pembatasan pada 3 item belanja daerah yakni bankeu, bansos dan hibah.
Perumusan hingga finalisasi kamu usulan pokir bersama DPRD juga telah dibahas dan disepakati bahwa tak ada 3 item tersebut.
Jangka waktu yang pendek dan keterbatasan fiskal karena penuhnya ruang, menjadi alasan tiga jenis belanja daerah ini urung masuk dalam kegiatan mendatang.
“Bukan ditiadakan. Tapi untuk bantuan keuangan, bansos dan hibah ya itu memang tidak kita programkan di perubahan, masalah waktu, kemudian juga alokasi anggaran kita di perubahan ini terbatas,” jelas Kepala Bappeda Kaltim, Yusliando, Selasa (15/7/2025).
Belum lagi, katanya, ada Permendagri tentang penyusunan perubahan RKPD 2025 menitikberatkan kepada bagaimana perwujudan visi, misi, dan program unggulan kepala daerah, dan itu semuanya adalah masuk ke ranah belanja langsung, terlebih lagi tahun ini di awal tahun memang perwujudan janji kepala daerah.
“Jadi di tahun 2025 perubahan ya sama dengan tahun 3 tahun sebelumnya yang kita hanya fokus kepada belanja langsung. Kira-kira itu,” imbuhnya.
Pada intinya, ditiadakannya 3 item belanja daerah ini agar anggara terserap efektif.
Bukan artinya pemerintah tidak memperhatikan apa yang dibutuhkan masyarakat, tetapi ada pertimbangan yang telah dibahas. (*)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.